BIREUEN (RA) – Darah merupakan elemen penting bagi tubuh manusia. Saking pentingnya, ia tidak bisa digantikan atau diciptakan oleh apapun dan siapapun. Karena itulah perawatan darah terbilang mahal. Untuk satu kantong darah dihargai Rp 360 ribu.
Menurut Kepala UPTD RSUD dr Fauziah Bireuen, Wardati, SKM kepada media Rakyat Aceh Rabu (26/8), harga tersebut bukanlah harga darahnya. Melainkan harga perawatan dan penyimpanannya. Mulai dari darah tersebut didonorkan oleh pendonor sampai ke tangan penerima donor harus melewati proses yang panjang.
Kantong darahnya sendiri, sebut Wardati, memang mahal harganya dan diimpor dari luar negeri. Indonesia belum ada pabrik untuk membuat kantong darah sendiri.
“Darah tidak dibenarkan di perjual belikan, ketentuan Islam sendiri hukumnya haram menjual darah. Jikapun ada rumor di kalangan masyarakat Unit Transfusi Darah (UTD) Bireuen menjual darah kepada pasien, itu tuduhan semata,” ujarnya.
Disebutkan, ketentuan yang berlaku secara legal, setiap transaksi memerlukan hitam diatas putih. Jika UTD yang menjual darah, pasti dibuat kuwitansinya dan itu tidak dibenarkan.
Wardati bercerita kadang merasa malu sendiri karena saat masyarakat ke UTD Bireuen selalu bilang, “mau beli darah”. Ia malu kepada para pendonor sukarela yang mendengarnya.
“Kami juga tidak bisa menyalahkan masyarakat sepenuhnya. Diberikan edukasi-edukasi supaya masyarakat tahu, UTD Bireuen bukan memperjualbelikan darah kepada pasien,” katanya.
Menurutnya, tidak ada ketentuan berapa stok darah yang diberikan kepada pasien di rumah sakit. Itu semua tergantung keperluan pasien, jika ada pasien yang membutuhkan banyak darah, maka pihak UTD akan memberikannya tergantung ketersediaan darah yang ada.
“Sebelum darah di berikan kepada pasien, petugas akan mengecek kesehatan dan kandungan darahnya. Pengecekan ini memerlukan obat yang tidak murah. Setelah itu diperiksa lagi apakah darah itu terbebas dari empat penyakit, hepatitis b, hepatitis c, sifilis, dan HIV. Setelah itu darah tersebut disimpan di lemari pendingin bertemperatur khusus agar sel-sel darah tidak rusak. Setelah dipastikan tidak ada penyakit yang positif dan yang lainnya sesuai standar baru, darah tersebut bisa digunakan untuk pasien yang membutuhkan, ungkap Wardati. (akh)