IDI (RA) – Polres Aceh Timur akhirnya berhasil mengungkapkan kasus pembunuhan Bunta, gajah jinak di Conservasi Respons Unit (CRU) beberapa waktu lalu. Dalam pengungkapan itu, polisi berhasil meringkus dua orang terduga terlibat dalam pembunuhan gajah terlatih tersebut.
“Benar pihak kami telah mengungkap kasus pembunuhan gajah jinak pada Sabtu (9/6). Dua terduga pelaku telah kami amankan di Mapolres Aceh Timur bersama barang bukti gading gajah dengan panjang 126 centimeter berbobot sekitar 12 kilogram,” kata Kapolres Aceh Timur kepada Rakyat Aceh, Senin (2/7).
Sementara itu, terkait pengungkapan kasus ini Kapolres Wahyu belum bisa menyebutkan identitas kedua terduga pelaku demi kelancaran pendalaman penyelidikan.
“Untuk identitas masih belum bisa kita publikasikan, sebab kita sedang melakukan pengembangan siapa saja yang terlibat dalam kasus ini,” imbuh Wahyu.
Ditanyai mengenai kronologi penangkapan, kapolres menjelaskan kedua terduga diringkus tim Resmob di lokasi persembunyian dalam kawasan pedalaman Peureulak, Jumat (29/6).
Saat itu polisi turut pula amankan barang bukti gading yang belum sempat diserahkan tersangka pada penadah.
“Keduanya ditangkap dihari yang sama. Sementara barang bukti dikubur pada salahsatu tempat yang disembunyikan terduga selama ini,” ucap Kapolres.
Hingga berita ini diturunkan, polisi masih merahasiakan peran kedua terduga.
“Peran keduanya masih dalam pengembangan petugas kami di lapangan. Inysa Allah dalam waktu dekat ini akan kita kabarkan lewat konfrensi pers resmi kepolisian,” ungkap Kapolres.
Sebelumnya diketahui, awal Juni lalu dunia konservasi dikejutkan dengan matinya seekor gajah jinak secara tragis yang di CRU Serbajadi Lokop Aceh Timur. Kematian hewan dilindungi ini sempat menuai kecaman publik dari LSM bersinggungan, tokoh masyarakat hingga Gubernur Aceh.
Dikendalikan Jaringan Pemburu
Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA) Provinsi Aceh, Sapto Aji Prabowo berharap dengan penangkapan para tersangka ini diharapkan dapat membuka jaringan pemburu binatang dilindungi.
Ia menduga masih banyak beredar di Aceh mengincar binatang-binatang yang dilindungi.
“Kita duga memang ada jaringan pemburu dan perdagangan gelap binatang dilindungi dari kasus ini.
Jaringan ini mengendalikannya dari luar Aceh dengan operasionalnya penduduk lokal. Dengan kerja sama semua, diharapkan dapat menumpas jaringan ini,” tukasnya. (mag-75/mai)