BANDA ACEH (RA) – Pemerintah Aceh raih Penghargaan Perlindungan Anak Tahun 2020 dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Aceh dinilai memiliki komitmen serius dalam penyelenggaraan perlindungan anak, dan melaporkan capaian berbasis Sistem Informasi Monitoring Evaluasi Pelaporan (SIMEP).
Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua PKK Aceh, Dyah Erti Idawati dalam seremonial penyerahan secara virtual yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (22/7).
“Penghargaan ini menjadi pemicu bagi kita untuk lebih giat dalam memberikan pelayanan terbaik bagi perlindungan anak,” kata Dyah Erti Idawati.
Data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh tercatat bahwa angka kekerasan anak dan perempuan di provinsi Aceh mencapai 1.044 kasus pada 2019. Hampir setengah di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap anak dan angka itu kini terus menurun.
Dyah mengatakan, pemerintah terus mengedukasi masyarakat untuk memberikan kesadaran dan terus memperkuat kelembagaan, serta membangun jaringan untuk mengurangi angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Aceh.
“Menghilangkan angka kekerasan perempuan dan anak menjadi tanggung jawab bersama, bukan beban dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak saja,” kata Dyah.
Ketua KPAI, Dr. Susanto, mengatakan anugerah yang diberikan tersebut diberikan bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota serta individu yang dinilai berperan dan punya komitmen untuk memberikan layanan terbaik bagi anak.
Dengan anugerah itu diharapakan kualitas perlindungan anak di Indonesia semakin baik.
“Berbagai inovasi yang telah dilakukan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota serta individu diharapkan terus memberikan kebangkitan pada perlindungan anak di Indonesia,” kata Susanto.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Bintang Puspayoga, mengatakan hampir 80 juta penduduk Indonesia adalah anak. Karena itu ia menilai penting bagi pemangku kepentingan untuk berinvestasi dalam melindungi kualitas dan hak anak Indonesia.
Dalam Undang-undang perlindungan anak, disebutkan ada 4 hak anak, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh berkembang, hak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan berbagai perlakuan salah dan hak mereka untuk berpartisipasi.
Meski perlindungan bagi anak adalah kewajiban, Bintang menyebutkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih sangat tinggi. Fakta itu membuat semua pihak harus bekerja ekstra. “Perlindungan anak hanya dapat tercapai kerjasama lintas sektor,” kata dia.
Kualitas anak lanjut Bintang, akan menentukan kemajuan bangsa di masa depan. (ril/min)