HARIANRAKYATACEH.COM - Transparansi publik, salah satu keharusan termasuk setiap proses tahapan penyelidikan kasus yang sedang ditangani penyidik hukum, sangat penting untuk harus diketahui oleh publik, sehingga ada kepastian hukum.
Disebabkan setiap proses tahapan penyelidikan yang dilakukan oleh penegak hukum itu, telah tersedia anggarannya dari Negara untuk lembaga masing-masing penyidik, karena menggunakan uang rakyat, maka hasil proses dan tahap penyelidikan juga harus transparan.
Transparansi setiap kasus yang sedang proses tahapan penyelidikan yang dilakukan lembaga penegak hukum yang di biayai oleh Negara, hal dijelaskan Sandri Amin SH, praktisi hukum sekaligus advokad tersebut, kepada harianrakyataceh.com, Senin (20/9).
”Harus transparansi dan diketahui publik setiap proses tahapan penyelidikan kasus yang ditangani lembaga hukum, sebab setiap tahapan penyelidikan itu ada biayanya, yang bersumber dari Negara, maka hasilnya juga wajib diketahui rakyat, atau begini setiap ada Assalamu’alaikum harus ditutup dengan Waalaikumsalam, jadi ada kepastian hukum”, katanya.
Dia menyebutkan meminta transparansi proses tahapan penyelidikan yang ditangani pihak lembaga hukum itu, termasuk proses penyelidikan sejumlah kasus tindak pidana pelanggaran, khususnya diwilayah Kabupaten Simeulue, yakni kasus SPPD Oknum anggota Dewan dan kasus pembangunan gedung Gelanggang Olahraga (GOR) setempat.
Proses tahapan kedua kasus tersebut, hingga saat ini belum diketahui hasilnya, sehingga diminta pihak Kejaksaan Tinggi Aceh dan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh, untuk harus mengawasi dan tidak terkesan samar dan menjadi gunjingan publik, karena tidak transparansi sehingga nantinya realisasi UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Jangan hanya pintar bilang transparansi publik saat melakukan penyelidikan yang dibiayai oleh negara, dengan mengadopsi UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di Simeulue ada dua kasus yang ditangani penegak hukum hingga saat ini masih samar, dan kita minta Kajati dan Ombudsman harus mengawasinya dan hasilnya dibeberkan kepada publik”, imbuh Sandri Amin SH.
Dalam catatan Sandri Amin, membeberkan kasus dugaan SPPD fiktif oknum mantan anggota dan oknum anggota aktif DPRK Simeulue senilai Rp 2,7 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Simeulue yang bergulir proses tahapan penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri Sinabang sejak awal tahun 2020 lalu.
Kemudian dugaan carut marutnya kegiatan proyek pembangunan Gelanggang Olah Raga Tipe B Kabupaten Simeulue, senilai Rp13,7 Milyar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikerjakan pihak rekanan PT Loeh Raya Perkasa, dengan nomor kontrak 426/002.1/kontrak/2019 dan berakhir kontrak pada tanggal 31 Desember 2019 lalu, yang perna diselidiki salah satu lembaga penegak hukum di Provinsi Aceh. (ahi).