Mengapa Syria Berperang? Berawal dari Aksi Damai yang Bergolak

SEBELUM DAN SESUDAH: Masjid Agung Umayyad ini dibangun di abad ke 8 dan 13. Namun sekarang tinggal puing. (Reuters via BBC)

Harianrakyataceh.com  –  Awalnya hanya aksi damai melawan rezim berkuasa Syria, Presiden Bashar al-Assad. Namun, aksi damai enam tahun yang lalu itu berubah menjadi perang sipil besar yang sudah merenggut 300 ribu jiwa dan menghancurkan negara. Tidak hanya di Syria, perang sipil itu berimbas pada negara-negara lain di dunia.

Jadi, bagaimana tragedi ini bermula? Lama sebelum konflik timbul, masyarakat Syria banyak mengkritisi pemerintahan. Lapangan pekerjaan terbatas, angka korupsi meningkat, rendahkan kebebasan politik, dan negara di bawah kekuasaan penuh Al Assad yang mengambil alih kekuasaan dari ayahnya Hafez, pada 2000.

 

Pada 2011, dihelat demonstrasi pro-demokrasi yang terinspirasi Arab Spring di Kota Deraa. Namun, aksi damai berubah jadi kekerasan ketika pemerintah menggunakan pasukan kuat untuk membubarkan kerumunan. Tindakan tersebut bikin masyarakat meradang. Mereka pun protes di seluruh negeri dan meminta Al Assad mundur.

 

Demo pun semakin sering, penangkapan polisi kepada mereka yang dilabeli oposisi pun meningkat. Pendukung oposisi pun mulai melengkapi diri dengan senjata. Awalnya untuk melindungi diri sendiri. Namun, belakangan senjata digunakan untuk mengusir militer dari kawasan mereka. Assad pun berjanji untuk menghancurkan ”teroris yang ditunggangi pihak asing.”

Kekerasan pun semakin meningkat dan negeri tenang itu berada di tengah perang sipil. Ratusan brigade pemberontak terbentuk dan melawan pasukan militer pemerintah demi mengambil alih negara. Dan, perang itu menjadi lebih dari sekadar pertempuran melawan Assad.

Kondisi itu semakin diperburuk dengan intervensi dari negara di kawasan regional dan kekuatan dunia. Termasuk Iran, Rusia, Arab, dan Amerika. Negara-negara itu memberi dukungan militer, finansial, dan politik kepada pemerintah, pun demikian kepada pemberontak. Itu situasi bertambah parah dan mengubah Syria menjadi ladang baku tembak.

Belum lagi isu-isu sektarian yang digaungkan dan kelompok jihad yang ikutan mengambil alih negara. Ada Hayat Tahrir al-Sham, aliansi Al Nusra Front yang lekat dengan Al Qaeda. ISIS pun tidak mau ketinggalan. Mereka ingin menguasai Syria.

Masuknya kekuatan asing pun bikin situasi makin memanas. Rusia yang mendukung Al Assad mulai melayangkan serangan udara pada September 2015. Mereka bertujuan menstabilkan pemerintahan. Tetapi, gempuran udara tidak mampu membuat pemberontak menyerah.

PBB mengatakan setidaknya 250 ribu orang sudah terbunuh dalam perang sipil selama lima tahun. Namun, PBB belum meng-update data itu lagi. Syrian Observatory for Human Rights memperkirakan jumlah korban tewas mencapai 321.000 sam,pai Februari 2016.

Lima juta orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sudah pergi dari Syria. Libanon, Jordania, dan Turki pun menghadapi eksodus besar-besaran sepanjang sejarah. (BBC/tia)