MEUREDU (RA) – Perselisihan pasangan suami istri yang berujung pada perceraian di kabupaten Pidie Jaya masih tinggi. Dari 98 kasus yang masuk ke Mahkamah Syariah setempat hingga Agustus, istri lebih dominan menggugat cerainya suaminya. Kasus gugat cerai yang dilayangkan para istri tersebut dipengaharui beberapa faktor.
Penitera Pengganti Mahkamah Syariah Pidie Jaya, Masykur menyebutkan tiap tahun, kasus gugat cerai yang dilayangkan istri terhadap suami merupakan angka tertinggi. Pada tahun 2017 ini, dari 98 kasus perceraian, sebanyak 75 kasus merupakan gugat cerai yang didaftarkan istri.
“Kasus istri menggugat cerai suami tiap tahun tetap tinggi. Tahun ini istri yang sudah mendaftarkan gugatan suaminya sebanyak 75 kasus,” ungkap Masykur, Rabu (6/9).
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan istri gugat cerai suaminya. Faktor yang paling banyak suami selingkuh, poligami dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta faktor ekonomi.
Sedangkan kasus cerai talak yang dilayangkan suami karena merasa tidak cocok lagi, suami tak dilayani dengan baik, maupun pengaruh pihak ketiga.
“Yang pasti tingginya kasus istri menggugat cerai suami karena faktor perselisihan dan tidak ada tanggungjawab dari suami. Dan dipoligami serta faktor ekonomi tidak banyak,” sebutnya.
Ditambahkan Masykur, namun jumlah kasus yang sudah diterima dan disidangkan Mahkamah Syariah Pidie Jaya itu, masih sedikit dari tahun sebelumnya. Katanya, tahun 2016 kasus perceraian yang tercatat di pengadilan agama sebanyak 154. 108 kasus istri gugat cerai dan 46 kasus cerai talak.
Sedangkan tahun 2015, sebanyak 117 kasus dengan 74 istri menggugat cerai suami dan 43 kasus suami menalak istri.
“Jumlah ini masih sedikit jika di bandingkan dengan tahun sebelum. Tapi kemungkinan bertambah masih saja bisa terjadi,” pungkasnya.(mag-78/mai)