MEULABOH (RA) – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Aceh mengkaji ‘dunia usaha’ merupakan solusi paling tepat untuk menekan angka kemiskinan di daerah itu. Agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya selalu bertumpuan pada dana pemerintahan semata.
“Di Aceh saat ini, pertumbuhan ekonomi sangat lesu dan masih saja terlihat condong dengan dana dari pemerintah saja,” kata Ketua Bidang Ekonomi & Perbankan HIPMI Aceh, Said Rizqi Saifan, SE, Senin (8/7).
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS), sambung Said, menunjukan angka kemiskinan di Aceh sangat memprihatinkan dan tergolong tinggi untuk wilayah Sumatera.
Ia mengharapkan pemerintah harus memberikan perhatian penuh terhadap kondisi ini. Dengan berusaha mencari solusi paling tepat untuk menekan kian meningginya angka kemiskinan di Aceh. “Pemerintah Provinsi Aceh maupun kabupaten/kota se-Aceh harus menaruh perhatian khusus untuk menangani masalah kemiskinan ini,” pintanya.
Seharusnya, kata Said, dukungan dana Otsus dan APBA yang besar dimiliki Aceh, tentu telah mampu memberikan hasil positif terhadap perkembangan perekonomian di Aceh. “Hal ini perlu kita pikirkan bersama agar pelaku usaha di Aceh tidak semata bertumpu proyek-proyek yang bersumber dari pemerintah saja,” ujarnya.
Salah satu fokus pengembangan yang harus diterapkan, adalah mengandeng sektor ekonomi mikro dan UMKM karena sektor tersebut mampu membantu masyarakat Aceh agar dapat lebih baik dan mandiri tanpa ketergantungan dengan kebiasaan proyek-propyek pemerintah.
Said melihat kekurangan yang selama ini terdapat pada pelaku usaha di Aceh, karena tidak memiliki akses pasar bagus. Imbasnya, kebanyakan dari pembisnis harus bernasib sial sampai merugi (gulung tikar) sebab masih ketergantungan dan terbentur dengan regulasi provinsi tetangga.
“Kondisi ini juga saya paparkan saat menghadiri acara Asosiasi pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Otonomi EXPO 2019 di JCC jakarta pada 6 Juli 2019, lalu,” ungkapnya.
Disayangkan Said, saat event nasional seperti Otonomi EXPO 2019 Jakarta, ia mengaku tidak melihat ada satupun stand berasal dari kabupaten/kota se-Aceh yang turut memamerkan produk-produk unggulan dari daerah masing-masing. ”Padahal itu merupakan momen tetap kita (Aceh) mencari pasar bagus dengan memperkenalkan produk serta potensi UMKM asal Aceh,” urainya.
Said menyarankan perlu adanya ‘duek pakat’ antara pemerintah dan pelaku usaha di Aceh agar dapat bersama-sama mencari solusi dengan melihat peluang pasar bagus bagi ekonomi mikro dan UMKM Aceh.
Ia melihat fokus pembahasan angka kemiskinan ini lebih penting dicarikan solusi, ketimbang berkosentrasi pembahasan rencana melegalkan poligami di Aceh.(den)