Ini Sumpah Kedua

PELANTIKAN: Presiden Indonesia, Jokowi dengan Gubernur Aceh, Irwandi usai pelantikan di Gedung DPRA Banda Aceh, Rabu (5/7). FOR RAKYAT ACEH

BANDA ACEH (RA) – Usai dilantik Mendagri Tjahjo Kumolo, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyampaikan beberapa hal terkait pembangunan Aceh lima tahun mendatang. Mengawali pidato perdananya sebagai gubernur, ia menyampaikan terimakasih pada seluruh masyarakat Aceh atas amanah yang telah diberikan.

“Bagi saya pribadi, ini adalah sumpah dan pelantikan yang kedua sebagai gubernur, terimakasih rakyat Aceh yang telah memberi kepercayaan pada saya. Kepercayaan yang telah diberikan ini, saya haqul yakin bahwa bersama-sama kita akan membuat Aceh lebih baik, lebih sejahtera, lebih adil, lebih bermartabat, dengan cahaya Islam yang memberi rahmat bagi semuanya,” paparnya.

Irwandi juga mengisahkan tentang Aceh telah melewati masa sulit yang panjang, perang dan konflik bersenjata. Kini generasi baru Aceh memiliki harapan yang besar akan perubahan kualitas hidup mereka, akan sebuah zaman yang lebih baik dari generasi sebelumnya.

“Rakyat telah mencatat bahwa para pemimpin datang dan pergi dengan beragam program dan janji pembangunan, baik pada saat bumi Aceh kaya raya dengan gas, juga pada saat konflik bersenjata, serta pada saat perdamaian dengan membawa harapan baru akan kemajuan,” kata Irwandi.
Bagaimanapun juga sambung Irwandi, rasa pedih dan kecewa yang pernah ada, atas janji yang tak sampai, atas program yang tak berjalan, tak akan membuat kita semua patah semangat, lalu bersikap apatis dan sinis atas kenyataan yang ada.

“Saya percaya kesempatan masih terbuka, sejarah membuktikan rakyat Aceh berjiwa patriotik yang tidak mudah putus harapan. Banyak catatan sejarah menyaksikan, rakyat Aceh dibentuk dan dipandu oleh iman Islam, selalu berikhtiar dan bekerja keras mewujudkan yang terbaik ‘Meunyoe eik ta ayon ngon ta antoek, dalam bak jok diteubiet nira’ yang maknanya jika kita bekerja keras mengolah sesuatu, bahkan dalam pohon ijuk yang keras dan pahit kita bisa mengambil manisnya air nira,” tuturnya.
Amanah yang dipercayakan untuk memimpin pemerintahan Aceh lima tahun mendatang, adalah tugas maha

berat dan sangat membutuhkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat Aceh, dan juga Pemerintah Pusat. Karena amanah yang dititipkan itu bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, atau golongan tetapi untuk seluruh rakyat Aceh.

Oleh karena itu, dengan berbagai kemudahan yang terbuka bagi Aceh seusai MoU Helsinki, baik dalam soal anggaran belanja dan pembagian hasil sumber daya alam, yang belum lagi sepenuhnya mampu mewujudkan harapan dan mimpi akan kehidupan masyarakat Aceh yang lebih baik.
Maka menurutnya, dalam lima tahun ke depan, banyak persoalan yang harus diselesaikan, seperti peran ekonomi sektor swasta belum begitu berkembang, investasi dan industri masih belum mencapai tingkat yang diharapkan.

Bahkan Aceh sangat rawan krisis soal energi dan pangan, infrastruktur pembangunan juga masih belum merata, ketimpangan pendapatan masih membentuk jurang yang menganga, sementara sumber daya manusia Aceh yang cakap dan terampil masih jarang, tingkat kesehatan ibu dan anak masih berada di daftar terbawah dibandingkan daerah lainnya, semua itu adalah problem nyata Aceh.
Begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tentu saja, ekonomi daerah Aceh harus dibangun kembali dengan konsep yang tepat, dengan ikut mempertimbangkan potensi ekonomi kawasan di Selat Malaka dan Asia Tenggara bahkan dunia yang lebih luas.

Selain itu untuk tugasnya kedepan tidak hanya mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, tapi juga mempersiapkan fondasi ekonomi baru yang lebih kokoh untuk pembangunan Aceh yang berkelanjutan.
“Insya Allah, dalam memegang amanah kendali pemerintahan Aceh ke depan, kami belajar dari kekurangan dan mungkin juga kesalahan masa lalu, serta memetik pelajaran dari keberhasilan yang pernah ada untuk dilanjutkan dan ditingkatkan menjadi lebih baik lagi,” paparnya.(mag-71/mai)