Negara Belum Maksimal Lindungi Korban Kekerasan Seksual

Ilustrasi

LHOKSEUMAWE (RA) – Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi. Sementara negara sebagai lembaga paling bertanggungjawab dinilai belum dapat memberikan perlindungan maksimal.

Ketua LBH APIK Aceh Roslina Rasyid, SH melalui rilisnya menyebutkan, berdasarkan catatan LBH APIK Aceh sepanjang tahun 2016, angka kekerasan terhadap Perempuan di Aceh berdasarkan ranah terjadinya menunjukkan bahwa 66,67 persen terjadi dalam keluarga dan relasi personal/ domestik, selebihnya 33,33 persen terjadi di ranah publik/ komunitas.

Selain kekerasan fisik, psikis dan kekerasan ekonomi, kekerasan seksual menjadi salah satu trend kekerasan terhadap perempuan di Aceh tahun 2016 lalu. Pelaku umumnya berusia 25 – 40 tahun dan korban kebanyakan berusia antara 13 – 18 tahun dan 25 – 40 tahun.

Dalam melakukan kekerasan, pelaku kebanyakan merupakan orang dekat korban (ayah kandung/ tiri, paman korban, tetangga, suami, mantan suami, pacar, dan lain-lain). Adapun cara yang digunakan antara lain kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya/ muslihat, bujuk rayu/ iming-iming, penggunaan kekuasaan/ jabatan, hubungan sub-ordinat, dan lain-lain.

“Kekerasan-kekerasan sebagaimana tersebut membawa dampak yang luar biasa bagi korban dan keluarganya. Misalnya korban mengurung diri/ menyendiri, tidak berani keluar rumah, malu, trauma, putus sekolah, bahkan di usir dari tempat tinggalnya dan komunitasnya,”ujar Roslina.

Meningkatnya kasus kekerasan tersebut, khususnya kekerasan seksual ini ternyata belum menggugah pihak-pihak berkepentingan untuk mengambil langkah-langkah konkrit dalam upaya memberikan perlindungan serta perwujudan keadilan bagi perempuan korban.Sehubungan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia, LBH APIK Aceh mengajak kelompok-kelompok perempuan atau perwakilannya untuk terlibat secara langsung dalam proses perencanaan pembangunan di setiap daerah.

Serta mendesak pemerintah melahirkan kebijakan-kebijakan yang mengakomodir kebutuhan korban dan menjamin keseriusan pelaksanaannya dalam rangka memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan, utamanya kekerasan seksual.
Terakhir, agar menjamin terlindunginya perempuan dari kekerasan dan ancaman kekerasan seksual, pemerintah dan DPR sesegera mungkin melakukan pembahasan dan pengesahan terhadap rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS). (rel/agt/min)