Harianrakyataceh.com – Partai Golkar saat ini dinilai seperti dalam kondisi buah simalakama atau serba salah. Pasalnya Golkar harus memilih, merelakan etua umumnya Setya Novanto yang sudah ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP. Atau Partai Golkar melawan rakyat.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, sikap Golkar yang masih mempertahankan Setya Novanto sebagai ketua umum dan ketua DPR saat ini sama saja dengan sikap melawan kehendak rakyat.
“Saya kira kita semua tahu, bahwa rakyat hari ini menginginkan Setya Novanto mundur dari posisinya sebagai ketum Golkar dan ketua DPR. Pemberitaan tentang Setya Novanto akhir-akhir ini bagaikan sinetron berseri yang tak ada habis-habisnya,” kata Ujang, Minggu (25/11).
Dia menambahkan, pemberitaan tersebut bukan mengangkat popularitas Partai Golkar. Sebaliknya, merupakan kampanye hitam gratis bagi partai berlambang pohon beringin tersebut.
Menurut Ujang, situasi ini juga menyadari bahwa Novanto masih memiliki kekuatan untuk mempertahankan kekuasaannya. “Novanto mugkin saja memegang kartu AS di Internal Golkar, tapi menurut saya dia lebih elok dan negarawan jika rela melepas jabatan yang melekat pada dirinya,” ujar dia.
Novanto harus menyadari, kasus hukum yang dihadapinya saat ini membuat citra dan elektabilitas Partai yang dipimpinnya menjadi merosot. Bahkan, kata Ujang, Novanto harus tahu bahwa DPR juga di mata masyarakat bagaikan lembaga legislatif yang tidak lagi mewakili suara rakyat.
“Itu semua karena kasus hukum Novanto saat ini,” tegas Ujang.
Untuk itu, menurut Ujang Partai Golkar harus memilih, mempertahankan Novanto atau melawan rakyat. Jika tetap mempertahankan Novanto, kata Ujang, konsekuensinya Golkar akan mendapat hukuman dari rakyat di Pilkada dan Pilpres nanti.
“Golkar akan dihukum rakyat dengan tidak dipilihnya Golkar di Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019 nanti jika masih mempertahankan Novanto,” tutup Ujang.
(cr2/JPC)