HARIANRAKYATACEH.COM I BANDA ACEH (RA) – Majelis Rakyat Papua (MRP) berkunjung ke kantor Partai Aceh (PA) di kawasan Batoh Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh, Rabu (1/12/2021).
Kedatangan rombongan MRP tersebut dipimpin langsung Ketua MRP, Timotius Murib dan Wakil Ketua MRP, Yoel Luiz Mulait bersama 23 rombongan dari MRP. Mereka diterima Sekjen Partai Aceh Kamaruruddin Abubakar (Abu Razak), didampingi Juru bicara PA Nurzahri, Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin dan beberapa pengurus teras PA lainnya.
Dalam kunjungan tersebut, Ketua MRP Timotius Murib menanyakan tentang sejarah berdirinya partai lokal di Aceh dan kenapa pelaksanaa peraturan pemerintah tentang partai lokal bisa turun dalam waktu yang relatif singkat setelah disahkan dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh,” ujar Juru bicara PA Nurzahri melalui keterangan tertulis kepada Rakyat Aceh.
Di sisi lain, MRP Juga menyampaikan bahwa di Papua dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus Papua sebenarnya sudah ada juga pasal yang mengatur tentang hak bagi rakyat Papua untuk mendirikan partai politik sendiri.
Namun sayangnya pasal tentang partai politik Papua ini tidak dapat dijalankan karena perbedaan tafsir antara rakyat Papua dengan pemerintah pusat, dimana rakyat Papua menafsirkan pasal tersebut sebagai partai lokal di Papua sedangkn pemerintah pusat menafsirkan bahwa tafsir partai Papua adalah Partai Nasional sebagai mana partai nasional lainnya, sehingga selama 20 tahun pasal tentang partai Papua tidak pernah dapat dijalankan sama sekali.
Mereka juga menyampaikan bahwa dalam revisi UU Otsus Papua yang terbaru, yaitu UU Nomor 2 tahun 2021 pasal tentang partai Papua dihilanglan sepihak oleh pemerintah pusat dan kini MRP sebagai refresentatif kepemimpinan adat di Papua telah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dibatalkan beberapa pasal dalam UU Otsus Papua terkhusus pasal tertang partai Papua.
Sementara itu, sekjen PA dan Jubir PA menjelaskan tentang sejarah munculnya partai lokal dalam MoU Helsinki berlanjut dituangkan kedalam UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan disambung dengan PP 20 Tahun 2007 dan qanun nomor 3 tahun 2008 tentang Parlok di Aceh. (ra)