TASIKMALAYA (HARIANRAKYATACEH.COM) – Pemerintah Indonesia akan mengambil peran aktif mengatasi konflik pemutusan hubungan diplomatik terhadap Qatar. Presiden Joko Widodo telah menghubungi pihak-pihak terkait untuk memperjelas duduk persoalannya sebelum masuk lebih jauh.
Jokowi menuturkan, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar punya peran strategis untuk menengahi masalah di Timur Tengah itu. Tapi, Jokowi ingin terlebih dahulu tahu masalah utama yang menyebabkan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Belakangan pemerintah Yaman, Libya, Maladewa, dan Mauritania ikut serta.
”Tadi malam saya telepon Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Emir Qatar. Saya sebetulnya masih mencari peluang, problemnya sebetulnya apa sih kok sampai benturannya sangat kerasnya,” ujar Jokowi di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, kemarin (10/6).
Selain itu, Jokowi juga menghubungi Putra Mahkota Uni Emirat Arab untuk memperjelas duduk perkaranya. Untuk menambah informasi lebih lengkap, Jokowi telah menelepon Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Jokowi yakin Indonesia bisa menjadi penengah. Sebab, dalam perkara itu Indonesia berposisi netral di Timur Tengah. Dia juga mencontohkan Indonesia bisa membuka konsulat kehormatan di Palestina setelah sekian puluh tahun belum bisa terlaksana. ”Alhamdulillah tahun kemarin kita sudah memiliki konsulat (kehormatan) di Palestina, ini perkembangan baik,” kata dia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun sudah sudah mengambil inisiatif menjalin komunikasi dengan Duta Besar Arab Saudi Osama bin Mohammed Abdullah al-Shuaibi dan Duta Besar Qatar YM Ahmad bin Jassim Mohammed Ali Al-Hamar. Mereka dipanggil Jumat (9/6) lalu di kantor wakil presiden secara terpisah. Inti pertemuan itu juga untuk mengetahui duduk persoalan.
Akademisi hubungan internasional Evi Fitriani menuturkan Indonesia memang sangat berpeluang menjadi penengah dalam konflik di negara teluk. Faktornya bukan hanya karena Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, tapi juga pengalaman selama ini. Seperti Arab Saudi dan Iran, Kamboja dan Thailand, serta Kamboja dan Vietnam.
”Tapi sebagai mediator itu kita harus punya energi yang cukup untuk resolusi. Harus dipilih orang yang cocok. Pak JK (wakil presiden Jusuf Kalla) bisa saja memainkan peran tersebut,” ujar Evi. Dia beralasan JK punya pengalaman dalam mendamaikan di banyak konflik. Bukan hanya dalam negeri, tapi juga luar negeri.
Dia menuturkan, salah satu masalah utama di Timur Tengah adalah Qatar yang berfikir lebih maju dan moderat. Dia tidak yakin Qatar mendukung gerakan garis keras. Kemungkinan besar hanya mau mendengarkan keluhan-keluhan mereka. ”Tidak ada untungnya bagi Qatar mendukung dan mendanai teroris,” ungkap dia.
Dia yakin terorisme sebenarnya lahir dari frustasi dan ketidakadilan. Selain itu, terorisme atau gerakan radikal sejatinya sebagai perlawanan terhadap kapitalisme.
”Saya curiga Qatar menjaga stabilitas kawasannya dengan cara mendengar keluhan-keluhan seperti itu. Nah itu tidak disukai negara tetangganya,” kata dia.(jun/oki/fed)