class="post-template-default single single-post postid-26427 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Alumni Unimal Bukber di  Masjid Kampus Sulthan Malikussaleh ASN Kemenag Aceh Diminta Sukseskan Asta Protas 227 Km Rusak Berat, Ruas Jalan Umum di Pulau Simeulue Media Inggris Jagokan Australia Bekuk Timnas Indonesia Hanyut di Sungai Indrapuri, Dua Balita Ditemukan Tak Bernyawa

METROPOLIS · 26 Feb 2020 11:29 WIB ·

Sirene Peringatan Dini Maksimalkah?


 Sirene Peringatan Dini Maksimalkah? Perbesar

Oleh: Rusmadi

Pasca peristiwa gempa dan tsunami Aceh pada tahun 2004, meluluhlantakan sejagat alam. Bahkan ribuan penduduk Aceh ikut menjadi korban. Antisipasi ini pun terus dilakukan pemerintah untuk memberikan tanda peringatan dini kepada masyarakat Aceh.

Setiap bulan pada tanggal 26 pukul 10.00 WIB dibunyikan untuk menguji keaktifan alat alat atau tower tersebut. Alat yang dimiliki dan dibunyikan BPBA untuk di Banda Aceh ada beberapa titik.
Peringatan dini tsunami dengan suara sirene ini, terus disosialisasikan dan membuat masyarakat paham, sehingga tidak panik saat mendengarkan suara sirene tersebut.

Saya melihat tidak ada yang salah dari program ini. Hanya saja butuh perjuangan dari petugas yang telah diberikan amanah dengan kerja keras, kerja profesional dan kerja tuntas.
Peringatan dini sirene ini tentu diharapkan bersama membangun budaya sadar bencana. Sehingga ketika bencana datang masyarakat sudah siap dan tidak panik.
Tes sirene ini di Kota Banda Aceh sudah berjalan beberapa tahun dan sangat program ini sangat positif.

Sebagai manusia tentu tidak menginginkan bencana itu datang. Apalagi, bencana besar yang menghancurkan sendi sendi kehidupan dan menghancurkan seluruh harta, jiwa dan orang yang dicintai.

Namum sebagai manusia tidak bisa menghelak dan menghindari bencana tersebut. Sebagai orang yang beriman kepada Allah (Tuhan yang Esa), meyakini sesuatu yang datang karena kehendak dan izin Nya. Tidak mungkin bencana itu datang sendiri tanpa campur Nya sang pencipta alam ini.

Sebagai manusia hanya bisa pasrah dan berdoa, setiap bencana maupun ujian yang diberikan tidak di luar kemampuan manusia itu sendiri. Sebab, dalam Al quran sendiri di dalam ayat nya, Allah tidak membebani seseorang itu melainkan kemampuannya. Jadi, bisa kita pahami setiap ujian dan bencana yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan kadar keimanan seseorang.

Sebagai manusia terkadang masih menganggap bahwa ujian yang diberikan bertubi tubi dianggap Allah tidak sayang lagi kepada seseorang. Padahal untuk mendapatkan pujian dan pahala yang besar dari Allah dengan dilewati berbagai ujian.

Bukankah ujian dalam keadaan sakit, kekurangan buah buahan dan musim paceklik dan sebagainya untuk menguji keimanan seseorang. Ujian dengan sakit dapat menghilangkan dosa dosa kecil seseorang.

Ujian yang diberikan harus menjadikan iman kita kuat dan meyakini kehebatan Allah dibandingkan dengan kehebatan makluk lainnya. Tidak ada yang lebih kuat dan canggih dari sang pencipta.

Aceh masih tergolong provinsi yang rawan bencana gempa, hal ini banyaknya para pakar yang berbicara tentang likuifaksi di Aceh. Bahkan masyarakat Aceh masih bisa merasakan terjadinya gempa. Kita bisa merasakan manfaat dan kegunaan sirene tersebut. Paling tidak kita bisa ingat hari ini tanggal 26 dan alat yang digunakan masih berfungsi.

Jadi menurut hemat saya, masyarakat Aceh khususnya masih membutuhkan informasi tentang peringatan dini tsunami ini. Hanya saja, sirene ini harus betul betul bermanfaat ketika bencana tsunami itu datang. Dengan adanya alat ini diharapkan masyarakat bisa lebih mewaspadai jalur evakuasi dan masyarakat lebih siap lagi.

