Pengamat Nilai Politisasi Kasus Korupsi Beasiswa

HARIANRAKYATACEH.COM – Kasus korupsi beasiswa tahun 2017, saat ini secara dramatisir ditetapkan tujuh orang, yaitu pengguna anggaran, para panitia pelaksana, dan koordinator lapangan. Hal ini demikian prestisius setelah dalam bulan yang lalu, di bulan Februari 2022 kasus ini mencuat kembali dengan penilaian 400 orang mahasiswa penerima beasiswa tidak memenuhi syarat, berpotensi menjadi tersangka bila tidak mengembalikan uangnya yang diterima tidak utuh bahkan jauh dari nominal dananya.

“Yang menggembalikan hanya sekitar 49 atau lebih sedikit dari 400 orang yang disasar berpotensi menjadi tersangka,” ujar Pengamat Politik dan Ekonomi Aceh, Dr Taufik A Rahim, Minggu (6/3/2022).

Dikatakan, tidak cukup syarat, akan tetapi beasiswa tetap dicairkan dengan cara yang tidak logis serta sangat memalukan, ada ‘pressure’ elite politik dan calo beasiswa. Juga sementara elite politik penerima atau penikmat uang beasiswa miliyaran rupiah tidak tersentuh hukum sebagai tersangka.

“Bahkan menurut pegiat antikorupsi menyatakan, penetapan terhadap tersangka janggal secara hukum. Ini menunjukkan bahwa, tidak adanya “law enforcement” tidak tegaknya supremasi hukum terhadap kasus korupsi beasiswa, juga membuktikan tidak berlaku “equality before the law,” ungkapnya.

Dosen Unmuha ini mengatakan, sasaran hukum dan kasus hukum hanya ditegakkan kepada yang lemah, rakyat kecil, bukan untuk elite kekuasaan politik. Buktinya, kekuasaan terlalu mudah mencari-cari kesalahan orang lain, jika kekuasaan ada di tangannya.

Semakin terbukti ada konspirasi jahat terhadap usaha menjadikan tersangka korupsi beasiswa.

“Beberapa elite politik dan kekuasaan, semakin kental iklim oligarki politik dan ekonomi yang menggrogoti kehidupan masyarakat. Semua kasus sangat mudah dilakukan politisasi, termasuk beasiswa jika yang melakukannya elite politik, maka akan sulit tersentuh dan terjamah hukum,” bebernya.

Menurutnya, politisasi kasus korupsi beasiswa yang menguntungkan dan memperkaya elite politik serta kroni dan calo nya, menjadikan hukum semakin tidak berharga dan memalukan di hadapan rakyat Aceh.

“Semakin besar serta tingginya “distrused” rakyat terhadap institusi penegak hukum di negeri ini. Ini sangat memalukan, juga mempertegas semakin tidak percaya dan atau menipisnya kepercayaan rakyat Aceh terhadap status penegakan hukum yang adil dan benar,” ungkapnya lagi.

Menurutnya, rakyat semakin enggan patuh terhadap iklim keadilan dan kebenaran hukum, terlalu mudah diplintir, dibulak-balik serta disasarkan kesalahan kepada yang lemah.

“Politisasi hukum kasus beasiswa 2017, semakin memperlihatkan serta mempertontonkan keangkuhan serta kesombongan kekuasaan politik di negeri ini. Menjadikan penegak hukum tidak berdaya serta menjadi berkurang apresiasi terhadap penegakan yang adil dan benar,” tutupnya. (redaksi)