SUBULUSSALAM (RA) – Seorang balita yang bernama Rifqi Hamizan yang baru berumur 4 bulan warga Desa Jabi – jabi, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam terus menangis dan meminta digendong ibunya. Sebab, anak pertama dari pasangan Rahmad Sembiring dan Jatiah ini didiagnosis oleh dokter menderita kelainan jantung yakni bocor jantung.
Jatiah ibu Rifqi Hamzan tinggal di gubuk ibunya yang reot berdindingkan papan kepada Rakyat Aceh, Jumat (25/1), bersama nenek Rifqi Hamizan yang sudah berumur 65 tahun menceritakan keluh kesah mereka terkait penyakit yang diidap cucu dari anak keduanya.
Sesekali, nenek Rifqi menangis sambil cerita saat mereka diberi resep oleh dokter untuk membeli obat ke apotek seharga Rp 50 ribu mengaku tidak memiliki uang.
Bahkan, untuk menebus resep itu Ia terpaksa harus meminjam ke tetangga. “Kami orang tidak mampu, untuk membeli obat sirup ini saja saya harus mancari pinjaman dengan tetangga,”ungkapnya dengan deraian airmata.
Diceritakan nenek Kamariah, sebelumnya Ia sudah pernah membawa cucunya ke Rumah Sakit, dan pihak rumah sakit sudah menyarankan agar cucunya dibawa ke Rumah Sakit Medan atau atau Banda Aceh.
Namun, karena tersandung masalah biaya hidup untuk mendampingi itulah menjadi alasan, sehingga mereka mengurungkan niat untuk di rujuk. Kamariah sebagai buruh penggiling daun puri ini mengaku biaya makan mereka sehari-hari saja terancam, konon pergi ke Banda Aceh.
Terlebih menantunya ayah dari Rifqi Hamizan, sudah lama pergi meninggalkan istri dan anaknya, dan hingga kini tidak diketahui, bahkan tidak pernah memberi kebutuhan hidup mereka.
“Menantu saya ayahnya Rifqi sudah lama tinggalin anak istrinya. Nafkah dan uang belanja juga tak dikasih, jadi, sekarang ini kami lah yang membiayai kebutuhan sehari-hari.
Saya rela kerja dan saya tekankan kepada anak saya agar jaga cucu saya yang sakit ini, biar saya saja yang bekerja sebagai buruh penggiling daun puri. Saya rela asal cucu saya jangan menangis. Sebab, Rifqi selalu minta di gendong, karena kalau dibaringkan dia selalu menangis dan merintih,”ungkap Kamariah.
Kamariah mengaku, hasil dari menggiling daun puri yang ia dapat dari warga tak menentu. Sebab, tidak setiap hari ia bekerja. Karena kwatir keadaan cucunya, Kamariah mengerjakan penggilingan daun puri ke rumahnya agar bisa melihat cucunya.
“Memang di rumah ada ibunya yang menjaga, tapi saya kwatir, makanya saya tetap membawa daun puri ke rumah, di sini saya kerjakan biar sambil melihat cucu. Saya enggak sanggup melihat cucu saya sering menangis. Kadang saya berdoa agar Allah memindahkan penyakit Rifqi kepada saya,”ungkapnya.
Sementara mendapat kabar derita Rifqi, tim Yayasan Advokasi Rakyat Aceh Perwakilan (YARA) Kota Subulussalam langsung turun ke kediamannya, dan menyarankan agar di rujuk ke Banda Aceh.
Mengenai keluhan biaya, YARA mengaku pihaknya akan melakukan aksi penggalangan ke masyarakat. “Yang terpenting sekarang ini Rifqi harus segera dirujuk. Kami akan coba membantu untuk menggalang dana buat mereka,”kata Edi Sahputra Bako selaku Ketua YARA Subulussalam.
Edi pun berharap kepada masyarakat untuk bersama-sama membantu dan meringankan beban keluarga Kamariah demi kesembuhan cucunya. Sebab, kata Edi, sangat tidak tahan melihat keadaan Rifqi dengan kondisi badan yang terus kurus dan selalu menangis karena kesakitan “Kami menghimbau masyarakat dimanapun berada untuk sama-sama membantu biaya keberangkatan keluarga Rifqi ke Banda Aceh nantinya,” pinta Edi.
Mendapat penawaran dari tim YARA, Jatah ibu Rifqi awalnya sempat menolak untuk pergi ke Banda Aceh. Sebab, yang ia pikirkan selain mengenai biaya, Jatiah juga kwatir ke Banda Aceh karena tidak ada yang mendampingi.
Sebab, kata Jatiah, ia sendiri belum pernah ke Banda Aceh “Selain mengenai dana, saya belum pernah ke Banda Aceh. Nanti siapa kawan kami apalagi, karena kata orang rumah sakit, di Banda Aceh itu besar dan luas. Saya kwatir tidak ada yang mendampingi kami nantinya,” keluh Jatiah.
Namun setelah diberi pengertian oleh Ketua YARA, baru akhirnya Jatiah bersedia untuk membawa Rifqi ke Rumah Sakit Banda Aceh.
“Kami sudah menjelaskan bahwa hal itu tidak perlu dikwatirkan. Sebab, setibanya di Banda Aceh, ada lembaga kami nanti di sana yang akan mendampingi, bahkan bila diperlukan sampai ke Jakarta akan ada pihak lembaga yang mendampingi, Insya Allah, Senin atau Selasa sudah kita rujuk ke Banda Aceh. Saat ini kami lagi menggalang dana setelah terkumpul akan kita berangkatkan,” tutup Edi (lim/han)