Harianrakyataceh.com – Memiliki postur tinggi besar, ceplas-ceplos ketika berbicara, humoris, membuatnya mudah dikenali. Dia adalah Amiril Mukminin, kapten sepak bola tim PON Aceh. Pesepakbola asal Kutablang, Bireuen itu mengemban ban kapten setelah Rizky Yusuf Nasution cedera. Mulanya, di ajang Porwil, Amiril ialah wakil kapten. Sejak semifinal sampai partai puncak (meraih medali emas) ban kapten tersemat di lengan kirinya.
Sejak masuknya Fakhri Husaini sebagai pelatih kepala tim sepak bola PON Aceh, awal Februari 2021, Amiril oleh teman-temannya masih dipercayakan sebagai kapten. Humoris menjadi kelebihan lain dari anak pasangan Syarifuddin-ArNursiah Abd ini, bermanfaat mencairkan suasana tim yang kadang tegang, atau kelelahan pasca latihan dengan intensitas tinggi.
“Gak ada beban, biasa saja. Yang paling penting tanggung jawab atas kepercayaan yang telah diberikan,” kata Amiril. Menjadi bagian dari tim sepak bola Aceh dan berlaga di PON Papua 2021, merupakan capaian tersendiri, yang amat disyukuri pemain yang beroperasi sebagai bek tengah itu. Tekadnya ingin mempersembahkan yang terbaik bagi Aceh. Target jangka pendek, Amiril berharap terus menjadi pemain inti. Sedangkan jangka panjang, dilirik tim Liga 1.
“Tampil di ajang PON menjadi anak tangga untuk naik kelas ke level selanjutnya. Biasanya akan dipantau oleh tim Liga 1. Mudah-mudahan setelah PON di Papua ada yang melirik. Tapi, untuk mewujudkan itu, sekarang yang terpenting tampil bagus dulu, berbuat untuk tim Aceh. Jika tergeser dari pilihan utama, bagaimana mau dilirik tim Liga 1,” tutur bek yang mengaku amat mengidolakan Cristiano Ronaldo tersebut.
Amiril sejatinya dibekali modal yang cukup untuk naik level. Meskipun selama ini wajahnya wara-wiri di Liga 3, memperkuat PSBL Langsa juga Galacticos FC Bireuen. Sejatinya ia beberapa kali nyaris bergabung dengan tim elit. Tiga tim yang pernah kepicut dengan potensi yang ia miliki, Semen Padang, Borneo FC hingga Kalteng Putra.
Saat hendak bergabung dengan tim berjuluk Kabau Sirah, tiba-tiba Amiril dilanda cedera spir, bermasalah di selangkangan. Musibah tersebut terjadi karena intensitas tarkam yang ia lakoni. Nama Amiril disodorkan lagenda Semen Padang asal Jangka, Bireuen, Effendi Ibrahim. Kala itu, Amiril baru saja memperkuat PSBL Langsa di ajang Piala Presiden. Performanya istimewa, membuat tim bertabur bintang, Bhayangkara FC kalang kabut.
“Saat itu tinggal berangkat, tapi apa boleh buat, tiba-tiba cedera, ya belum rezeki saja,” kenangannya. Kesempatan berlabuh ke Samarinda ia dapatkan saat Ricky Nelson menjadi juru taktik U-20 Borneo FC.
Ia diharuskan berangkat hari ke dua lebaran, saat itu harga tiket pesawat membumbung tinggi, Rp 5 juta. Amiril tak dibekali rezeki yang cukup kala itu. Sedangkan ke Kalteng Putra, ia dihubungi salah satu top agen di pesepakbola Indonesia, Muly Munial. Sayang, kala itu, Amiril sudah terlebih dahulu menandatangani kontrak dengan Galacticos FC.
Dilirik oleh tiga tim kenamaan di Indonesia, menjadi bukti bahwa Amiril memiliki potensi yang tak biasa. Kuat adalah anugerah yang dianugerahi Tuhan untuknya. Jika postur besar nan tinggi sebab faktor keturunan, maka kuat, ia dapatkan dari lingkungan. Sejak kecil, Amiril sudah terbiasa kerja keras. Nyaris semua pekerjaan berat ia pernah coba. Dalam istilah Aceh, disebut ‘pok seumpom’.
