Oleh: Ust Dr M Yusran Hadi, MA
Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku nanti akan melihat banyak perselisihan. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para sahabatku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (maksudnya pegang erat-erat sunnah itu-red), dan jauhilah oleh kalian perkara baru yang diada-adakan dalam agama (bid’ah), karena setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Abu Daud, At-Tirmizi, dan Ibnu Majah).
Rasulullah saw juga bersabda: “Terpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Rasulullah ditanya, “Siapa golongan yang satu itu?” Rasulullah saw bersabda, “Orang yang berpegang teguh dengan sunnahku dan para sahabatku” dalam sebahagian riwayat, “golongan yang satu itu adalah al-jama’ah”. (HR. Abu Daud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, ia berkata, shahih sesuai syarat Muslim)
Dengan ilmu syar’i, seseorang dapat mengetahui aqidah atau paham yang sesat yaitu aqidah atau paham yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang wajib ditolak dan dijauhi. Paham sesat ini bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antaranya Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah, Qadariah, Jabariah, Murjiah, Jahmiah, Wihdatul Wujud/al-Hulul/al-ittihad, Muaththilah, Mujassimah, Musyabbihah, Bathiniah, Sabaiyyah, Bahaiyyah, dan lainnya. Sekte-sekte ini muncul sejak dulu setelah masa para sahabat khulafaurrasyidin, kecuali khawarij muncul pada masa khalifah ke empat Ali bin Abi Thalib ra. Namun saat ini, muncul paham-paham sesat dengan memakai “baju baru” seperti Liberalisme, Pluralisme, Sekulerisme, Feminisme, Ahmadiah, Bahai, Tarekat, dan lainnya. Semuanya bersumber dari paham-paham sesat tersebut di atas.
Selain itu, dengan ilmu Fiqh, kita dapat beribadah dengan benar, sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Kita dapat mengetahui hal-hal yang wajib (rukun) dalam suatu ibadah.
Begitu pula kita mengetahui hal-hal yang sunnah, sehingga berusaha meraih keutamaannya, dan hal-hal membatalkan suatu ibadah atau yang bertentangan dengan sunnah, sehingga kita menjauhi dan meninggalkannya.
Selama ini, sebahagian orang beribadah tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah saw, sehingga perbuatan bid’ahpun merajalela di tengah masyarakat. Padahal, bid’ah temasuk dosa besar yang dilarang dan dikecam dalam agama. Rasulullah saw bersabda, “Jauhilah oleh kamu urusan-urusan yang dibuat-buat (bid’ah).
Sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi). Dalam riwayat yang lain, “Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan dalam agama, dan setiap yang diada-adakan dalam agama itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan itu masuk kedalam neraka” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah). Beliau saw juga bersabda,“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalnya ditolak.”(HR. Muslim).
Dengan ilmu Fiqh pula, seseorang dapat mengetahui makanan yang dihalalkan dan makanan yang diharamkan. Dengan demikian, ia akan berusaha selalu untuk mengkomsumsi makanan dan minuman yang halal dan meninggalkan segala makanan dan minuman yang diharamkan agar kehidupannya diberkahi dan diterima doanya oleh Allah swt. Sebab, makan dan minum yang halal merupakan syarat utama diterimanya doa kita oleh Allah Swt dan sebab utama mendatangkan rezki dan keberkahan.
Dengan ilmu Tajwid (ilmu kaidah membaca Alqur’an), maka seseorang dapat membaca Al-Qur’an dengan benar sehingga mendapat pahala dan berbagai keutamaan lainnya.
Sebaliknya jika kita tidak mampu membaca Al-Qur’an atau membacanya dengan salah, maka kita akan mendapatkan dosa. Membaca Al-Quran yang benar adalah kewajiban bagi setiap muslim. Karena, mengamalkan Al-Qur’an wajib hukumnya bagi5 setiap muslim. Al-Quran adalah aturan dan petunjuk hidup seorang muslim. Maka mengamalkannya wajib.
Dan tidak mungkin mengamalkannya tanpa membaca dan memahaminya. Selain itu, merupakan tuntutan dan bukti keimanan seorang. Beriman kepada Al-Qur’an yang merupakan salah satu rukun iman yang enam, mewajibkan kita untuk membaca, mentadabburi, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an. Inilah bukti bahwa seseorang itu muslim.
Demikian pula, dengan mempelajari ilmu Akhlak, kita dapat mengetahui akhlak yang baik yang wajib kita amalkan dan akhlak yang buruk yang wajib kita tinggalkan.
Kita dapat mengetahui segala perbuatan dan perkataan yang diwajibkan sehingga kita melakukannya. Begitu pula kita mengetahui segala perbuatan dan perkataan yang diharamkan, sehingga kita tidak melakukannya.
Bahkan, untuk berdakwah sekalipun kita wajib berilmu syar’i. Berdakwah tanpa ilmu syar’i sama saja menebar kesesatan di tengah masyarakat. Maka, ilmu syar’i menjadi syarat utama bagi seorang da’i dalam berdakwah agar dakwahnya benar, sebagaimana firman Allah Swt, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus, aku mengajak menusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku lakukan beserta pengikutku…” (Yusuf: 108). Allah swt juga berfirman, “Serulah (manusia) kepada Tuhanmu dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan dengan mereka dengan cara yang baik…” (An-Nahl: 125). Rasulullah saw bersabda, “Sesungguh Allah tidak mencabut ilmu dari manusia begitu saja, namun mencabut ilmu dengan mematikan orang-orang yang berilmu. Maka jika tidak tidak seorangpun yang berilmu tersisa, maka orang-orangpun menjadikan pemimpin-peminpin yang bodoh. Maka mereka ditanya (tentang agama), maka mereka berfatwa tanpa ilmu, maka mereka telah sesat dan menyesatkan.” (HR. Muslim)
Demikianlah di antara pentingnya ilmu syar’i dalam kehidupan kita ini. Oleh karena itu, mengingat urgensi ilmu syar’i dalam kehidupan ini, maka sudah sepatutnya kita berusaha untuk mencari dan mempelajarinya.
Ilmu syar’i mesti diprioritaskan, karena menuntut ilmu syar’i merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana sabda Nabi saw, “Menuntut ilmu (agama) itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Selain itu, orang yang mempelajarinya akan mendapatkan berbagai keutamaan seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw. Sudah sepatutnya berbagai keutamaan menuntut ilmu memberi motivasi dan semangat kepada kita untuk menuntut ilmu syar’i. Sangatlah rugi bila kita tidak meraih berbagai keutamaan itu.
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan petunjuk dan dimudahkan oleh Allah swt dalam menuntut ilmu. Dan semoga kita mendapatkan berbagai keutamaan menuntut ilmu syar’i. Aamin. (*)
Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Anggota Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara, Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry.