JAKARTA (RA) – Pemerintah Aceh melaporkan keberadaan aplikasi “Kitab Suci Aceh” yang muncul di Google Play Store ke Mabes Polri, untuk menindaklanjuti kasus itu.
Laporan itu diserahkan oleh tim Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) Jakarta, ke Mabes Polri, Jakarta Pusat, Selasa (2/6), dipimpin Kasubbid Hubungan Antar Lembaga BPPA Drs Teuku Syafrizal M.Si.
Teuku Syafrizal yang diterima AKBP Mukhtar dari Bareskrim Polri, meminta sebaiknya Pemerintah Aceh membuat laporan sekali lagi ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
Teuku Syafrizal menyambut baik atas usul tersebut, dan akan melaporkan segera ke Pemerintah Daerah Aceh. Apalagi, kata dia, kasus itu termasuk dalam Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Sehingga dengan adanya laporan tersebut ke Dittipidsiber, aparat kepolisian bisa menindaklanjuti kasus tersebut, untuk mencari pelakunya,” kata Teuku Syafrizal.
Teuku Syafrizal juga menambahkan, dengan adanya laporan ke Dittipidsiber, dia berharap kedepan kasus serupa tidak terulang lagi.
Sementara dalam surat laporan bernomor 450/7807 yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh H Ir Nova Irwansyah MT, berisikan sejumlah poin-poin keberatan dari Pemerintah Aceh.
“Kami atas nama Pemerintah Aceh dan masyarakat Aceh menyatakan keberatan dan protes keras terhadap aplikasi tersebut,” kata Plt Gubernur Aceh.
Aplikasi tersebut, kata Nova tidak lazim secara bahasa lantaran “kitab suci Aceh” menunjukkan hanya milik masyarakat Aceh. Padahal lazimnya kitab suci itu milik umat beragama tanpa batas teritorial.
“Sehingga seolah-olah menggambarkan mayoritas masyarakat Aceh adalah penganut kitab suci yang ada di aplikasi. Padahal kitab suci mayoritas masyarakat Aceh adalah Alquran,” kata Plt Gubernur dalam surat tersebut.
Lalu, dalam poin berikutnya juga dinilai sangat provokatif karena semua penutur bahasa Aceh di Aceh beragama Islam.
“Oleh karena itu, aplikasi kitab Suci berbahasa Aceh selain Alquran pada google Play Store dapat dipahami sebagai upaya mendiskreditkan Aceh, pendangkalan aqidah dan penyabaran agama selain Islam kepada masyarakat Aceh,” kata Nova.
Hal ini, sangat bertentangan dengan pasal 28E ayat (1) dan (2) UUD 1945, pasal 45A ayat (2) UU nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 21 qanun Aceh nomor 4 Tahun 2016 tentang pedoman kerukunan umat beragama dan pendirian tempat ibadah serta pasal 3 dan 6 qanun Aceh nomor 8 Tahun 2015 tentang pembinaan dan perlindungan aqidah.
Kemudian, pada poin berikutnya dinilai aplikasi tersebut sudah menimbulkan keresahan ditengah masyarakat Aceh yang berdampak pada kekacauan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan dapat menimbulkan konflik horizontal.
“Kami meminta kepada pihak google segera menutup aplikasi tersebut secara permanen,” harapnya.
Sebelumnya, media sosial (medsos) dihebohkan dengan munculnya aplikasi Kitab Suci Aceh di Google Play Store. Adanya Kitab Suci Aceh tersebut menimbulkan keresahan ditengah masyarakat luas di Aceh yang mayoritas beragama Islam.
Diketahui, aplikasi kontroversial yang dinamakan Kitab Suci Aceh dirilis oleh Faith Comes By Hearing di Google PlayStore sejak 7 Agustus 2019 dengan updating terakhir pada 18 September 2019. (ril/min)