TAKENGON (RA) – AR tersangka dugaan pengelapan dana TPA dari Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Tengah mengatakan, Kadis Syariat Islam setempat Mustafa Kamal ikut menikmati dana, diberikan selama tiga kali dengan besaran nominal Rp150 juta.
Hal itu diucapkan AR kepada wartawan sesaat dirinya dibawa ke Rumah Tahanan Kelas IIB Takengon, dua hari lalu. Saat ditanya, kemana saja aliran dana senilai Rp. 398 juta digunakan, AR menjawab sebagian diduga untuk kadis (Mustafa Kamal-red) dan sebagian lagi untuk dinas.
“Uang itu sebagian untuk kepala dinas, atas nama Mustafa Kamal dan sebagian lagi untuk keperluan dinas,” kata AR dengan nada pasti sebelum dibawa dengan mengunakan mobil.
AR juga tidak menyangkal uang anggaran guru TPA/TQA digunakanya untuk keperluan pribadi. “Ya saya gunakan untuk keperluan pribadi sebagian uang itu,” kata AR kepada wartawan, Jumat (18/9) lalu.
Tidak hanya menyebut nama, AR juga mengingat bulan dan besaran dana yang diberikan ke Mustafa Kamal sebagai kepala dinas. “Saya berikan bulan 10, 11 dan 12, perbulanya Rp.50 juta dengan total Rp. 150 juta,” jawab AR.
Kadis SI : Saya Tidak Pernah Menerima
Menanggapi tundingan itu, Kadis Syariat Islam dan Badan Dayah, Mustafa Kamal merasa difitnah AR. Menurutnya, tidak benar dan tidak pernah bermimpi untuk menerima anggaran tersebut.
“Dalam BAP terakhir beberapa waktu lalu di Kejaksaan sudah saya katakan, saya tidak pernah menerima aliran dana itu, mimpipun saya tidak pernah untuk mengambil uang tersebut,” kata Mustafa Kamal kepada wartawan, Jumat sore.
“Walaupun AR jelas mengatakan saya menerima uang tersebut saya tegaskan itu fitnah,” timpalnya lagi.
Menurutnya, tidak ada bukti yang jelas dan akurat disertakan kwitansi atas tuduhan tersebut. Yang jelas katanya uang sebesar Rp.398 juta lebih itu digunakan untuk kepentingan pribadinya.
“Tidak ada juga anggaran yang diduga diselewengkanya itu untuk kebutuhan kantor,” ujar Mustafa lagi.
Lanjut Kamal, pihak dinas sudah melayangkan surat peringatan kepada AR untuk mengembalikan uang tersebut dan dibagikan kepada guru TPA, surat pertama dilayangkan 6 Februari 2020 dan surat kedua 21 Februari 2020.
“Itu upaya kami supaya ia mengembalikan, masing masing rentang waktu yang disebutkan dalam surat pernyataan itu selama 10 hari, namun tidak juga digubris,” tutup Kamal. (jur/min)