Bulan Ramadhan bisa disebut sebagai bulan yang teramat spesial bagi umat Islam. Sudah selayaknya ia disambut dengan penuh suka cita dan rasa bahagia, sebab pada bulan suci ini semua amal ibadah dilipatgandakan pahalanya oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Meski demikian, masih saja ada sekelompok orang yang menyebarkan rasa cemas pada masyarakat di bulan suci Ramadhan ini. Salah satunya dengan ‘meramal’ bahwa Ramadhan tahun ini merupakan pembuka terjadinya kekacuan di bulan-bulan setelahnya, mengingat Ramadhan kali ini diawali dengan hari Jumat dan tanggal lima belas Ramadhan juga bertepatan dengan hari Jumat. Ramadhan yang diawali dengan Jumat diprediksi sebagai petunjuk atas banyaknya musibah pada tahun tersebut. Kelompok ini bukan tak mendasarkan ramalannya pada dalil apa pun. Mereka memastikan terjadinya kekacauan pada tahun ini dengan menyitir hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud berikut:
إِذَا كَانَ صَيْحَةٌ فِي رَمَضَانَ فَإِنَّهَا تَكُونُ مَعْمَعَةٌ فِي شَوَّالٍ، وَتَمَيَّزُ الْقَبَائِلُ فِي ذِي الْقَعْدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِي ذِي الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ وَمَا الْمُحَرَّمُ – يَقُولُهَا ثَلاَثًا – هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ يُقْتَلُ النَّاسُ فِيهَا هَرْجًا هَرْجًا قَالَ : قُلْنَا : وَمَا الصَّيْحَةُ ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ : هَذِهِ تَكُونُ فِي نِصْفٍ مِنْ رَمَضَانَ يَوْمَ جُمُعَةٍ ضُحًى، وَذَلِكَ إِذَا وَافَقَ شَهْرُ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ تَكُونُ هَدَّةٌ تُوقِظُ النَّائِمَ، وَتُقْعِدُ الْقَائِمَ، وَتُخْرِجُ الْعَوَاتِقَ مِنْ خُدُورِهِنَّ فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ سَنَةً كَثِيرَةَ الزَّلاَزِلِ وَالْبَرْدِ، فَإِذَا وَافَقَ رَمَضَانُ فِي تِلْكَ السَّنَةِ لَيْلَةَ جُمُعَةٍ فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ يَوْمَ جُمُعَةٍ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ – فَادْخُلُوا بُيُوتَكُمْ، وَسَدِّدُوا كُوَاكُمْ، وَدَثِّرُوا أَنْفُسَكُمْ، وَسُدُّوا آذَانَكُمْ، فَإِذَا أَحْسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخِرُّوا لِلَّهِ سُجَّدًا، وَقُولُوا سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، رَبَّنَا الْقُدُّوسَ ؛ فَإِنَّهُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ نَجَا، وَمَنْ تَرَكَ هَلَكَ. “Ketika terdapat suara yang dahsyat (dentuman) tepat di bulan Ramadhan, maka pertanda akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kelompok masyarakat (kabilah) memisahkan diri di bulan Dzulqa’dah, banyak pertumpahan darah di bulan Dzulhijjah dan Muharram. Dan apa yang terjadi di bulan Muharram? (Nabi mengucapkannya tiga kali). Sayang sekali, saat itu banyak di antara manusia yang berperang satu sama lain dan keadaan sangat kacau. Maka kami bertanya: ‘Apa suara dahsyat itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Suara itu terjadi di pertengahan bulan Ramadhan pada waktu dhuha di hari Jumat. Suara itu muncul tatkala bulan Ramadhan bertepatan dengan malam Jumat. Suara teriakan ini akan membangunkan orang-orang tidur, menjatuhkan orang-orang yang tegap berdiri, dan menjadikan para wanita terhempas keluar dari kamar-kamarnya pada malam Jumat selama satu tahun, banyak terjadi gempa dan cuaca yang sangat dingin. Apabila bulan Ramadhan bertepatan dengan malam Jumat maka tatkala kalian telah melaksanakan shalat subuh pada hari Jumat di pertengahan bulan Ramadhan, maka masuklah ke dalam rumah-rumah kalian, kuncilah pintu-pintu rumah, selimutilah diri kalian, dan tutupilah telinga-telinga kalian.
