HARIANRAKYATACEH.COM – Pandemi Covid-19 mendorong peningkatan penggunaan mobile banking apps di Indonesia. Namun, seiring dengan itu, ada berbagai konsekuensi yang mengikuti. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan diingatkan untuk lebih waspada dalam menghadapi tren digital.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto mengungkapkan, penggunaan mobile banking apps di Indonesia meningkat dari sebesar 33 persen pada Januari 2020 menjadi 39,2 persen pada Januari 2021 lalu.
Data-data ini merupakan kabar bagus, karena secara pasar, masih tersedia ruang yang sangat luas untuk tumbuh.
“Masyarakat Indonesia yang banked hingga sekarang masih sebatas 42 juta, sedangkan yang underbanked sebanyak 47 juta dan yang unbanked mencapai 92 juta,” ujarnya diskusi virtual Strategi Digital Bank Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dikutip Selasa (01/06).
Penetrasi digitalisasi perbankan di masyarakat tersebut, menurut Anung, sudah mulai berjalan dan bahkan secara tidak langsung terdorong dengan adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dari data transaksi digital banking yang selama pandemi melonjak cukup signifikan.
“Dari segi volume transaksi mencapai 513,7 juta, meningkat sebesar 41,53 persen dibanding tahun lalu. Secara nilai transaksi juga meningkat 13,91 persen secara year on year menjadi Rp 2.774,5 triliun,” tutur Anung.
Namun demikian, untuk dapat mengembangkan digitalisasi perbankan di Indonesia, Anung mengingatkan kalangan perbankan nasional, ada sejumlah tantangan yang juga harus dihadapi.
Hal itu harus dijawab dengan cermat dan hati-hati agar potensi digitalisasi perbankan yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal.
Anung mencatat, ada berbagai tantangan utama bagi industri perbankan nasional untuk dapat mengembangkan model bisnisnya dalam digital banking. “Tantangan itu antara lain adanya potensi peningkatan risiko serangan siber,” ucapnya.
Menurutnya semakin pesat perkembangan teknologi, maka potensi kejahatan yang berkaitan dengan teknologi juga makin meningkat.
“Lalu juga kebutuhan investasi yang cukup besar untuk membangun infrastruktur teknologi informasi yang memadai serta ketersediaan talent digital baik secara kualitas dan juga kuantitas memadai,” ungkap Anung.
Sementara dari segi regulator, Anung juga memahami adanya tantangan kebutuhan infrastruktur jaringan komunikasi yang merata serta regulatory framework yang mendukung terhadap pengembangan digitalisasi perbankan di masa mendatang.
Tak lupa, Anung juga mengingatkan adanya tren peningkatan perubahan karakteristik masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya ekosistem sektor keuangan.
“Perubahan ekosistem sektor keuangan yang didorong digitalisasi menimbulkan disrupsi dan juga isu ekonomi maupun keuangan yang memicu volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity, atau dikenal dengan VUCA dalam perbankan, bakal semakin meningkat. Ini semua harus dimitigasi dengan baik agar tidak sampai melanggar azas kehati-hatian di bidang perbankan,” tegasnya.
Selain dibuka oleh keynote speech dari OJK, diskusi ini dimoderatori oleh Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah.
Ada sejumlah narasumber lain yang berkompeten di bidang digitalisasi perbankan yakni Direktur IT PT Bank Negara Indonesia Tbk YB Hariyanto, VP Digital Experience & Strategy PT Bank Mandiri Tbk BD Budi Prasetyo dan Executive Director Digital Bank Head UOB Indonesia Fajar Septandri Maharjaya. (rmid)