SUDAN (RA) – Sekitar 90 Mahasiswa Aceh yang tergabung dalam organisasi Kekeluargaan Mahasiswa Aceh (KMA), yang sedang menuntut ilmu di Sudan, sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah Aceh. Pasalnya, selama pandemi virus covid-19 yang melanda negeri ini mereka tidak bisa keluar rumah dan membeli kebutuhan dapur.
“Pandemi virus corona mewabah seluruh dunia tak terkecuali Sudan, negeri dua nil di benua Afrika tempat kami menempuh pendidikan saat ini. Stock makanan sudah mulai menipis,” ujar Ketua KMA, Muammar Hanafiah didampingi sekretaris, Tgk Akmaluddin, Selasa (21/4), lewat siaran pers melalui whatshap.
“Kami mahasiswa dan mahasiswi dari Aceh saat ini berjumlah sekitar 90 an orang yang terhimpun dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Sudan. Di mana kampus ini merupakan dominasi terbanyak tempat mahasiswa Aceh belajar saat ini disamping kampus kampus lainnya di barbagai jenjang pendidikan dari S1, S2 dan S3 baik didalam maupun luar Khartoum sendiri, seperti Bakht Al Rudha University di Dueim, University of Gezira di Wad Madani, Khartoum International Institute For Arabic Language dan Omdurman Islamic University,” jelasnya.
Lanjutnya, Sudan salah satu negara yang sedang mengalami pandemi virus corona, Setiap hari diberitakan bahwa korban yang terpapar semakin bertambah, meskipun sejak tanggal 18 Maret 2020 pemerintah sudah memberlakukan lockdown bandara dan memberlakukan jam malam untuk pembatasan aktifitas warga, sekarang meningkat menjadi lockdown total dan dilarang keluar rumah sejak Sabtu 18 April 2020 serta keadaan darurat dengan menerapkan sanksi bagi yang melanggarnya dengan nominal denda SDG 5.000 sampai SDG 20.000 atau berkisar Rp. 700.000 sd Rp. 2.800.000.
Muammar menjelaskan, tentang kondisi Sudan di mana sejak terjadinya kudeta terhadap presiden Omar Bashir kemudian dilanjutkan oleh pemerintahan transisi, suasana politik dan ekonomi Sudan tidak stabil. Sehingga kerap terjadi demonstrasi, bentrok antara loyalis pemerintahan lama dengan transisi serta adanya upaya pembunuhan terhadap perdana menteri dan pejabat pemerintahan transisi.
“Akibat dari ketidakstabilan politik dan ekonalomi serta wabah covid 19 ini mengakibatkan harga barang melambung tinggi bahkan para pedagang mengambil celah untuk memainkan harga sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat juga kelangkaan bahan bakar kendaraan dan gas LPG untuk dapur bahkan kadang kami harus menggunakan arang untuk masak,” jelasnya.
Diakuinya, KBRI Khartoum telah memberikan paket bantuan berupa sembako, perlengkapan kesehatan dan pulsa telepon kepada seluruh kekeluargaan di Sudan, termasuk kepada KMA. Akan tetapi karena panjangnya masa lockdown, bantuan tersebut belum mencukupi karena kondisi yang demikian mengakibatkan kerawanan keamanan sehingga semakin meningkatnya kasus pencurian dan perampokan terjadi baik pada masyarakat umum.
“Krisis ini diperparah dengan terus merebaknya wabah covid-19 bahkan terjadi rasisme terhadap warga asing khsusnya Asia, dikarenakan wabah ini awal munculnya di Asia, Wuhan Cina,” paparnya.
Jika penyebaran virus corona terus bertambah maka pemerintah Sudan akan sangat kewalahan dalam menghadapi dan mengatasi pandemi ini karena keterbatasan tenaga medis dan peralatan kesehatan.
Semenjak ditetapkan pasien pertama positif pada Maret 2020, Pemerintah Sudan dan pihak Universitas meliburkan seluruh aktifitas Kampus hingga batas waktu yang tidak ditentukan, hal ini sangat berdampak pada keberlangsungan proses pendidikan dan keberadaan mereka sebagai mahasiswa asing di Sudan.
“Sebelumnya kami juga sudah mengirimkan surat kepada bapak Plt. Gubernur Aceh dan Bapak Pimpinan DPRA untuk memohon perhatian dan bantuan akibat dari krisis dan dampak pandemik yang kami rasakan,” kata Tgk. Akmaluddin, selaku Sekretaris KMA.
Ia berharap, kepada pemerintahan Aceh, DPRA dapat menyahutinya dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala melindungi hambanya semua.
“Semoga Allah swt melindungi kita dan virus corona cepat hilang di muka bumi ini,” tutupnya. (rus).