
Pidie Jaya (RA)-Sejak 31 tahun silam, M Yunus bersama keluarganya warga Desa Mee Puduek, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya tinggal di rumah tak layak huni. Gempa Desember tahun lalu menyebabkan sebagian rumahnya roboh. Ironisnya, hingga kemarin, keluarga tersebut belum mendapat perhatian.
Rumah beratap daun rumbia dan sebagian seng tua itu, tumpuan harapan petani garapan berusia 60 tahun itu. Ia tinggal bersama keluarganya sejak mempersunting Asmawati (48), tahun 1986 silam. Kini dinding rumah yang terbuat dari kayu itu terlihat lapuk dimakan rayap.
M Yunus tetap bertahan bersama istri dan tujuh anggota keluarga dari sembilan anaknya, tinggal di rumah dengan atap yang bocor di semua sudutnya. Sejak ditempati, rumah itu juga masih berlantai tanah.
“Hari ini baru dipasang meteran listrik. Sebelumnya kami menggunakan arus dari rumah tetangga,” ucap Asmawati, Kamis (6/4).
Asmawati menceritakan, dengan kondisi rumah demikian suaminya beserta anak-anaknya terpaksa tidur berhimpitan dengan menggunakan kasur palembang yang tak dilengkapi ranjang. Untuk memasak, dirinya masih menggunakan kayu bakar yang saban hari dibawa pulang suaminya dari hutan yang tak jauh dari kampung mereka.
Ia mengaku sedih bila membayangkan nasib tujuh orang anak yang tinggal di rumahnya itu, terutama dua orang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) yakni Rita Zahra dan Fitriah serta satu orang lagi yang sedang di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Paling sedih saya adalah untuk anak-anak saya yang masih duduk di bangku sekolah, mereka susah untuk belajar, apa lagi sebelum ada listrik. Dan saat hujan, dengan atap rumah yang hampir seluruhnya bocor, kondisi kami sungguh sangat memprihatinkan,” sebut Asma, sambil menahan tangis.
Saat gempa mengguncang Pidie Jaya 7 Desember 2016 lalu, setengah dari rumah M. Yunus tersebut roboh di goyang gempa. Bagian rumah yang telah roboh tersebut kini di pasangi terpal. Dan menurut pengakuannya, ia tidak masuk dalam data sebagai penerima rumah yang rusak dalam musibah bencana.
M.Yunus yang baru pulang dari kebun dengan membawa satu ikatan kayu dengan tegar berujar, sudah sangat sering mengajukan permohonan untuk dibantu rumah layak huni kepada keluarganya. “Saya sudah tidak tahu lagi berapa kali sudah saya mengajukan permohonan bantuan rumah, baik itu ke kantor camat, kantor bupati malah sudah mengajukan permohonan ke propinsi,” ujarnya.
Ia sangat berharap pemerintah dapat melihat dan memperhatikan serta membatu rumah layak huni. Apalagi, saat ini ada bantuan rumah bagi korban gempa.
“Untuk membiayai pembangunan sendiri rumah, saya sudah tidak sanggup, umur saya sudah tua, tanggungan saya besar, yaitu sembilan orang anak. Saya sangat berharap pemerintah dapat membantu saya tempat tinggal yang layak, apalagi anak-anak saya masih kecil,” sebutnya.(mai)