Urgensi Mempelajari Ilmu Syar’i

Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

Menuntut ilmu syar’i adalah kebutuhan yang sangat penting dan mendesak dalam Islam. Ilmu syar’i adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasul-Nya Saw berupa keterangan dan petunjuk. Dengan ungkapan lain, ilmu syar’i adalah ilmu yang digunakan untuk memahami syariat Islam. Ilmu inilah yang dipuji dan disanjung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.

Yang termasuk ilmu syar’i yaitu ilmu Tauhid, Aqidah, Tajwid, Fiqh, Akhlak, Ushul Fiqh, Maqashid asy-Syariah, Ulumut Tafsir (ilmu-ilmu tafsir), Ulumul Hadits (ilmu-ilmu hadits), bahasa Arab dan ilmu lainnya yang digunakan sebagai alat untuk memahami al-Quran dan As-Sunnah.

Sejatinya seorang muslim itu lebih peduli dan memprioritaskan belajar ilmu syar’i. Sebab, tanpa ilmu syar’i, seseorang tidak dapat mengetahui ajaran Islam, tidak dapat mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah dengan benar, tidak dapat bertauhid yang benar (sesuai dengan Al-Quranb dan As-Sunnah), tidak bisa membedakan mana aqidah yang benar dan mana aqidah yang sesat (paham sesat), tidak dapat beribadah yang benar (sesuai petunjuk Nabi saw), dan tidak mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, serta mana yang petunjuk dan mana yang sesat.

Dengan ilmu syar’i inilah kita dapat mengetahui, memahami dan mengamalkan ajaran Islam (al-Quran dan Sunnah Rasul saw) secara benar, sehingga kita selamat dunia akhirat. Rasulullah saw bersabda, “Aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik). Oleh karena itu, ilmu syar’i berfungsi untuk menangkal berbagai ajaran sesat.

Ilmu syar’i adalah amal shalih dan ibadah yang paling mulia, karena ilmu termasuk jenis jihad di jalan Allah swt, sebagaimana firman Allah swt, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diriya.” (At-Taubah: 122).

Begitu pentingnya menuntut ilmu syar’i sehingga Allah swt melarang umat Islam pergi berjihad semuanya tanpa ada beberapa orang yang menuntut ilmu syar’i, meskipun jihad adalah suatu kewajiban dan amal ibadah yang paling agung. Namun, orang yang menuntut ilmu syar’i diberi dispensasi meninggalkan jihad. Ini menunjukkan keutamaan dan pentingnya menuntut ilmu syar’i. Selain itu juga menunjukkan kewajiban menuntutnya.

Ilmu syar’i adalah syarat mutlak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i sangat mendesak, sama halnya seperti kebutuhan manusia terhadap makanan dan minuman. Tanpa makan dan minum, manusia tidak dapat hidup. Begitu pula dengan ilmu syar’i. Tanpa ilmu syar’i manusia tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, petunjuk dan sesat serta perintah dan larangan.Karena, ilmu itu adalah cahaya. Maknanya, ilmu itu petunjuk dan penerang hidup manusia, baik urusan dunia maupun akhirat.

Oleh karena itu, ilmu syar’i berfungsi untuk menangkal berbagai penyimpangan dalam agama seperti paham sesat, syirik, bid’ah, khurafat, tahayul, dan lainnya, dan menangkal berbagai macam maksiat dan kemungkaran, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya saw.

Dengan ilmu tauhid, kita dapat bertauhid dan beriman kepada Allah swt secara benar sehingga kita dapat mengetahui kewajiban dalam tauhid dan iman kepada Allah swt Begitu pula kita mengetahui lawan dari tauhid yang diharamkan yaitu syirik (menyekutukan Allah swt). Dengan ilmu tauhid pula, kita bisa mengetahui bahaya syirik dan keharamannya sehingga kita meninggalkan dan menjauhkannya.