Yang menjadi pertanyaan, apakah alat ini dibunyikan atau bisa bunyi sendiri, ketika air laut itu naik tidak seperti biasanya. Sehingga air laut naik di batas kewajaran maka sirene itu berbunyi secara otomatis.

Apalagi Sirene peringatan dini tsunami sering rusak, untuk itu bagaimana pemerintah tetap mengantisi dari ketidak-aktifan alat tersebut. Kalau kita lihat scape building (bangunan gedung evakuasi) untuk evakuasi masyarakat yang ada di Aceh Besar dan Banda Aceh masih tersedia. Namun, sape building ini masih kekurangan di beberapa daerah dalam provinsi Aceh. Di Meulaboh misalnya, masyarakat menggunakan toko toko sebagai scape building.

Rawan Bencana

Beberapa daerah di Aceh masih rawan terhadap bencana gempa. Untuk itu sebagai manusia dapat menghindari supaya tidak tinggal yang dekat di pinggir pantai. Apalagi rumah berada di bibir pantai yang dapat mengancam nyawa begitu cepat ketika bencana itu datang.

Jangan jauh jauh kita berbicara, gelombang pasang saja yang membuat kewaspadaan bagi penduduknya perlu penanganan pemerintah dengan pembuatan tanggul. Sehingga perhatian dan tindakan kecil yang dilakukan dari awal dapat mengantisipasi terjadinya bencana besar.

Kita bisa melihat dan merasakan di akhir tahun 2019, banyak rumah dan gampong yang terendam karena banjir disebabkan hujan yang turun berhari hari. Terutama di wilayah Barat Selatan Aceh.
Sebagai orang yang beriman tentu hujan sebagai rahmat untuk menyuburkan tanaman. Akan tetapi hujan menyebabkan banjir yang airnya mencapai 1 – 3 meter membuat masyarakat panik. Belum lagi peralatan rumah tangga, terutama barang barang elektronik banyak rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Kita bisa bayangkan bagaimana rumah direndam tingginya air.

Belum lagi perlu waktu untuk dibersihkan. Butuh waktu berhari hari membersihkannya. Sebagai manusia hanya bisa berdoa supaya berikan keselamatan jiwa dan kesehatan badan yang berkah.
Setelah gempa dan tsunami 2004 silam, kita ingat bagaimana gempa kembar di Aceh pada tahun 2012 dengan berkuatan 8,3 SR dan 8,0 SR. Tentu gempa ini masih membuat masyarakat Aceh trauma. Sirene peringatan dini tsunami ini menjadi satu-satunya alat di pesisir.

Mencari Lokasi Aman

Sebagai manusia tentu berharap bisa mencari lokasi aman sementara ketika bencana datang. Namun aman dalam kacamata manusia, mencari tinggal dekat gunung supaya tidak mudah kena air laut, namun gempa dan letusan gunung berapi bahkan longsor bisa jadi kita mengalaminya dan menajdi korban.

Ketika kita tinggal dekat laut, mungkin kita terasa takut dan trauma naiknya air laut ke dalam rumah. Semua itu, tidak perlu kita takut dan pikirkan, sebab di mana pun kita tinggal ujian dan cobaan itu pasti ada.

Intinya sebagai manusia jangan takut mati. Di mana kita berada kematian ini pasti datang. Kalau kita takut mati di gunung di darat dan di laut, mau cari bumi mana lagi. Silahkan cari bumi selain bumi yang tidak ada gempa dan bencana dari yang mahakuasa. Semua itu dilalui dengan keimanan dan kesabaran setiap ujian dan cobaan yang datang.

Penulis adalah Redaktur Harian Rakyat Aceh. Wakil Bendahara Forum PRB Aceh.

Artikel ini telah dibaca 24 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

3.163 Personel Dikerahkan dalam Operasi Ketupat Seulawah 2025

20 March 2025 - 21:42 WIB

ASN Kemenag Aceh Diminta Sukseskan Asta Protas

20 March 2025 - 19:58 WIB

LDK Ar-Risalah Salurkan Donasi Palestina ke Yakesma Aceh dan Rumah Zakat Aceh

20 March 2025 - 16:29 WIB

Naik 10,4% Jumlah Kelulusan SNBP 2025 Aceh Utara Menjadi 875 Siswa

20 March 2025 - 14:57 WIB

Hanyut di Sungai Indrapuri, Dua Balita Ditemukan Tak Bernyawa

20 March 2025 - 14:53 WIB

PLN UID Aceh Salurkan Donasi untuk Gaza Melalui LAZNAS YAKESMA

20 March 2025 - 00:25 WIB

Trending di EKBIS