
HARIANRAKYATACEH.COM – Angka kematian akibat Covid-19 varian Omicron memang tidak setinggi varian Delta. Namun, pemerintah tetap harus memantau kenaikan angka kematian yang melonjak 14 kali lipat sejak awal Januari 2022. Perhatian utama tertuju pada warga lanjut usia (lansia) yang lebih rentan terpapar Omicron.
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, peningkatan kasus masih terus berlangsung hingga kemarin. Dia menyebutkan, kasus positif harian bisa mencapai 32 ribu, bahkan mungkin 40 ribu, sehari. Namun, Luhut juga menyatakan bahwa perawatan pasien-pasien positif itu terhitung cepat. ”Tapi, buat teman-teman yang umur 60 tahun ke atas, belum divaksin, dan punya komorbid, agar tidak keluar rumah dulu,” katanya kemarin (5/2).
Menurut data, lanjut Luhut, mayoritas pasien meninggal belum divaksin dua kali. Lalu berusia sekitar 60 tahun dan memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Karena itu, dia mengajak masyarakat untuk segera divaksin. Namun, yang sudah divaksin juga tidak boleh menganggap enteng. Sebab, Omicron bisa merusak tubuh. ”RS Jakarta terisi 15 persen. Banyak juga yang sudah keluar karena gejala ringan. Tapi, kalau di atas 60 tahun, segera dibawa ke rumah sakit atau isolasi terpusat,” tutur Luhut.
Anak Lansia Tewas Dikeroyok Sebut Ayahnya Dapat Ancaman Pembunuhan
Tjandra Yoga Aditama, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan bahwa angka kematian harian sudah naik lebih dari sepuluh kali lipat. Artinya, pemerintah harus mulai serius meneliti penyebab kematian ini. ”Memang kenaikannya jauh lebih rendah dari tren peningkatan kasus. Tetapi, kejadian wafat kan amat menyedihkan dan tidak dapat tergantikan,” ujarnya.
Menurut Yoga, penting menganalisis varian mana yang mengakibatkan angka kematian naik. Dia mengatakan, patut diwaspadai jika ternyata kematian banyak disebabkan varian Delta. Karena itu, perlu digali apakah memang jumlah pasien varian Delta meningkat sehingga ada peningkatan kematian. ”Di sisi lain, kalau kematian akibat varian Omicron, tentu perlu digali kenapa varian Omicron sampai menimbulkan kenaikan kematian seperti ini,” ucapnya.
Hasil analisis tentang varian yang berhubungan dengan peningkatan kematian dapat menjadi salah satu masukan bagi pemerintah. Kemudian bisa dianalisis penyebab kematian (cause of death) dengan meneliti kelompok umur yang wafat, jenis kelamin, dan faktor lain seperti ada tidaknya komorbid. Jika ada, diteliti apa jenisnya, status vaksinasi, dan sebagainya.
Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, yang paling penting saat ini adalah mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19. ”Jadi, tidak perlu terlalu memikirkan soal varian apa yang menginfeksi,” ujarnya.
Wiku menjelaskan, varian virus hanya bisa dipastikan lewat proses whole genome sequencing (WGS). Itu pun tidak akan dilakukan pada semua sampel. Prioritas hanya sampel yang dicurigai dan dipilih oleh pemerintah.
Pada bagian lain, kalangan DPR mendesak pemerintah segera mengevaluasi pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). ”Varian Omicron sudah melonjak. Sehingga sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh,” tegas anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo kemarin.
Handoyo juga mendesak pembelajaran tatap muka (PTM) di semua jenjang pendidikan dievaluasi. Bahkan bila perlu dihentikan sementara waktu untuk daerah dengan kategori kerawanan tinggi.
Kader PDI Perjuangan itu juga meminta pemerintah kembali menggencarkan protokol kesehatan atau prokes. Dia menilai saat ini sudah begitu banyak masyarakat yang abai dengan prokes tersebut. Padahal, potensi penularan virus masih sangat terbuka. ”Saya pikir kegiatan yang mengundang kerumunan cukup berbahaya saat ini,” kata dia.
Handoyo juga mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah. Jangan sampai ada anggapan Omicron tidak berbahaya. ”Varian Omicron masih berbahaya. Terutama bagi mereka yang memiliki komorbid dan yang belum divaksin,” terangnya.
Dirjen Administrasi Wilayah Kementerian Dalam Negeri Safrizal mengatakan, kenaikan angka positif menjadi perhatian pemerintah. ”Kita monitor setiap hari,” ujarnya. Terkait desakan menaikkan level PPKM, Safrizal menyebutkan, sudah ada parameternya. Evaluasi dilakukan setiap pekan. Nah, penentuan level akan tergantung dari hasil evaluasi. ”Angka rata-rata satu minggu akan kita jadikan tolok ukur penentuan level,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, dalam Inmendagri Nomor 6 dan 7 Tahun 2022, level PPKM yang berlaku saat ini akan berjalan hingga 7 Februari. Diperkirakan, inmendagri baru akan dikeluarkan pada Selasa (8/2).
Sumber : jawapos.com