Begitu pula, dengan ilmu Tauhid kita mengetahui hal-hal yang membatalkan tauhid dan keimanan kepada Allah swt Hal ini sangat penting diketahui, mengingat syirik itu dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra., ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw, “Dosa apakah yang paling besar?. Beliau menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, sedangkan Dia telah menciptakan kamu. Maka aku berkata, “Lalu apa lagi?”. Beliau menjawab: “Kamu membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu.” Maka aku berkata, “Lalu apa lagi”. Beliau menjawab, “Kamu berzina dengan istri tetanggamu”. (Muttafaq ‘alaih). Bahkan ada sebahagian syirik yang dapat membatalkan tauhid dan keimanan seperti menyembah selain kepada Allah dan lainnya.

Selain itu, dosa syirik itu tidak ada ampunan di sisi Allah Swt dan divonis sesat oleh Allah Swt, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang ia kehendaki. Dan barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.” (An-Nisa’:116).

Selama ini, makna syirik hanya dipahami sebatas menyembah selain Allah swt seperti patung, binatang, manusia, jin dan sebagainya. Padahal, tidak demikian. Meminta pertolongan kepada makhluk yang diyakini bisa mendatangkan kemaslahatan dan kemudharatan seperti jin, benda-benda yang dianggap keramat, kuburan-kuburan wali/ulama, dan lainnya itu termasuk syirik.

Begitu pula menyembelih hewan dan bernazar selain kepada Allah juga termasuk syirik. Karena, keduanya merupakan ibadah yang harus ditujukan hanya kepada Allah semata. Oleh karena itu, orang yang mempersembahkan sembelihan dan nazar kepada selain Allah seperti berhala, orang yang sudah mati, jin, malaikat dan sebagainya, maka dia sudah mempersekutukan Allah swt. Hal ini dijelaskan oleh para ulama dalam menafsirkan ayat 3 surat Al-Maidah، ayat 2 surat Al-Kautsar dan ayat 185 surat Al-Baqarah sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab Tafsir dan Aqidah.

Selain itu, memakai jimat untuk pengobatan, kebal, mengalahkan orang lain, untuk mempengaruhi wanita, menangkal mudharat dan lainnya termasuk syirik, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra., Rasulullah saw bersabda, ” Sesungguhnya ar-ruqa (jampi-jampi), at-tamaim (ajimat), dan At-Taulah (sihir) adalah syirik.” (HR. Ahmad,

Selain itu tradisi-tradisi yang diyakini dapat memberi berkah atau menolak bala termasuk syirik. Allah telah mengecam dan membantah perbuatan syirik tersebut dengan firman-Nya, “Katakan (Muhammad), “Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi dirinya sendiri?” (Ar-Ra’d:16).

Rasulullah saw sendiri tidak mampu mendatangkan manfaat dan menolak bala terhadap dirinya, sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak punya kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah..” (Al-A’raf: 188).

Maka, tauhid yang benar adalah hanya kepada Allah yang berhak disembah dan dimohon pertolongan, sebagaimana firman Allah swt, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. (al-Fatihah: 5).

Dari Abul ‘Abbas Abdullah bin ‘Abbas ra., dia berkata: Suatu hari aku pernah berboncengan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: ”Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarimu beberapa kalimat: ‘Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Apabila kamu meminta sesuatu mintalah kepada Allah, apabila engkau memohon pertolongan maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah, kalau seandainya umat manusia bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu, dan kalau seandainya mereka bersatu untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya tidak akan membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan akan menimpamu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. at Tirmidzi, dan dia berkata hadits ini hasan shahih)

Dalam riwayat selain riwayat at Tirmidzi, dengan lafadz: ”Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu, ingatlah Allah dalam keadaan engkau lapang, niscaya Dia akan mengingatmu dalam keadaan engkau sulit. Dan ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang Allah tetapkan luput darimu, niscaya tidak akan pernah menimpamu. Dan segala sesuatu yang telah ditetapkan menimpamu, maka tidak akan luput darimu. Ketahuilah, bahwa pertolongan itu bersama kesabaran dan kelapangan itu bersama kesulitan dan bersama kesukaran itu ada kemudahan.” (HR. Ahmad, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi dan lainnya).

Begitu pula termasuk perbuatan syirik orang-orang yang mengaku dirinya mengetahui hal-hal yang ghaib seperti tukang ramal, dukun, paranormal, “orang pintar”, tukang tenun dan tukang sihir. Karena, hanya Allah swt yang mengetahui persoalan yang ghaib, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, “Katakanlah (hai Muhammad) tidak ada seorang pun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib kecuali Allah saja.” (An-Naml: 65). Allah swt juga berfirman, “(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya” (Al-Jin: 26-27).

