Menu

Mode Gelap
Korban Erupsi Gunung Marapi Ditemukan 1,5 Km dari Kawah Cak Imin Resmikan Posko Pemenangan Musannif bin Sanusi (MBS) Perangkat Desa Sekitar Tambang Tantang Asisten Pemerintahan dan Dewan Lihat Objektif Rekrutmen Pekerja PT AMM Golkar Aceh Peringati Maulid Nabi dan Gelar TOT bagi Saksi Pemilu Ratusan Masyarakat Gurah Peukan Bada Juga Rasakan Manfaat Pasar Murah

OPINI · 23 Aug 2019 07:53 WIB ·

Pintu Masuk Aceh Hebat


 Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, pada Pucak Peringatan Hari Anak Naional tahun 2019, di Taman Budaya, Kamis, (8/8). Foto Zul Humas Aceh Perbesar

Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, pada Pucak Peringatan Hari Anak Naional tahun 2019, di Taman Budaya, Kamis, (8/8). Foto Zul Humas Aceh

Oleh: Ir. Nova Iriansyah, M.T.

Mewujudkan Aceh Hebat sudah menjadi mandat Pemerintah Aceh yang harus dicapai selama priode lima tahun, terhitung sejak tahun 2017. Kini, perjalanan “Aceh Hebat”, ini sudah berjalan dua tahun, dan akan selesai pada 2022.

Dalam dua tahun masa kerja ini, ada hal-hal positif yang telah dicapai, dan masih ada juga yang masih butuh kerja keras, plus kerja cerdas. Bahkan, apa yang sudah bisa dicapaipun masih perlu dimaksimalkan, seraya tetap memanjatkan syukur atas apa yang sudah dicapai agar terhindar dari kufur nikmat.

Sikap syukur tentu kita sertai dengan pandangan optimis bahwa Allah SWT., akan terus menambah nikmat kepada kita semua. Itu artinya, jika satu pintu kesempatan tertutup, Allah SWT., telah menyediakan pintu kesempatan lainnya, yang akan disediakan untuk kita, selama kita tekun bekerja keras.

Dalam konteks kerja mencapai Aceh Hebat misalnya. Jika pintu masuk melalui investasi belum diperoleh nikmat kesejahteraan akibat prosesnya yang memakan waktu agak lama, bahkan terkadang ada yang cenderung melambat, namun karena kita semua terus mengasah rasa syukur kita atas nikmat dariNya, maka pintu kesempatan lainnya tetap dibukakan.

Salah satu pintu kesempatan itu adalah kebudayaan dan pariwisata. Lewat pintu yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh ini, berbagai lokasi wisata yang ada diberbagai daerah di Aceh terus tumbuh dan menguat.

Tentu saja, pintu kesempatan ini perlu dimaksimalkan. Tidak boleh dibiarkan begitu saja, apalagi dikelola dengan cara biasa-biasa saja. Dan, apapun cara itu, mengelola arus bangkit kebudayaan dan pariwisata di Aceh tidak boleh juga terlepas dari tali ikat religiusitas. Kita berpegang terus pada “Tali Allah”, insyaallah jalan terbuka.

Tali ikat religiusitas ini adalah identitas sekaligus citra diri kita sebagai negeri syariah, sekaligus sebagai bukti bahwa kita adalah penduduk dari daerah yang senantiasa bersyukur dan memiliki pandangan bahwa Allah SWT lah sumber pemberi rezeki.

Itu maknanya, semua pintu masuk kita menuju Aceh Hebat, termasuk melalui pintu masuk kebudayaan dan pariwisata, haruslah mencerminkan tujuan bersyariat, baik soal releginya, soal lingkungannya, soal keselamatannya, termasuk juga soal kebersamaan dalam mengelola “properti” titipan ilahi, alam semesta indah ini.

