Harianrakyataceh.com – kejian pasukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya bukan isapan jempol semata. Laporan terbaru dari Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) mendapati bukti-bukti betapa sadisnya perlakuan pihak militer.
JAMALIDA Begum masih ingat dengan jelas kengerian yang dialami saat masih berada di tanah kelahirannya. November lalu militer datang ke desanya di Hadgudgapara, Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Rumah-rumah dibakar. Suaminya dibunuh. Keesokan paginya, rombongan militer kembali datang. Mereka menggeret Jamalida dan para perempuan lainnya ke lapangan kemudian memukuli mereka.
Tiga tentara Myanmar menarik Jamalida ke semak-semak dan memperkosanya secara bergiliran hingga tak sadar.
Beberapa minggu setelah kasus pemerkosaan itu, beberapa jurnalis asing datang ke desa. Mereka mewawancarai Jamalida dan beberapa korban pemerkosaan lainnya. Pada malam setelah wawancara tersebut, militer kembali datang dan menggorok leher pria yang menjadi penerjemah jurnalis asing itu. Mereka membawa foto Jamalida dan mencarinya ke rumah-rumah yang masih berdiri.
Militer tidak bisa menemukan karena penduduk telah memperingatkan Jamalida hingga dia bisa melarikan diri dengan selamat ke Bangladesh.
“Saya tidak akan pernah kembali. Kadang saya takut jika mereka akan menemukan saya di sini,” terang perempuan yang berhasil sampai di Bangladesh awal Januari lalu tersebut. Dia bukan satu-satunya perempuan etnis Rohingya yang mengalami kekejian tersebut. Hampir semua perempuan di shelter yang menampung etnis Rohingya di Bangladesh memiliki cerita serupa. Sejak kericuhan Oktober tahun lalu, ada 65 ribu etnis Rohingya yang menyeberang ke Bangladesh.
Jumat (3/2) OHCHR merilis laporan temuan mereka saat menyelidiki kasus kekejian terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Hasilnya jauh lebih mengerikan daripada kisah Jamalida. Dalam laporan tersebut, ratusan etnis muslim Rohingya telah dibunuh pihak pasukan keamanan Myanmar.
Tidak peduli apakah itu anak-anak ataukah orang dewasa, mereka dibunuh secara brutal. Para perempuan diperkosa beramai-ramai dan rumah mereka dibakar. Militer menebar teror hampir setiap hari di desa-desa yang mayoritas penduduknya etnis Rohingya. Mereka mengendarai helikopter dan menembaki penduduk dari atas.
“Dari data yang kami kumpulkan, tingkat kekejian baru-baru ini belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Ilona Alexander, anggota misi investigasi OCHCR untuk etnis Rohingya di Bangladesh dalam konferensi pers jumat lalu. Juru bicara OCHCR Ravina Shamdasani menambahkan, kekejian yang menyebar luas dan sistematik tersebut bisa dideskripsikan sebagai pembersihan etnis.
Misalnya, bayi 8 bulan dilaporkan dibunuh, sedangkan ibunya diperkosa secara masal. Bocah perempuan yang masih 5 tahun dibunuh setelah mencoba melindungi ibunya yang hendak diperkosa. “Kebencian semacam apa yang bisa membuat seseorang menusuk bayi yang menangis karena ingin menyusu,” ujar Kepala OCHCR Zeid bin Ra’ad Zeid al-Hussein.
OCHCR mewawancarai 204 pengungsi Rohingya yang melarikan diri baru-baru ini. Sebanyak 101 di antaranya adalah perempuan. Separonya mengaku telah diperkosa masal maupun mengalami kekerasan seksual lainnya. Laporan tersebut tertulis bahwa kekejian di Myanmar sudah mengarah ke kejahatan melawan kemanusiaan.
Jubir Pemerintah Myanmar Zaw Htay langsung mengklarifikasi laporan PBB tersebut. Dia menyebutkan bahwa tudingan yang diarahkan ke pemerintah Myanmar sangat serius. Komisi khusus untuk masalah Rohingya yang dipimpin Wakil Presiden U Myint Swe akan menyelidiki klaim PBB itu. (AFP/Reuters/AP/IBI Times/sha/c21/any)