Selama ini, banyaknya perbuatan syirik yang terjadi di tengah masyarakat akibat tak paham persoalan tauhid secara benar.

Dengan ilmu Aqidah, seseorang dapat mengetahui persoalan keimanan dan aqidah benar yang wajib diyakini dan diikuti yaitu aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dikenal dengan nama aqidah Ahlussunnah Wal jama’ah. Inilah aqidah yang benar. Adapun aqidah selain aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sesat dan menyesatkan (paham sesat).

Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti Sunnah Rasul saw dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Al-Jama’ah berarti kumpulan orang-orang yaitu bersatu dalam agama dan manhaj Alquran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para ulama salaf (sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in). Jadi Ahlussunnah wal Jama’ah adalah golongan yang mengikuti dan berpegang teguh dengan Sunnah Nabi saw dan para sahabatnya dan bersatu dalam manhaj salaf (para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in, termasuk imam-imam mazhab). Inilah ciri utama dan khas Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku nanti akan melihat banyak perselisihan. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para sahabatku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (maksudnya pegang erat-erat sunnah itu-red), dan jauhilah oleh kalian perkara baru yang diada-adakan dalam agama (bid’ah), karena setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Abu Daud, At-Tirmizi, dan Ibnu Majah).

Rasulullah saw juga bersabda: “Terpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Rasulullah ditanya, “Siapa golongan yang satu itu?” Rasulullah saw bersabda, “Orang yang berpegang teguh dengan sunnahku dan para sahabatku” dalam sebahagian riwayat, “golongan yang satu itu adalah al-jama’ah”. (HR. Abu Daud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, ia berkata, shahih sesuai syarat Muslim)

Dengan ilmu Aqidah, seseorang dapat mengetahui aqidah atau paham yang sesat yaitu aqidah atau paham yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang wajib ditolak dan dijauhi. Paham sesat ini bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antaranya Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah, Qadariah, Jabariah, Murjiah, Jahmiah, Wihdatul Wujud/al-Hulul/al-ittihad, Muaththilah, Mujassimah, Musyabbihah, Bathiniah, Sabaiyyah, Bahaiyyah, dan lainnya. Sekte-sekte ini muncul sejak dulu setelah masa para sahabat khulafaurrasyidin, kecuali khawarij muncul pada masa khalifah ke empat Ali bin Abi Thalib ra. Namun saat ini, muncul paham-paham sesat dengan memakai “baju baru” seperti Liberalisme, Pluralisme, Sekulerisme, Feminisme, Ahmadiah, Bahai, Tarekat, dan lainnya. Semuanya bersumber dari paham-paham sesat tersebut di atas.

Dengan mempelajari ilmu Fiqh, kita dapat mengetahui cara beribadah dengan benar yaitu sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Kita dapat mengetahui hal-hal yang wajib (rukun) dalam ibadah sehingga kita harus memenuhinya agar ibadah kita menjadi sah dan benar sehingga diterima oleh Allah swt. Begitu pula kita mengetahui hal-hal yang sunnah, sehingga berusaha meraih keutamaannya, dan hal-hal membatalkan suatu ibadah atau yang bertentangan dengan sunnah, sehingga kita menjauhi dan meninggalkannya.

Selama ini, sebahagian orang beribadah tidak benar karena tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah saw, sehingga perbuatan bid’ahpun merajalela di tengah masyarakat. Padahal, bid’ah temasuk dosa besar yang dilarang dan dikecam dalam agama. Rasulullah saw bersabda, “Jauhilah oleh kamu urusan-urusan yang dibuat-buat (bid’ah). Sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi). Dalam riwayat yang lain, “Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan dalam agama, dan setiap yang diada-adakan dalam agama itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan itu masuk kedalam neraka” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Selain itu, ibadah yang dikerjakan tanpa petunjuk Nabi saw tidak akan diterima Allah swt. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berdasarkan petunjuk dari agama, maka amalannya ditolak.” (Muttafaq ‘Alaih). Rasulullah saw juga bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalannya ditolak.” (HR. Muslim).

