Menu

Mode Gelap
Klasemen Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026, Timnas Indonesia Gagal Melesat ke Posisi 2 Aiyub Abbas Percayakan Estafet Bangun Pidie Jaya Pada Said Mulyadi Kasus Dugaan Penyiraman Cabai di Aceh Barat Berakhir Damai Belum Penuhi Janji, Masyarakat Desa Karieng Kecewa Kepada Kajari Bireuen Ramai Kombatan GAM di Aceh Barat Condong Mendukung Hakam-Ayi 

KHAZANAH · 23 Jul 2019 07:57 WIB ·

Titipan Salam atau Salam via WA, Kapan Wajib Dijawab?


 Ilustrasi/net Perbesar

Ilustrasi/net

Menitip salam pada orang lain bukan sebatas budaya di masyarakat, tapi lebih dari itu, ia juga merupakan bagian dari norma-norma yang diatur secara khusus dalam syariat. Di dalam menitip salam terkandung kewajiban menyampaikan amanah. Hal ini misalnya seperti yang disampaikan oleh Imam an-Nawawi:
يسن بعث السلام إلى من غاب عنه وفيه أحاديث صحيحة ويلزم الرسول تبليغه لأنه أمانة وقد قال الله تعالى (إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلي أهلها)
“Disunnahkan mengirim salam pada orang yang jauh. Dalam hal ini terdapat beberapa hadits sahih, dan wajib bagi orang yang dititipi salam untuk menyampaikannya, sebab hal ini merupakan sebuah amanah. Allah telah berfirman: ‘Sungguh Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah terhadap yang berhak menerimanya’,” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 4, hal. 594).
Selain adanya kewajiban menyampaikan titipan salam dari orang lain, wajib pula menjawab salam yang ditujukan kepadanya, baik melalui pesan salam yang dititipkan oleh orang lain ataupun melalui tulisan kertas yang berisi salam yang ditujukan kepadanya. Seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Adzkar an-Nawawiyah:
وهذا الرد واجب على الفور وكذا لو بلغه سلام فى ورقة من غائب وجب عليه ان يرد السلام باللفظ على الفور إذا قرأه اهـ
“Menjawab titipan salam ini wajib dilakukan secepatnya. Begitu juga wajib menjawab salam  saat datang pada seseorang sebuah tulisan salam di kertas dari orang yang jauh, wajib baginya untuk menjawab salam tersebut secepatnya tatkala ia membacanya,” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-adzkaar an-Nawawiyah, juz 2, hal. 29).
Sama halnya seperti kertas, pesan yang berisi salam yang ditujukan secara khusus pada seseorang melalui Whatsapp, SMS, email, serta aplikasi atau media sosial lainnya bisa dipastikan termasuk dalam cakupan referensi di atas, sehingga wajib untuk dijawab.
Lalu hal yang mesti dipertanyakan, sebenarnya bagaimanakah kategori salam yang wajib untuk dijawab tersebut? Apakah semua jenis salam dalam berbagai bentuk lafalnya bisa disebut sebagai salam yang wajib untuk dijawab?
Para ulama memberikan ketentuan bahwa titipan salam wajib dijawab ketika salah satu dari dua hal ada. Pertama, lafal salam disampaikan secara benar oleh orang yang dititipi salam (ar-rasûl). Misalnya dengan mengatakan “Fulan mengucapkan Assalamualaikum kepadamu” maka salam demikian wajib untuk dijawab secepatnya oleh si penerima.
Kedua, orang yang menitipkan salam (al-mursil) mengucapkan lafal salam secara benar kepada orang dititipi salam, misalnya dengan mengatakan “Sampaikan kata Assalamualaikum kepada zaid dariku” maka tatkala salam ini disampaikan kepada zaid, wajib baginya untuk menjawab salam tersebut.
Ketentuan demikian seperti yang  dijelaskan dalam kitab  Bughyah al-Mustarsyidin:
فرع : إذا أرسل السلام مع غيره إلى آخر ، فإن قال : سلم لي على فلان ، فقال الرسول : فلان يقول : السلام عليك أو السلام عليك من فلان وجب الرد ، وحاصل ذلك أنه لا بد في الاعتداد به لوجوب الرد من صيغة من المرسل أو الرسول ، فلو قال المرسل : سلم لي على فلان ، فقال الرسول لفلان : زيد يسلم عليك ، فلا اعتداد به ولا يجب به الرد ، نقله (م ر) عن والده
“Jika seseorang menitipkan salam pada seseorang untuk disampaikan pada orang lain, jika ia mengatakan: “Sampaikan salamku pada si Fulan” lalu orang yang dititipi salam (tatkala bertemu dengan si fulan) mengatakan: “Fulan mengatakan ‘Assalamu Alaika‘ padamu” atau mengatakan ‘Assalamu alaika’ dari si Fulan” maka wajib untuk menjawab salamnya. Kesimpulan tentang masalah ini, bahwa penitipan salam hanya bisa dianggap dan wajib untuk dijawab ketika terdapat kata salam dari orang yang menitipkan salam atau orang yang dititipi salam. Jika orang yang menitipkan salam berkata: “Sampaikan salamku untuk fulan” lalu orang yang dititipi salam berkata: “Zaid menyalamimu” maka salam yang dititipkan tersebut tidak dianggap dan tidak wajib untuk dijawab” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, Hal. 540)
Maka dengan demikian dapat dipahami bahwa titipan salam yang sebatas bahasa keakraban atau sekadar basa-basi, tanpa menyebutkan lafal salam secara benar tidak wajib untuk dijawab, seperti dengan ucapan “Titip salam buat orang tuamu ya” atau “Kamu dapat salam dari si fulan”. Namun bukanlah hal yang dipersoalkan jika titipan salam dengan bahasa keakraban tersebut dijawab dengan kata “Wa’alaikumussalam” meskipun hal tersebut bukanlah hal yang diwajibkan. Wallahu a’lam.
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Dikutip dari https://islam.nu.or.id
Artikel ini telah dibaca 99 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Agenda Padat Abu Sibreh Ketua MPU Aceh ke Barsela, dari Safari Dakwah hingga Sosialisasi Fatwa dan Hukum Islam

9 October 2024 - 09:36 WIB

Pelayanan Mumpuni Membuat Jamaah Masjidil Haram Nyaman

20 September 2024 - 17:07 WIB

Dilema Dakwah dan Tawaran Solusinya

16 August 2024 - 06:24 WIB

Aceh dan Islam di PON XXI 2024: Peluang dan Tantangan

9 August 2024 - 12:29 WIB

Antara Haji Mabrur dan Haji Mardud

2 August 2024 - 07:53 WIB

Tata Cara Wudhu Sesuai Sunnah

24 July 2024 - 14:47 WIB

Trending di KHAZANAH