Harianrakyataceh.com – Setelah kelompok militan radikal ISIS kalah di Syria, perhatian dunia terhadap perang sipil di republik tepi Laut Mediterania itu berkurang. Padahal, setiap hari pertempuran masih terjadi.
Kota Idlib masih menjadi panggung anyar perebutan kekuasaan antara oposisi dan rezim Presiden Syria Bashar Al Assad. Minggu malam, (7/1) waktu setempat, ledakan bom mengguncang kawasan Ajnad Al Qawqaz, Idlib. Sedikitnya 23 nyawa melayang.
Pada hari yang sama, pasukan pemerintah dan militer Rusia melancarkan serangan maut di beberapa titik di Idlib. Tidak kurang dari 21 warga sipil tewas. Empat di antaranya adalah anak-anak dan sebelas lainnya perempuan.
“Ini bukan serangan udara biasa. Rezim (Assad) mulai berusaha menguasai Idlib. Tujuan (serangan udara) kali ini tidaklah sama,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu sebagaimana dikutip Al Jazeera.
Sebagai salah satu kekuatan militer di Idlib, Turki mengecam serangan yang merenggut nyawa lebih dari 40 warga sipil tersebut.
Kementerian Luar Negeri Turki memanggil Philip Kosnett, charge d’affaires Amerika Serikat (AS), untuk melayangkan protes. Menurut Ankara, dukungan AS terhadap pejuang Kurdi di Syria menjadi salah satu penyebab langgengnya konflik di negara tersebut.
Sebab, AS tidak hanya memberikan dukungan moral, tapi juga senjata terhadap kelompok anti pemerintah tersebut.
“Ankara menyampaikan langsung kritik tersebut kepada diplomat tertinggi AS di Turki itu,” ungkap salah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Turki.
Sejak Duta Besar AS untuk Turki John Bass meninggalkan Ankara pada 2017, segala urusan diplomatik ditangani Kosnett. Saat ini dia adalah diplomat tertinggi AS di Turki. Sebab Washington belum juga mengirimkan pengganti Bass.
Sebelum memanggil Kosnett, Kementerian Luar Negeri Turki memanggil Duta Besar Rusia dan Iran. Kepada dua dubes itu, Ankara memprotes serangan di Idlib. “Rusia dan Iran harus ikut bertanggung jawab. Sebab, kalian adalah pendukung sekaligus penjamin rezim (Assad),” tegas Cavusoglu di hadapan Dubes Rusia Alexei Yerkhov dan Dubes Iran Mohammad Ebrahim Taherian Fard.
Cavusoglu lantas mendesak Rusia dan Iran untuk menghentikan kebrutalan rezim Assad. Dia juga menyayangkan partisipasi militer Rusia dalam serangan udara di Pangkalan Udara Abu Al Duhur, Khan Sheikoun, Al Tamanaa, Maarat Al Numan, dan Jarjanaz pada Minggu. Menurut dia, 95 persen serangan yang menewaskan banyak warga sipil dilancarkan rezim Assad dan kelompok militer pendukungnya.
Kemarin Associated Press melaporkan bahwa eksodus warga sipil Idlib menuai keprihatinan PBB. Sejak akhir tahun, jumlahnya mencapai 100.000 orang.
Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Raad Al Hussein mengecam semua pihak yang dianggap tak berupaya meredam konflik di Syria.
(hep/c10/dos)