Saat SMP misalnya, ia sudah bekerja dipercetakan, sablon karung beras. Amiril kecil, bertugas menghitung ribuan karung, kemudian menyusunnya satu per satu. Seribu lembar karung, dibayar Rp 25 ribu, tahun 2012. Usia bertumbuh, di bangku SMA, Amiril berkerja lebih berat. Ia yang berdomisili di Gampong (Desa) Tingkeum Mayang, sering bermain di desa tetangga, Kulu. Di sana, Amiril acap kali ‘bongkar muat’, menurunkan ampas kelapa juga beras.
Meski sudah berstatus pemain PON Aceh, Amiril tak berubah. Ia dikenal rajin, tak bisa duduk diam tanpa kegiatan. Saat Pelatda diliburkan, Amiril masih suka bongkar muat. Kemarin waktu, sebelum Pelatda kembali dilanjutkan, Amiril tetap menjadi pribadi yang riang dan rajin bekerja. Jika dulu bongkar muat beras, sekarang bongkar muat semen.
Ia menceritakan, satu mobil membawa 720 sak semen. Per sak semen, beratnya kurang lebih 40 kilo. Hanya butuh waktu satu jam setengah menyelesaikan pekerjaan tersebut, dengan jumlah pekerja empat orang. Paling lama kerja, katanya, dua jam. Terbiasa dengan pekerjaan berat, membentuk tubuh Amiril yang memang sudah tinggi besar, menjadi lebih kuat. Hal-hal demikian, ia anggap sebagai pengganti fitnes.
“Karena terbiasa angkat beban (bongkar muat), kekuatan otot lebih kuat. Apalagi menurunkan semen, yang diletakkan di kepala, itu paha jadinya kuat dan keras sekali,” bebernya.
Itulah mengapa, Amiril oleh para penonton kerap melabelinya sebagai bek dengan karakter ‘tukang pukul’. Sebab bermain ngotot dan militan. Amiril terbiasa bermain keras, tapi bukan berarti kasar. Dunia si kulit bundar untuknya, bisa dibilang sedikit banyak diwarisi sang ayah. Bedanya, ayah Amiril berposisi sebagai kiper di tim tingkat Kecamatan Kutablang, Raja Taloe.
Walau begitu, ayahnya tak pernah memaksa anaknya bermain bola. Syarifuddin hanya memberikan dukungan. Amiril pertama kali menimba ilmu sepak bola di SSB Banta Bina. Kala itu, ia dijemput oleh orang tua temannya ke rumah dan diantar ke SSB tersebut. Sejak kecil pula Amiril sudah berprestasi, mewakili Bireuen di ajang Porseni tingkat Provinsi Aceh. Sepulangnya dari sana, Amiril masuk dalam tim Aceh U-16 ke tingkat nasional Piala Menpora yang dilangsungkan di Palembang. Sayang, di detik-detik terakhir namanya gugur.
Amiril kecil pernah kecewa berat sebab ketidakberuntungan tersebut. Ia sempat vakum dari dunia sepakbola, mengisi waktu dengan jualan molen, kurang lebih dua tahun. Luka itu sembuh, karena dukungan orang kampung. Di sebuah turnamen kecil, seseorang membeli sepatu bola untuknya, orang dengan hati yang baik ini berpesan, agar Amiril main bola lagi.
Sejak itu ia menata kembali jalan sepak bolanya, bermain tarkam, naik ke Liga 3, mempersembahkan emas untuk Aceh di Porwil, hingga kini dipercayakan sebagai kapten tim bola PON Aceh. Kini, Amiril memutuskan untuk fokus di dunia si kulit bundar. Baginya, sepak bola andalah nafas! Berharap mempersembahkan yang terbaik untuk Aceh di PON, sembari berdoa rezeki ke level profesional segera datang. Terpenting, membanggakan dan membahagiakan orang tua.
“Saya ingin membahagiakan kedua orang tua. Saat ini semoga menjadi pilihan inti, membawa tim Aceh ke final. Saya tidak terlalu muluk, gak ke timnas juga gak apa-apa, masuk Liga 1 saja, sudah lebih dari cukup,” pungkas Amiril. (icm/rif)
Profil Pemain
Nama: Amiril Mukminin
Tempat Tanggal Lahir: Blang Nie, 16 September 1999
Posisi: Defender
Berat Badan: 77 Kg
Tinggi Badan:177 Cm
Pemain Idola: Cristiano Ronaldo