ACEH UTARA (RA) – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara, melakukan kunjungan kerja ke Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) dan PT. Perusahaan Migas Aceh (PEMA) di Banda Aceh, dalam dua hari terakhir kemarin. Kunjungan kerja (kunker) itu membahas terkait pengelolaan minyak dan gas (Migas) dalam wilayah Aceh Utara.
Kegiatan tersebut dimotori oleh Komisi III DPRK Aceh Utara yang dipimpin oleh Ketua Komisi III, Razali Abu dan Sekretaris Jufri Sulaiman bersama anggota komisi Zubir HT, H. Saifannur, H. jirwani, H. Nurdin Seuneudon dan Tgk. Azhari A.Manan serta mantan Dirut PDPE yang sekarang ini menjadi anggota DPRK Aceh Utara dari Partai Gerindra, Terpiadi A. Majid. Dalam pertemuan dengan BPMA dan PEMA itu, langsung didampingi oleh Ketua DPRK Aceh Utara Tgk. Arafat Ali Madden dan Wakil Ketua H. Mulyadi, CH.
Ketua Komisi III Razali Abu menyebutkan, agenda utama dalam kunjungan kerja ke BPMA dan PT. PEMA adalah terkait dengan penyerahan WK NSB (Blok B ) oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui kementrian ESDM kepada Pemerintah Aceh sesuai dengan amanah UU Nomor II tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pasal 160, ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh.
Ayat (2) untuk melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Aceh dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pelaksana yang ditetapkan bersama. (3) Kontrak kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dalam rangka pengelolaan minyak dan gas bumi dapat dilakukan jika keseluruhan isi perjanjian kontrak kerja sama telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Aceh.
Ayat (4) sebelum melakukan pembicaraan dengan Pemerintah mengenai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Aceh harus mendapat persetujuan DPRA. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sebutnya, menindak lanjuti amanah Pasal 160 UU Nomor 11 tahun 2006 dan PP 23 Tahun 2015 Pemerintah membentuk BPMA sebagai Badan Pengelola Migas Aceh, yang berkedudukan di Banda Aceh, sebagai salah satu badan yang berstatus badan pemerintah, BPMA berada langsung dibawah menteri serta bertanggung jawab kepada menteri dan gubernur.
“Ya dikarenakan keberadaan WK NSB (blok B ) di wilayah hukum Aceh Utara, kami merasa berkewajiban untuk mengetahui sejauhmana kesiapan BPMA dalam menindak lanjuti keputusan kementrian ESDM. Dimana posisi pemerintah Aceh Utara dalam pengelolaan bersama WK NSB tersebut,”tegas Razali Abu yang juga mantan Panglima Sagoe Lapang ini.
Apalagi, kata dia, Aceh Utara jauh-jauh hari sudah mempersiapkan Perusahaan Daerah Pase Energi (PDPE) sebagai perusahaan daerah yang bisa berperan dalam pengelolaan bersama WK NSB, PDPE sendiri sedang dilakukan proses pergantian status menjadi PTPE (Perusahaan Terbatas Pase Energi).
“Kita memiliki harapan besar dengan pengelolaan WK NSB ini oleh Pemerintah Aceh menuju Aceh yang lebih sejahtera . Kita memiliki tenaga ahli yang menguasai bidang pengelolaan Migas yang selama ini bekerja di perusahaan Migas di luar Aceh yang bisa diajak serta oleh Pemerintah Aceh dan BPMA untuk sama-sama berkontribusi membangun Aceh,”ucap politisi Partai Aceh ini.
Selain itu, lanjut dia, kontrak kerjasama WK NSB dengan Pertamina Hulu Energi (PHE) akan berakhir 17 November 2020. Tentunya, BPMA akan melakukan seleksi kembali terhadap perusahaan yang berkeinginan untuk mengelola WK NSB. “Siapapun nantinya yang terpilih untuk mengelola blok B baik itu PT. PEMA, PHE atau perusahaan lain, kami berharap kehadiran WK NSB (Blok B) ini bisa memberi kontribusi untuk masyarakat Aceh Utara dan termasuk tenaga kerja lokal,”pintanya.
Sementara itu Sekretaris Komisi III Jufri Sulaiman, S.Sos. M.A.P, menambahkan, dari hasil kunker ke BPMA dan PT. PEMA bisa memberikan masukan yang konstruktif untuk persiapan kita bersama pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam memasuki era baru pengelolaan Migas Aceh.
“Setiap hasil bumi Aceh sudah seharusnya bisa bermanfaat untuk kemakmuran Aceh. Jangan ada lagi Idiom “Buya Krueng teudong dong Buya Tamong meuraseuki”, namun kita juga harus bisa mengukur kemampuan diri, dengan pengelolaan migas berada dibawah kendali BPMA agar Aceh Utara bisa menerima manfaat ganda, baik itu terkait dengan tenaga kerja maupun untuk peningkatan sumber pendapatan daerah,”kata Politisi Partai Gerindra Dapil 4 Aceh Utara ini, dalam relisnya kepada Rakyat Aceh, kemarin. (arm/msi)