pabila kalian merasa ada suara dahsyat, maka menyungkurlah dengan bersujud kepada Allah dan ucapkanlah: “Subhânal Quddûs, Rabbunal Quddûs”. Barang siapa yang mengamalkan hal itu maka akan selamat, dan barang siapa meninggalkannya maka akan celaka” (HR Asy-Syasyi). Dapatkah kita mempercayai prediksi-prediksi bahwa berbagai kekacauan seperti yang disebutkan dalam hadits di atas akan terjadi pada Ramadhan tahun ini, mengingat bulan Ramadhan tahun ini diawali hari Jumat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting kiranya kita mengetahui bagaimana posisi kekuatan hadits di atas. Apakah benar bahwa hadits tersebut dapat dijadikan sebagai pijakan dalil yang sahih? Patut dipahami bahwa hadits tentang adanya suara dahsyat pada hari Jumat yang bertepatan dengan tanggal lima belas Ramadhan sama sekali tidak disebutkan oleh para ulama hadits yang diakui kredibilitasnya, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, an-Nasa’I, dan at-Tirmidzi. Hadits yang menjelaskan tentang suara dahsyat ini disebutkan oleh Imam asy-Syasyi, At-Thabrani, dan Ahmad as-Syaibani. Berdasarkan hal ini, kualitas sanad dalam hadits di atas patut dipertanyakan. Salah satu kritikus hadits, Imam al-‘Uqaili dalam kitabnya, adh-Dhu’afa’ al-Kabir menyebutkan kritik tentang hadits ini: ليس لهذا الحديث أصل من حديث ثقة ولا من وجه يثبت “Hadits ini tidak memiliki dasar dari hadits yang terpercaya dan juga tidak dari jalan (metode) yang ditetapkan (oleh para ulama hadits)” (Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr al-‘Uqaili, adh-Dhu’afa’ al-Kabir, juz 1, hal. 51). Berpijak dari referensi tersebut maka dapat dipastikan bahwa status hadits di atas adalah hadits yang dlaif (lemah). Bahkan jika kita menelaah lebih lanjut tentang para perawi hadits di atas, kita temukan banyak sekali para rawi (periwayat) yang diragukan kredibilitasnya oleh para ulama hadits. Salah satu adalah Abdul Wahab bin Husein. Imam Hakim dalam salah satu hadits yang terdapat rawi Abdul Wahab bin Husein berkomentar bahwa ia merupakan orang yang tidak diketahui profilnya (majhul). Imam adz-Dzahabi lantas menanggapi perkataan Imam Hakim tersebut: وفيه عبد الوهاب بن حسين وهو مجهول، قلت ذا موضوع “Di dalam hadits ini terdapat Abdul Wahab bin Husain, dia adalah orang yang tidak diketahui. Aku (adz-Dzahabi) berkata: ‘Hadits ini maudlu’ (palsu)” (Adz-Dzahabi, Mukhtashar Istidrak adz-Dzahabi ‘ala Mustadrak al-Hakim, juz 4, hal. 522). Sedangkan dari aspek matan (isi hadits), hadits ini juga tergolong sebagai hadits yang tidak dapat dijadikan pijakan. Sebab, isinya mengandung peristiwa-peristiwa di masa mendatang yang dijelaskan secara spesifik. Maka tidak heran jika Ibnu al-Qayyim al-Jauzi mengategorikan sebagai hadits yang batal secara matan. Dalam al-Manar al-Munif beliau menjelaskan: ومنها أحاديث التواريخ المستقبلة وقد تقدمت الإشارة إليها وهي كل حديث فيه إذا كانت سنة كذا وكذا حل كذا وكذا كحديث يكون في رمضان هدة توقظ النائم وتقعد القائم وتخرج العواتق من خدورها وفي شوال همهمة وفي ذي القعدة تمييز القبائل بعضها إلى بعض وفي ذي الحجة تراق الدماء “Sebagian dari tanda hadits yang tidak dapat dijadikan pijakan adalah hadits-hadits tentang sejarah masa yang akan datang. Keterangan tentang ini telah aku jelaskan sebelumnya, yaitu setiap hadits yang di dalamnya terdapat penjelasan bahwa pada tahun sekian dan sekian, terjadi ini dan ini. Seperti hadits yang menjelaskan bahwa pada bulan Ramadhan terdapat suara dahsyat yang dapat membangunkan orang-orang tidur, menjatuhkan orang-orang yang tegap berdiri, dan menjadikan para wanita terhempas keluar dari kamar-kamarnya. Pada bulan syawal terdapat huru-hara, di bulan Dzulqa’dah kelompok masyarakat memisahkan diri satu sama lain, dan di bulan Dzulhijjah terjadi pertumpahan darah” (Ibnu al-Qayyim al-Jauzi, al-Manar al-Munif, hal. 110). Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadits tentang adanya suara dahsyat pada hari Jumat tanggal lima belas Ramadhan tidak dapat dijadikan sebagai dasar pijakan hukum, sebab memiliki sanad dengan perawi yang bermasalah serta isi matan yang dianggap oleh sebagian ulama bukan bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, ramalan bahwa Ramadhan tahun ini merupakan pembuka atas kekacauan yang terjadi pada tahun ini adalah klaim yang tidak benar dan berpijak pada dalil hadits yang tidak bisa dijadikan dasar, sehingga tidak dapat dipercayai kebenarannya. Tidak baik bagi kita menaruh prasangka buruk pada hari Jumat tanggal lima belas Ramadhan ini, sebab hari Jumat merupakan hari terbaik di antara hari-hari yang lain, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad: خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا “Hari terbaik dimana matahari terbit adalah hari Jumat, pada hari itu Nabi Adam diciptakan, dimasukkan ke surga dan dikeluarkan dari surga” (HR Al-Bukhari). Maka sebaiknya pada Ramadhan tahun ini, kita perbanyak menebarkan kabar baik dan menggembirakan pada orang lain, terlebih saat ini bangsa kita sedang diberi cobaan menghadapi pandemi virus Covid-19. Jangan sampai kekhawatiran masyarakat dalam menghadapi pandemi diperparah dengan kabar-kabar buruk yang sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Wallahu a’lam. Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember