BANDA ACEH (RA) – Museum Aceh kembali menggelar seminar dengan tema “Museum Aceh sebagai sumber Informasi, Inspirasi dan Bukti kekayaan Intelektual” di Aula Museum Aceh, Banda Aceh, Rabu (26/6) pukul 08.30 WIB.
Seminar tersebut menghadiri empat narasumber yaitu Dra. Junaidah Hasnawati, Kepala UPTD Museum Aceh, Kamaruzzaman Bustamanm Ahmad, Ph.D, dosen Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry, Hermansyah, M.Th.,MA.Hum, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry dan Filolog Aceh, dan Dedi Satria S.S, penggiat Arkeologi Aceh.
Seminar permuseuman yang dibuka Kepala Disbudpar Aceh, Jamaluddin, SE, M.Si, Ak yang diwakili oleh Plt. Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Suburhan, SH menyambut baik dan mendukung atas dilaksanakannya seminar tersebut di Museum Aceh dengan tema “Museum Aceh : Sumber Informasi, Inspirasi dan Bukti kekayaan Intelektual” yang di selenggarakan oleh UPTD Museum Aceh.
“Perlu kita ketahui bahwa perkembangan dunia permuseuman saat ini di indonesia, bahkan di dunia telah mengalami perubahan yang sangat pesat.
Perkembangan tersebut terlihat dari paradigma baru yang memandang bahwa museum tidak hanya menjadi tempat menyimpan barang kuno dan antik, seperti anggapan masyarakat pada umumnya, tetapi museum harus terus berusaha untuk menciptakan pengalaman dan pemahaman baru bagi para pengunjungnya,” ujar Plt. Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Suburhan, SH, Rabu (26/6).
Museum sebagai lembaga yang menyimpan, memelihara dan memamerkan koleksinya diharapkan juga mampu berusaha maksimal berperan aktif sebagai lembaga edukasi non formal dan tempat menggali ilmu pengetahuan yang kelak diharapkan mampu membentuk karakter generasi bangsa selanjutnya. Seperti yang tertera dalam tiga pilar permuseuman Indonesia. Yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, pembentukan kepribadian bangsa dan
memperkokoh ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Hal tersebut diungkapkan Plt. Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Suburhan, SH, saat memberikan kata sambutan sekaligus membuka kegiatan seminar permuseuman yang berlangsung di Museum Aceh.
Suburhan, SH juga menambahkan, Di era pesatnya perkembangan teknologi dan informasi atau yang lazim kita sebut dengan era millenial saat ini, terkadang berdampak pada lompatan
peradaban lintas negara yang bukan tidak mungkin mampu meruntuhkan totalitas dan identitas budaya lokal untuk kemudian berubah menjadi tatanan global yang homogen.
Indikasi ini dapat terlihat dengan menghilangnya batas-batas kebudayaan sehingga budaya asli mulai dilupakan. “Jika kondisi ini terus berlarut, perlahan-lahan jati diri kita akan hilang tertelan oleh budaya luar.
Oleh karena itu siapa pun kita dan dimana pun kita berada, keikutsertaan dalam menjaga jati diri bangsa yang beragam dan berbudaya sangatlah dibutuhkan, apalagi mengingat daerah kita Aceh adalah daerah yang bersyariat islam dengan keragaman budayanya yang kaya akan nilai-nilai luhur kehidupan,” jelas Suburhan, SH.
Kepala UPTD Museum Aceh Dra. Junaidah Hasnawati, Museum Aceh sesuai dengan visi misi museum sebagai lembaga edukasi non formal.
Meningkatkan kesadaran semua pihak terkait tentang pentingnya lembaga museum sebagai pilar peradaban sebuah bangsa.
Mengharapkan perhatian dan peran serta semua pihak agar museum kembali bangkit sesuai dengan salah satu visi dan misi gubernur Aceh yaitu Aceh yang bermartabat, Rabu (26/6).
Museum Aceh saat ini telah berusia 104 tahun sejak didirikannya tahun 1915 dan memiliki lebih dari 6000 koleksi yang terdiri dari 10 jenis koleksi yang merupakan khasanah kebudayaan bangsa dan bukti kekayaan intelektual kita di masa lalu.
Melalui kegiatan seminar ini diharapkan kita mengenal lebih dekat mengenai koleksi Museum Aceh dari berbagai sudut pandang ilmu yang akan dipaparkan oleh narasumber dan meningkatkan minat berkunjung serta memanfatkan koleksi museum sebagai bahan pembelajaran.
Hal tersebut diungkapkan kepala UPTD Museum Aceh Dra. Junaidah Hasnawati saat memberikan kata sambutan kegiatan seminar permuseuman yang berlangsung di Museum
Aceh, Rabu (26/6). (ril/rif)