Advokat Siap Dampingi Mahasiswa Korban Kasus Beasiswa

Solidaritas Advokat Aceh membuka Posko Bantuan Hukum untuk melakukan Advokasi Hukum bagi mahasiswa penerima Beasiswa. Amar/RAKYAT ACEH

HARIANRAKYATACEH.COM – Solidaritas Advokat Aceh membuka Posko Bantuan Hukum untuk melakukan advokasi hukum bagi mahasiswa penerima beasiswa.

Juru Bicara Solidaritas Advokat Aceh untuk Mahasiswa, Erlanda Juliansyah mengatakan, pembukaan posko tersebut bertujuan untuk melakukan advokasi kepada mahasiswa penerima beasiswa, dalam melakukan Pengaduan konsultasi atau komunikasi untuk melihat perkara yang sebenarnya.

Kata Erlanda, pihaknya mengapresiasi berjalannya penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus beasiswa yang sedang ditangani Kepolisian Daerah Aceh. Maka dari itu kasus tersebut harus segera diusut adalah dalang di balik kasus beasiswa ini, sebab mereka adalah aktor intelektual yang merencanakan dan mengambil keuntungan.

“Pasal 29 Pergub No. 58 Tahun 2017 tentang Beasiswa Pemerintah Aceh terdapat klausul yang mewajibkan penerima untuk mengembalikan beasiswa, apabila si penerima memberikan keterangan yang tidak benar,” jelas Erlanda Juliansyah saat gelaran konferensi pers, Senin (21/2).

Padahal dalam faktanya, sebut Erlanda, dalam proses ini terdapat suatu mekanisme penyeleksian yang telah dilakukan oleh Panitia pengelola Beasiswa dalam hal ini adalah BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aceh) terhadap syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh BPSDM selaku pengelola Beasiswa Pemerintah Aceh.

Sehingga apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi maka BPSDM baru bisa menyalurkan beasiswa ini kepada penerima yang dinyatakan lulus seleksi dengan mewajibkan si penerima beasiswa untuk melengkapi dan menyampaikan dokumen yang dibutuhkan untuk pencairan beasiswa tersebut.

Lebih lanjut sebutnya, pada Pasal 22 ayat (5) Pergub No. 58 Tahun 2017 juga menyebutkan bahwa terkait dana beasiswa yang disalurkan tersebut harus melalui proses validasi dan verifikasi dokumen sehingga dalam hal ini mahasiswa yang dinilai tidak memenuhi syarat seharusnya tidak diloloskan sebagai penerima.

“Namun buktinya mahasiswa dalam hal ini dituduhkan seolah-olah melakukan persengkongkolan jahat kepada oknum tertentu untuk mendapatkan beasiswa sehingga harus mengembalikan uang yang diterima kepada penyidik,”jelasnya.

Sementara itu, anggota Solidaritas Advokat Aceh lainnya, Kasibun Daulay menilai mahasiswa di kasus ini sebagai korban, bukan pelaku. Menurutnya dalam hukum pidana utama yang harus difokuskan itu kebenaran materil bukan kebenaran formil.

“Kalau secara formil yang menerima itu mahasiswa, tapi secara materil kami dorong penyidik Polda untuk menemukan kebenaran materil. kemana aliran dana itu dan siap pelakunya,” ujarnya.

Kasibun juga berharap agar kasus tersebut bisa sampai ke pengadilan, dikarenakan sebuah kejahatan tersuktur, sistematis dan masif. Sehingga tidak berhenti di lapisan bawah.

“Kita akan analisis secara hukum. Kalau memang mereka menjadi korban, namun terjadi dikriminalisasi, kita siap mendampingi ke pengadilan,” jelasnya.

Dikatakan Kasibun, dalam UU Tripikor tidak ada dikenal dengan pengembalian, maka dari itu, dikhawatirkan, dengan adanya pengembalian uang tersebut, maka akan dianggap sebagai pengakuan bahwa ia telah melakukan tindak pidana korupsi.

“Padahal hanya formil saja, tapi secara materil bukan dia penerima uang. Maka jangan dulu dikembalikan, sampai jernih penyelidikan ini, baru proses berikutnya. Karena dalam tindak pidana korupsi unsur pidana tetap berlanjut, padahal pengakuan mahasiswa mungkin karena terpaksa. Maka jangan sampai terjadi seperti itu,”jelasnya. (Mar)