class="post-template-default single single-post postid-6344 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Kebakaran di Gedung Kementerian ATR/BPN, Nusron Wahid Pastikan Dokumen Pertanahan Tidak Terbakar Polri temukan jenazah awak media yang hilang dalam insiden speedboat Persiraja Balas Kekalahan dari PSIM, Hidupkan Asa Kembali ke Liga 1 Musim Depan Saling Menuduh, Kisruh Pengurus Masjid Taqwa Gandapura Berlanjut KIP Tetapkan Mukhlis-Razuardi Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bireuen Terpilih

METROPOLIS · 4 May 2017 04:27 WIB ·

Korban Tsunami Minta Suntik Mati


 SUNTUK MATI: Ratna Wati (kanan), istri permohon hukuman suntik mati didampingi kuasa hukum saat mengajukan permohonan di PN Banda Aceh, Rabu (3/5).
HENDRI/RAKYAT ACEH Perbesar

SUNTUK MATI: Ratna Wati (kanan), istri permohon hukuman suntik mati didampingi kuasa hukum saat mengajukan permohonan di PN Banda Aceh, Rabu (3/5). HENDRI/RAKYAT ACEH

BANDA ACEH (RA) –Tak miliki tempat tinggal lagi setelah barak pengungsi di Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar dirobohkan, Berlin Silalahi (46) korban pengusuran mengajukan permohonan hukuman euthanasia (suntik mati). Permohonan itu disampaikan Ratna Wati, istri pemohon ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh dengan didampingi Kuasa Hukumnya, Safaruddin yang juga ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).

Ratna Wati mengatakan ia mengajukan permohonan itu atas permintaan dari suaminya, karena saat ini menderita berbagai penyakit kronis. Selain itu, tidak memiliki biaya untuk berobat dan tidak tahu tinggal dimana.

“Kami tidak tahu lagi tinggal dimana, lalu suami saya sakit, makanya mengajukan permohonan ini,” sebutnya, Rabu (3/5).
Ia mengaku iklas atas kepergian suamianya bila PN memutuskan suntik mati terhadap suaminya.

“Suami saya sudah mengalami penyakit sejak tahun 2013, pertama menderita penyakit asam urat, lalu dibawa ke rumah sakit Meuraxa, rumah sakit Zainoel Abidin, bahkan ke pengobatan kampung juga belum ada perubahan. Saat ini kami tak ada lagi tempat tinggal makanya putuskan untuk ajukan permohonan ini,” katanya.

Saat barak belum digusur, suaminya hanya terbaring dalam hunian sementara tersebut. Ia juga mengaku keputusan memohon suntik mati merupakan niat sendiri.
Sementara Safaruddin, menyebutkan pihaknya akan menjelaskan semua yang dialami kliennya di pengadilan. “Kita tunggu di persidangan di sana kita akan paparkan semua persoalan yang dihadapi, hingga ia mengajukan permohonan ini,” sebutnya.
Sementara Humas PN Banda Aceh,Eddy SH mengatakan di Indonesia tidak dikenal dengan euthanasia. Pihaknya hanya dapat menerima permohonan, sementara keputusannya ada di hakim.
“Silahkan ajukan, atas dasar hukum kami tidak boleh tolak. Nanti kita proses kalau sudah ada dasarnya. Tapi yang pasti euthanasia tidak ada dalam hukum positif Indonesia, itu yang ada di Belanda,” sebutnya. (ibi/mai)

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Kebakaran di Gedung Kementerian ATR/BPN, Nusron Wahid Pastikan Dokumen Pertanahan Tidak Terbakar

9 February 2025 - 15:15 WIB

Polri temukan jenazah awak media yang hilang dalam insiden speedboat

9 February 2025 - 15:04 WIB

DPRA Dorong Qanun Penyelamatan Generasi untuk Masa Depan Anak Aceh

8 February 2025 - 18:12 WIB

TOMPi Dorong Pemuda Pidie untuk Kerja di Australia melalui WHV

8 February 2025 - 17:36 WIB

Cek Kesehatan Gratis Kado Ulang Tahun Dimulai 10 Februari 2025

7 February 2025 - 20:02 WIB

Saling Menuduh, Kisruh Pengurus Masjid Taqwa Gandapura Berlanjut

7 February 2025 - 19:26 WIB

Trending di UTAMA