KPK Supervisi Kasus Korupsi Beasiswa DPRA

BANDA ACEH (RA) – Bareskrim Polri bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan supervisi kasus dugaan korupsi beasiswa Aceh yang ditanggani Polda Aceh.
Demikian disampaikan Kapolda Aceh Irjen Pol Ahmad Haydar pada konferensi pers akhir tahun Polda Aceh di Gedung Presisi Mapolda Aceh, Jumat (31/12) kemarin.

Dikatakan Kapolda, supervisi dilakukan untuk mencari atau mengumpulkan bukti lainnya menjadi terang, sebelum menetapkan tersangka. “Supervisi antara Polri dan KPK diharapkan dapat menjadi titik temu dalam menuntaskan dugaan korupsi beasiswa Aceh itu,” ucap Kapolda.

Sebelumnya sejumlah lembaga Swadaya di Aceh mendesak Polda Aceh segera menetapkan tersangka dalam kasus beasiswa dugaan tindak pidana korupsi beasiswa yang melibatkan anggota DPR Aceh.

Desakan itu datang diantaranya dari Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) dan Pospera Aceh.

Koordinator GeRAK Aceh Askhalani mengatakan, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh menemukan adanya kerugian negara mencapai Rp 10 miliar pada kasus beasiswa tersebut. Karenanya sudah patut ditetapkan tersangka.
“Hasil audit BPKP sudah final dan ditemukan kerugian negara Rp 10 miliar, maka pihak kepolisian sudah dapat meningkatkan status sesuai hasil penyidikan yaitu penetapan tersangka,” kata Askhalani.

Menurutnya, penetapan tersangka itu perlu dilakukan guna memberikan kepastian hukum atas seluruh proses penanganan perkara yang ditangani kepolisian.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, kinerja supervisi yang dilakukan pihaknya untuk memberikan kepastian hukum dan demi penegakan hukum yang berkeadilan. Dia meminta agar tidak ada pandangan yang menilai bahwa dengan supervisi KPK melakukan kooptasi.

Menurutnya, kalau sudah satu visi yaitu Indonesia bebas dari korupsi, maka tidak perlu muncul pandangan tersebut. “Supervisi ini tujuannya agar di hadapan hukum, mau ditegakkan oleh Jaksa, Polisi atau KPK maka perlakuannya sama,” kata Ghufron dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi dengan Aparat Penegak Hukum di Maluku, November lalu, dilansir dari Jawa pos.com

Untuk mewujudkan hal tersebut, lanjut Ghufron, penting untuk melakukan koordinasi demi memperkuat sinergitas dengan adanya kesatuan visi. Menurutnya, semua aparat penegak hukum adalah satu sehingga tidak perlu saling berebut dalam penanganan perkara. Tetapi, harus saling mendukung kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak sesuai tugas dan fungsinya.

“Jangan sampai terjadi seperti kasus yang berlarut-larut hingga pergantian pimpinan, karena audit perhitungan kerugian negaranya tidak selesai,” ujar Ghufron.

Ghufron menuturkan, dalam pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana diatur dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 mengatakan bahwa untuk pelaksanaan supervisi diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Supervisi Atas Penanganan Tindak Pidana Korupsi. (mar/min)