BANDA ACEH (RA) – Sidang paripurna penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh, Selasa (31/12) malam, berlangsung ricuh.
Bermula saat seketaris DPRA (sekwan) Suhaimi selesai membacakan susunan anggota alat kelengkapan DPRA. Sejumlah anggota DPRA pun menghujani interupsi.
Ketua Fraksi PAN Mukhlis Zulkifli, menilai apa yang dibacakan sekwan terlihat aneh, tidak sesuai dengan tata tertib di pasal 79 ayat 3 dan meminta pimpinan agar segera mengoreksi tatib tersebut.
“Kami melihat ada beberapa partai mengusulkan anggota terutama di komisi V dan VI. Ini tidak sesuai dengan tatib kita di pasal 79 ayat 3. Saya selaku ketua Fraksi PAN protes keras tentang pemilihan anggota komisi karena tidak sesuai dan melanggar tatib. ” teriak Mukhlis.
Interupsi pun berlanjut, anggota Partai Aceh Sulaiman mengecam serta menolak hasil pembacaan AKD oleh sekwan dan meminta rapat paripurna distop.
“Baru malam kemarin kita mengesahkan tatib DPR Aceh. Malam ini langsung dikangkangi sendiri. Mengenai pemerataan di setiap komisi, Kami dari Partai Aceh mengecam dan menolak,” tegasnya
Hal sama pun terus berlanjut. Anggota Fraksi PNA Reza Fahlevi dalam interupsinya menilai adanya penumpukan dari tiga partai di komisi V dan VI.
Reza Fahlevi juga mempertanyakan apa hal tersebut termasuk proposional. “Baru malam kemarin kita sahkan tatib, tapi hari ini apa yang kita lakukan. Kemarin kita sahkan hari ini kita langgar, apa macam ini,? tegasnya.
Anggota fraksi PKS, Bardan Sahidi dalam interupsinya juga meminta pembetukan AKD yang dinilai tidak proposional harap disikapi dengan bijak.
Menurutnya yang dimaksud dengan proposional 81 anggota DPR hasil pemilu tidak berubah statusnya menjadi anggota DPRA, hanya distribusi kepada seluru alat kelengkapan Dewan seperti Banmus, Banleg, dan Badan Keharmatan tak ada masalah.
Hanya saja, menyangkut dengan komisi, ia mempertanyakan kepada Sekwan apakah tidak bisa menyaring apa yang disebut proposional tadi.
“Komisi satu 11 orang, komisi II jadi 11 orang, komisi III jadi 12 orang dan Komisi IV jadi 12 orang, berartikan naik. Nah kemudian kalau gotong royong ini komisi apa? Rame-rame semua, untuk apa lama lama di tatib, malu saja kita,” teriaknya.
Kericuhan pun terjadi saat anggota DPRA dari Fraksi Golkar TR. Keumangan usai bicara. Politisi Golkar itu mengatakan, tidak ada satu pun pasal yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib (Tatib), menyebut jumlah anggota komisi 15 orang.
Dalam keadaan yang kurang sehat TR Keumanagan mencoba mencairkan suasana rapat di saat dihujani interupsi. “Kalau ambil semua AKD, mintalah baik-baiklah sama kami,” kata TKR.
Tak berapa lama, tiba-tiba, anggota fraksi Partai Aceh, Zulfadli bangun dari kursinya menuju meja pimpinan sidang. Reaksinya memunculkan keributan dalam ruang sidang dan membuat anggota dewan lainnya beranjak dari tempat duduk menuju meja pimpinan siding. Suasana pun mulai riuh, hingga security DPRA ikut menseterilkan suasana.
Akibat kerusuhan tersebut, pimpinan sidang Dahlan Jamaluddin terpaksa menskorsing atau menghentikan rapat paripurna AKD dalam waktu yang tidak ditentukan.
“Karena sudah seperti ini, dan tak mungkin dilanjutkan, maka rapat paripurna AKD malam ini kita skors,” kata Dahlan Jamaluddin. (mag-82/min)