LANGSA (RA)-Sejumlah pengunjung kawasan wisata Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau taman hutan Kota Langsa, mengeluhkan pemberlakuan tarif pada sejumlah wahana hiburan yang ada dalam kawasan wisata dimaksud. Pasalnya, akibat pemberlakuan tarif tersebut, banyak pengunjung tidak bisa menikmati wahana hiburan karena keterbatasan dana, Selasa (8/1).
Sebagaimana diungkapkan oleh Martonis (30) salah seorang pengunjung wisata hutan kota asal Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur kepada Rakyat Aceh, kemarin. Menurutnya, pemberlakuan tarif pada sejumlah wahana dalam hutan kota sangat memberatkan bagi sebagian pengunjung dengan ekonomi rendah untuk menikmati sarana hiburan.
“Karena masuk dalam kawasan wisata saja kita sudah membayar retribusi sebesar Rp. 5.000 perorangan untuk segala usia, sampai di dalam untuk menikmati wahana hiburan seperti rumah pohon, rumah adat Aceh, flying fox dan bebek dayung kita juga harus mengeluarkan biaya lagi. Bahkan ironinya biayanya pun sangat mahal karena pengutipan perjiwa bukan per wahana seperti bebek dayung dan flying fox,” sebut Martonis.
Dijelaskannya, untuk menikmati liburan keluarga di kawasan wisata hutan Kota Langsa saat ini pengunjung harus mengeluarkan biaya yang lumayan tinggi. Apalagi bila membawa anggota keluarga yang banyak, karena setiap wahana liburan yang dinikmati harus membayar tarif per individu.
Lanjutnya, seperti wahana rumah pohon, pengunjung harus membayar tarif Rp. 2.000 per orang untuk naik dengan limit waktu 10 menit. Begitu juga dengan rumah adat Aceh, pengunjung harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.000 per orang dengan limit waktu 20 menit.
“Untuk dua wahana ini saja pengunjung sudah harus mengeluarkan biaya Rp. 4.000 perorangnya, bayangkan dalam satu keluarga membawa anggotanya yang banyak, untuk menikmati dua wahana ini saja sudah mengeluarkan biaya mencapai besar. Belum lagi dengan wahana lainnya seperti flying fox dan bebek dayung yang harus membayar tarif Rp. 10.000 per orang,” sebut Martonis lagi.
Tambahnya, bila biaya tarif yang mahal seperti ini terus dipertahankan, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat luar Langsa akan enggan untuk datang. Hal ini akan berdampak terhadap berkurangnya jumlah pengunjung, terutama dari kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah yang selama ini telah mengandalkan kawasan wisata hutan kota Langsa sebagai objek wisata favorit yang dikunjungi saat hari libur. (dai/msi)