TAKENGON (RA) – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) asal Gayo, anggota DPR Aceh, Muhammad Ridwan, meragukan mutu bangunan Rumah Sakit rujukan regional yang ada di Pegasing, Aceh Tengah.
Rumah Sakit yang dibangun 2010 silam, hingga saat ini terlihat masih belum rampung dan belum juga beroperasi. Dimana empat kabupaten di wilayah tengah itu sangat membutuhkan kehadiran Rumah Sakit Regional tersebut.
“Kami meragukan mutu bangunan yang sedang dibangun saat ini, kami dengar sudah ada yang bocor. Dalam konteknya, kami ragu bukan tidak setuju, tapi kami ingin bangunan itu menjadi bangunan yang terbaik, kami juga sudah sering ingatkan kepada kontraktornya,” kata Muhammad Ridwan, anggota DPRA dari Dapil 4 Aceh Tengah dan Bener Meriah, beberapa waktu lalu kepada awak media.
Selain meragukan mutu bangunan, mantan Kadis Dikjar Aceh Tengah itu, turut mengkritisi status tanah, ia mempertanyakan berapa luas rumah sakit itu dan apakah telah mengantongi surat surat kepemilikannya.
“Beberapa hektar yang dibangun dan status tanahnya milik siapa. Menurut keterangan yang kami terima tanah itu milik provinsi. Oke kalau milik provinsi, ada tersurat,” pungkas Ridwan.
“Jika milik provinsi, pihak provinsi harus memberikan sertifikat tersebut, sampai saat ini belum ada kita lihat. Artinya apa, supaya kelak tidak terjadi polemik, benang kusut ini harus diluruskan,” kata mantan Kepala Dinas Pendidikan Aceh Tengah itu.
Kata dia, luas bangunan itu perlu dipertimbangkan oleh pemerintah, apakah sudah mampu menampung tempat parkir jika kelak telah beroperasi. “Jangan nanti lebih luas tempat parkir RSUD Datu Beru Takengon, karena ini rumah sakit rujukan,” katanya, sembari menyebut, jikapun ada perluasan, ia mempertanyakan dimana rumah dinas dokter spesialisnya.
Untuk tahun 2021 kata dia, pemerintah melalui Dinas Kesehatan Aceh, telah menganggarkan sebesar Rp 16 miliar lebih untuk lanjutan pembangunan rumah sakit tersebut. Kepada kontraktor ia berharap tidak asal asalan mengerjakan kegiatan itu.
Lain itu kata dia, pemerintah telah mengiyakan pembelian mesin pengolah limbah, jika mesin tersebut tidak difungsikan, ia khawatir akan rusak. “Untuk mesin pengolahan limbah, kalau tidak salah saya sudah dibeli dengan anggaran Rp 5 miliar, ini harus difungsikan, jika tidak kita khawatir akan rusak,” pungkasnya. (jur/bai)