Burung Migrasi tak Singgah di Lampulo

Agus Nurza, dari Aceh Birder sedang menjelaskan spesies burung yg berhasil ditangkap kamera Canon 80Dnya kepada Mahasiswa himpunan pencinta unggas, Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah

BANDA ACEH (RA) – Agus Nurza memperlihatkan hasil fotonya kepada mahasiswa Kedokteran Hewan Unsyiah, usai memotret seekor burung yang melintas di atas hutan Magrove. “Ini namanya burung Kuntul Kerbau,” katanya menjelaskan spesies burung yang berhasil di tangkap Kamera Canon 80D nya.

Dia dan 50 mahasiswa pencinta burung itu, sedang melakukan field trip untuk menyaksikan langsung migrasi burung dari benua Asia, Australia, Amerika dan China. Namun, pengamatan tersebut gagal sebab dua kali mereka pindah tempat sajak pukul 15.00 hingga 18.00 WIB, dan tidak berhasil mengamati burung itu dengan menggunakan teropong.

Awalnya mereka sudah menyusuri Lampulo. Di sana yang kaya dengan tambak ikan dan beberapa hutan Bakau, biasanya akan hinggap burung-burung yang bermigrasi tersebut. Akan tetapi, Agus Nurza terpaksa mengatakan kepada peserta pencinta burung itu, “Kita cari tempat lain saja,” katanya pada Yasir, sang ketua panitia World Migratory Bird Day 2017, FKH.

“Untuk habitat burung mingran ini banyak berubah. Tahun lalu di Lampulo, kami masih bisa menyaksikan burung-burung itu. Batu pemecah ombak, di pinggir laut, juga mempengaruhi pasang surut air laut, dan mempengaruhi pakan burung yang tersedia,” jelas Leader Birder itu.

Tak hanya itu, sampah juga sangat mempengaruhi burung yang singgah. Burung migrasi yang butuh tempat singgah karena perjalanan jauhnya dan berhenti di jalur migrasi ini, harusnya bisa bertahan sebelum melanjutkan perjalanan. “Burung itu, ada yang hanya transit, ada juga yang singgah langsung balik lagi. Dan ada pula yang menetap selama 6 bulan, tergantung musim di tempat asalnya,” terang dokter hewan itu.

Burung Kuntul Kerbau yang ia jelaskan kepada mahasiswa itu, memiliki pola terbang melawan arah angin. Jenis burung satu itu, membutuhkan energi banyak terbang dan memerlukan pakan cukup. “Kini, di samping sawah sudah dibangun jalan. Dulu di sana, Burung Bentet Coklat sering bertengger,” kenangnya.

Rubama, yang juga Leader Birder, mengatakan biasanya burung yang akan mereka amati itu, nantinya akan bisa diidentifikasi jenis dan asalnya. Dia melihat, field trip ini dapat menumbuhkan simpati dari mahasiswa untuk melindungi satwa liar.

“Saya suka tema Bird Day tahun ini, Masa Depan Satwa Liar Masa Depan Manusia. Karena salah satu indikator untuk melihat ekosistem kita masih bagus atau tidak, ya dari keberadaan burung di lingkungan tempat manusia tinggal,” terang Perempuan yang biasa disapa Ru itu.

Ia mengatakan, Indonesia yang menjadi jalur migrasi burung tersebut harusnya lebih diperhatikan untuk tidak malakukan pembangunan disembarang pesisir. “Ketika wilayah kita tidak lagi menjadi wilayah singgahnya burung, pertanada bahwa lingkungan kita sudah rusak,” tutupnya. (mag-77/rif)