Dengan ilmu Fiqh pula, seseorang dapat mengetahui makanan yang dihalalkan dan makanan yang diharamkan. Dengan demikian, ia akan berusaha selalu untuk mengkomsumsi makanan dan minuman yang halal dan meninggalkan segala makanan dan minuman yang diharamkan agar kehidupannya diberkahi dan diterima doanya oleh Allah swt. Sebab, makan dan minum yang halal merupakan syarat utama diterimanya doa kita oleh Allah Swt dan sebab utama mendatangkan rezki dan keberkahan.

Dengan ilmu Tajwid (ilmu kaidah membaca Alqur’an), maka seseorang dapat membaca Al-Qur’an dengan benar sehingga mendapat pahala dan berbagai keutamaan lainnya. Sebaliknya jika kita tidak mampu membaca Al-Qur’an atau membacanya dengan salah, maka kita akan mendapatkan dosa. Membaca Al-Quran yang benar adalah kewajiban bagi setiap muslim. Karena, mengamalkan Al-Qur’an wajib hukumnya bagi setiap muslim. Al-Quran adalah aturan dan petunjuk hidup seorang muslim. Maka mengamalkannya wajib. Dan tidak mungkin mengamalkannya tanpa membaca dan memahaminya. Selain itu, merupakan tuntutan dan bukti keimanan seorang. Beriman kepada Al-Qur’an yang merupakan salah satu rukun iman yang enam, mewajibkan kita untuk membaca, mentadabburi, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an. Inilah bukti bahwa seseorang itu muslim.

Begitu pula, dengan mempelajari ilmu Akhlak, kita dapat mengetahui akhlak yang baik yang wajib kita amalkan dan akhlak yang buruk yang wajib kita tinggalkan. Kita dapat mengetahui segala perbuatan dan perkataan yang diwajibkan sehingga kita melakukannya. Begitu pula kita mengetahui segala perbuatan dan perkataan yang diharamkan, sehingga kita tidak melakukannya.

Bahkan, untuk berdakwah sekalipun kita wajib berilmu syar’i. Berdakwah tanpa ilmu syar’i sama saja menebar kesesatan di tengah masyarakat. Maka, ilmu syar’i menjadi syarat utama bagi seorang da’i dalam berdakwah agar dakwahnya benar, sebagaimana firman Allah Swt, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus, aku mengajak menusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku lakukan beserta pengikutku…” (Yusuf: 108). Allah swt juga berfirman, “Serulah (manusia) kepada Tuhanmu dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan dengan mereka dengan cara yang baik…” (An-Nahl: 125). Rasulullah saw bersabda, “Sesungguh Allah tidak mencabut ilmu dari manusia begitu saja, namun mencabut ilmu dengan mematikan orang-orang yang berilmu. Maka jika tidak tidak seorangpun yang berilmu tersisa, maka orang-orangpun menjadikan pemimpin-peminpin yang bodoh. Maka mereka ditanya (tentang agama), maka mereka berfatwa tanpa ilmu, maka mereka telah sesat dan menyesatkan.” (HR. Muslim)

Demikianlah di antara pentingnya ilmu syar’i dalam kehidupan kita ini. Oleh karena itu, mengingat urgensi ilmu syar’i dalam kehidupan ini, maka sudah sepatutnya kita berusaha untuk mencari dan mempelajarinya. Ilmu syar’i mesti diprioritaskan, karena menuntut ilmu syar’i merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana sabda Nabi saw, “Menuntut ilmu (agama) itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Selain itu, orang yang mempelajarinya akan mendapatkan berbagai keutamaan seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw. Sudah sepatutnya berbagai keutamaan menuntut ilmu memberi motivasi dan semangat kepada kita untuk menuntut ilmu syar’i. Sangatlah rugi bila kita tidak meraih berbagai keutamaan itu. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan petunjuk dan dimudahkan oleh Allah swt dalam menuntut ilmu. Dan semoga kita mendapatkan berbagai keutamaan menuntut ilmu syar’i. Aamin!

*) Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Anggota Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara, Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry, dan Doktor bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM).