HARIANRAKYATACEH.COM – Mengaku khawatir, sejumlah pemilik lahan di kawasan Krueng Kerto minta BPN Bener Meriah terbuka dan menunjukkan hasil persil tanah kepada pemilik lahan yang terkena imbas. Hal tersebut disampaikan langsung, Saifullah (40), warga Desa Blang Pante didampingi tujuh rekannya selaku pemilik lahan usai mengunjungi kantor BPN Takengon, Kamis (24/6).
“Kami ingin melihat langsung persil tanah dari BPN setelah dilakukan pengukuran kemarin sebab, kami khawatir luas lahan yang kami garap tidak sesuai dengan yang ada dikeluarkan oleh BPN sehingga kami berharap mereka dapat terbuka,“ ungkapnya.
Pihaknya juga mengaku, khawatir jika tanah miliknya berganti kepemilikan dengan orang lain sebab dilapangan saat ini terjadi permasalahan terkait kepemilikan lahan dan lokasi lahan. “Kami sudah sejak lama menggarap lahan di wilayah Bener Meriah dan baru mendapatkan alas hak berupa sporadic yang dikeluarkan oleh Kampung Tembolon, Kecamatan Syiah Utama, pada tahun 2013 lalu,” ujarnya.
Namun, pihaknya menduga ada permainan mafia di lapangan sehingga surat administrasi tersebut tidak diakui karena berada di wilayah Sampung Simpur sementara, reje Kampung Simpur sendiri tidak mau mengeluarkan surat lagi akibat mengaku telah mengeluarkan surat lain dan atas nama orang lain di lahan yang sama.
Ia menambahkan, permasalahan di lapangan saat ini sangat rumit. ”Ada beberapa warga yang menggarap lahan, namun tidak memiliki surat dan sebaliknya, ada warga yang memiliki surat, namun tidak memiliki lahan sehingga membuat masyarakat disana pening,” sebutnya.
Menurutnya, pihaknya bisa saja bertahan untuk tidak membebaskan lahan tersebut. “Namun pembangunan waduk pasti tetap berjalan dan lahan milik kami akan terkena imbas dari genangan air waduk tersebut.”
Semntara itu, Muhammad Satyan (40), warga Selmak, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Utara menambahkan, selain melihat jumlah lahan yang diukur pihaknya juga ingin memastikan kepemilikan lahan benar-benar yang menggarap lahan.
“Hari ini kami datang ke BPN Aceh Tengah untuk mempertahankan hak kami sebab, kami khawatir yang memiliki lahan tidak menerima ganti rugi dan yang mempunyai surat namun tidak memiliki lahan yang menerima ganti rugi,” tegasnya.
Pihaknya juga mengakui tidak mengetahui apakah lahanya masuk ke wilayah Tembolon atau Rusip. ”Yang kami tahu lahan yang kami garap akan terdampak genangan air akibat pembangunan waduk Krueng Kerto,” ungkapnya.
Pihaknya juga mengaku heran jika saat ini lahan yang mereka garap masuk ke dalam wilayah Simpur dan mengabaikan surat sporadic yang dikeluarkan oleh Kampung Tembolon. “Padahal setiap sosialisasi terkait waduk kami selalu di undang dan kami datang,” ujarnya.
Pihaknya juga mengaku heran adanya upaya BPN untuk menutupi porsil lahan kepada. ”Seharusnya hal itu tidak perlu dilakukan dan kami berharap mereka lebih terbuka dan tidak mempermainkan rakyat,” tandasnya. (uri/bai)