BANDA ACEH (RA) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh yang mengadili perkara Perdata Nomor registrasi perkara 17/Pdt.G/2019/PN-BNA dalam persidangan tanggal 28 Juli 2019 dalam agenda pembacaan putusan sela memutuskan menolak gugatan yang diajukan penggugat untuk seluruhnya dan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh tidak berwenang mengadili gugatan penggugat.
Sidang putusan yang diadili oleh Cahyo, SH,MH, sebagai ketua Majelis dan masing-masing anggota 1 Bahtiar, SH dan Anggota 2 Zulfikar, SH. merupakan gugatan yang diajukan oleh T. M. Nazar, M.Si yang merupakan mantan Waliyul’ahdi Lembaga Wali Nanggroe Aceh terhadap Tuha Peut Wali Nanggroe, diketuai Tgk H. Muhammad Nurzzahri atau yang akrab disebut Waled Nu sebagai tergugat 1 dan Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al haithar sebagai Tergugat 2, serta Khatibul Wali Nangroe, Gubernur Aceh, Ketua DPRA Aceh, Menteri Dalam Negeri dan Presiden masing-masing sebagai Turut Tergugat 1,2,3,4 dan 5.
Dalam gugatanya T. M. Nazar merasa keberatan terhadap Surat Keputusan Nomor 189.1/001/2018 tentang pemberhetian sementara dirinya dari jabatan sebagai Waliyul’hadi atas usulan Tuha Peut Wali Nanggroe.
Sementara Kuasa Hukum Wali Nanggroe Aceh Teuku Kamaruzzaman, SH, Syahrul Rizal, SH dan Fadjri, SH dalam keterangan pers yang diterima redaksi menyampaikan bahwa pihaknya menghormati putusan yang telah ditetapkan dan dibacakan majelis hakim.
Pihaknya menilai, putusan tersebut telah benar, meskipun Gubernur Aceh dan Khatibul Wali Nanggroe tidak melakukan eksepsi atas kewenangan absolute pengadilan yang mengadili terhadap gugatan tersebut, namun selaku kuasa hukum tergugat 1,2 dan kuasa hukum turut tergugat 3 Ketua DPRA merasa penting mengajukan hal tersebut karena menurut penilaian kuasa hukum, keputusan Wali Nanggroe merupakan keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa Keputusan Tata usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata dan merupakan ranah penyelenggaraan administrasi pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga keputusan ini dinilai sudah tepat dan benar.
- M. Nazar merasa tidak terima atas pemberhetianya dan merasa telah dirugikan sehingga mengajukan Gugatan dengan permohonan untk dikembalikan pada posisi semula sebagai Waliyul’hadi dan meminta ganti kerugian baik materil maupun imateril sebesar 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).
Fadjri, SH selaku Kuasa Hukum Wali Nanggroe dan Tuha Peut Wali Nanggroe menyampaikan bahwa proses pemberhetian tersebut telah sesuai dengan ketetuan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Naggroe, Pasal 29 huruf (b) dan Pasal 30 huruf (g) menyebutkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe mempunyai tugas mengangkat, menetapkan dan meresmikan serta memberhentikan personil perangkat Lembaga Wali Nanggroe.
Masih menurut Fadjri, seharusnya Penggugat mengajukan gugatan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai Keputusan Tata Usaha Negara bukan Perbuatan Melawan Hukum pada Pengadilan Negeri, namun sekarang ketentuan tersebut tidak dapat dilakukan lagi karena telah daluarsa tutupnya. (ra)