MEULABOH (RA) – Mencapai dua meter lebih, lebar badan jalan penghubung Desa Blang Geunang – Desa Pelimungan, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat, amblas atau longsor tergerus arus banjir.
Petani kesulitan mengeluarkan hasil panen. Warga menyambangi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) kabupaten setempat.
“Kami datang resmi, sambil membawa surat permohonan ke kantor PUPR Kabupaten Aceh Barat. Meminta kondisi badan jalan amblas selebar 2-3 meter di Dusun Cot Bak Ue, harus segera ditangani oleh Pemerintah melalui Dinas PUPR,” ungkap Amran (40) Kepala Desa Pelimungan, Kecamatan Kaway, Jum’at (10/5) kemarin.
Detilnya, kondisi badan jalan makin melebar amblas berkisar 2-3 meter, dengan kondisi rawan longsor meluas sepanjang 30 meter. “Keadaan badan jalan amblas ini mulai terjadi sejak awal Tahun 2019 lalu, imbas tergerus arus banjir yang mengenangi kawasan itu,” urainya.
Keadaan badan jalan rusak demikian, terang Amran, telah menyebabkan masyarakat Desa Pelimungan dan warga Desa Blang Geunang mengalami kesulitan mengeluarkan hasil panen mereka untuk dipasarkan.
Lantaran, sambungnya, kondisi badan jalan yang tersisa atau belum mengalami longsor hanya selebar tiga meter. Alhasil tidak layak dilalui kendaraan jenis colt dump truk mini untuk mengangkut hasil panen petani.
“Paling bisa dilewati becak, atau mobil pick up kecil. Itupun lewat mobilnya harus hati-hati. Sayang, banyak sawah dan kebun warga di sebelah sana,” jelas Amran.
Seperti diutarakan Amirudin (41) warga Desa Pelimungan yang memiliki beberapa hektar kebun sawit. Ia mengaku sangat terjepit dengan kondisi badan jalan rusak demikian.
Lantaran harus melangsir hasil panen buah tandan segar (TBS) sawitnya dengan memanfaatkan kendaraan becak roda tiga.
“Harus langsir berkali-kali tumpuk di luar jalan rusak dulu. Nanti baru dijual,” detilnya.
Kesulitan ini, terang Amirudin, menyebabkan dirinya harus mengeluarkan uang lebih, karena biaya tambahan dari melangsir TBS untuk dapat melewati badan jalan rusak.
“Biasanya biaya ongkos langsir muat dengan colt dump truk biaya Rp 200 ribu sekali jalan.
Sekarang pengeluaran biaya bisa lebih besar,” keluhnya.
Namun ia mengaku tetap rutin memanen TBS sawit dari kebunnya, lantaran telah menjadi penghasilan tetap baginya, untuk membiayai segala kebutuhan keluarganya.
“Simalakama juga ini, kalau tidak dipanen, tidak ada uang. Tapi jika dipanen untung cuma sikit karena ada tambahan biaya pengeluaran melangsir sawit itu,” ucapnya.
Terpisah, Kepala Dinas PUPR Bukhari yang ditemui media ini, meminta petani dari dua desa jangan terus berlarut resah dengan kondisi jalan ambas tersebut. Instansinya telah melakukan telaah lapangan.
Langkahnya, akan segera akan melakukan penanganan secara darurat. “Rusak atau abrasi badan jalan ini bagian dari bencana, usai amblas tergerus banjir genangan,” katanya.
Target Bukhari, beberapa pekan kedepan, akan melakukan pencegahan ambrasi meluas dengan memasang tanggul dari batang kepala di tepian alur sungai kecil, sepanjang 30 meter. Namun jika hasil kajian masih kurang sempurna, maka tidak tertutup kemungkinan akan dipasang beronjong.
“Petani minta cepat. Kita tangani darurat dahulu dengan batang pohon kelapa,” jawabnya.
Penanganan badan jalan amblas ini, ucap Bukhari, akan memanfaatkan dana rutin atau biaya rutin yang terdapat dalam mata anggaran Dinas PUPR Aceh Barat Tahun 2019.(den)