Pandangan kebersamaan atau kolaborasi ini juga tercermin dalam gerak seni budaya dan alam kita. Sebagai contoh tari Saman itu sendiri. Gerak dalam tari Saman yang sudah diakui UNESCO, dihasilkan dari kesatuan visi pemimpin dengan yang dipimpin sehingga menemukan pola gerak cepat yang bisa terhindar dari kecelakaan atau benturan. Begitu juga dengan formulasi alam raya, yang semua saling dukung mendukung sehingga tercipta satu “kosmos” lingkungan hidup yang mendukung bertumbuhnya kehidupan.

Gerak cepat yang awalnya bisa jadi susah dan kerap gagal di awal, justru menjadi formula yang indah dan mendatangkan kekaguman. Sama dengan kerja mengelola pemerintah untuk kerja pembangunan, yang awalnya susah, gamang, bahkan bisa jadi gagal dalam menjalankan inovasi berbasis teknologi di awal, namun jika terlatih dan melatih diri, akan banyak memberi keuntungan. Selain itu, keberadaan teknologi yang juga berkah dari produk kebudayaan yang basisnya adalah pemikiran, pengalaman, dan kisah jatuh bangun, dapat dimanfaatkan.

Jadi, berkerja secara kolaboratif tidak untuk dihindari sebab kerja pembangunan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja, bahkan tidak juga bisa hanya dengan kalangan terbatas (triple helix) saja, melainkan sudah harus dengan pendekatan lebih banyak pihak atau quadruple helix atau yang juga dikenal dengan istilah QHelix.

Jadi, untuk menurunkan angka kemiskinan yang lebih spektakuler lagi misalnya, tidak bisa lagi hanya mengandalkan pemerintah saja, pihak swasta dan bahkan citizen pun sudah harus memaksimalkan perannya. Jika di zaman dahulu ada kisah pemimpin yang membawa beras di malam hari untuk warganya, kini semua pihak harus membawa inovasi seraya terus melakukan tindakan karitatif agar dalam masa kerja menggapai kesejahteraan, warga yang masih dililit kesusahan hidup tetap ada dalam kasih sayang sesama kita.

Begitu pula dalam kerja-kerja pembangunan menuju Aceh Hebat dari berbagai pintu kesempatan yang dibukakan oleh Allah SWT.,. tidak bisa juga hanya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata saja yang turun tangan untuk menata lokasi wisata. Komponen lain juga perlu ambil bagian, termasuk dari misalnya pihak perbankan melalui dana CRS-nya, atau dari pihak perguruan tinggi guna melakukan studi, atau dari pihak media untuk promosi, atau melalui jaringan sosial penulis untuk share informasi wisata, bahkan dari organisasi perempuan guna mendukung sektor kuliner dan industri buah tangan atau souvenir, termasuk dalam mengelola homestay sebagai salah satu alternatif rumah inap bagi pelancong.

Dalam bidang pembangunan lainnya, juga sangat dimungkinkan menjadi pintu kesempatan menuju Aceh Hebat. Kesadaran ini menjadi penting dan kala menjadi perspektif yang luas maka Aceh Hebat bukan lagi sekedar mimpi, tidak juga sekedar visi, apalagi hanya sekedar milik pemerintah selama lima tahun. Aceh Hebat dengan kesadaran kolaboratif, didukung inovasi, disertai rasa syukur, tidak putus asa, senantiasa percaya Allah SWT mengasihi kita semua maka Aceh Hebat akan segera bisa dicapai. Insya Allah!

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

10 February 2024 - 20:33 WIB

Peran Medsos Sebagai Alat Kontrol Sosial dalam Pemerintahan Era Reformasi

20 January 2024 - 10:27 WIB

Mohd Riswan R: Dari Bencana Melahirkan Kearifan Lokal Smong

27 December 2023 - 15:17 WIB

Tsunami Aceh, Catatan Pahit Mengukir Kebangkitan dan Perubahan

26 December 2023 - 17:43 WIB

Alquran Efek, Pasca Perhetalan MTQ ke – 36 Simeulue

16 December 2023 - 20:58 WIB

Tangis dan Doa Pengungsi Rohingya Setelah Ditolak Mendarat di Aceh

17 November 2023 - 14:45 WIB

Trending di OPINI