Oleh : Rossy Nur Rayyan, M.Pd*
Permasalahan minat baca memang bukan hal yang asing lagi bagi kita. Ini sudah menjadi masalah bagi kita yang seringnya tanpa solusi yang jelas. Bukan hanya guru yang ingin meningkatkan minat baca peserta didiknya. Berbagai cara juga dilakukan pemerintah, tetapi implementasinya belum maksimal dan hasilnya juga belum ada perubahan yang signifikan, bahkan terkesan jalan di tempat.
Membaca adalah keterampilan pertama yang diajarkan guru kepada peserta didik. Anak –anak yang mempunyai kemampuan membaca tinggi biasanya memiliki peluang lebih besar meraih pendidikan yang lebih tinggi. Tapi saat ini minat peserta didik akan membaca sangat rendah, ini juga bisa berdampak ke hasil ujian bahasa Indonesia yang rendah. Disebabkan oleh peserta didik yang malas membaca teks soal-soal ujian yang panjang. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, orang yang suka membaca di Indonesia hanya 20 persen, sementara hampir 80 persen orang lebih suka nonton televisi dan mendengarkan radio.
Minat baca di kalangan peserta didik sekarang ini memang sangat memprihatinkan. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman peserta didik akan pentingnya membaca. Pengaruh lingkungan dan keluarga juga sangat berdampak dengan minat baca peserta didik. Orang tua sering hanya memperhatikan keperluan sandang dan pangan anak yang kadang-kadang harganya lebih mahal dari harga sebuah buku. Keluarga juga tidak bisa dipersalahkan karena dari nenek moyang kita pun budaya membaca ini memang tidak diwariskan kepada kita.
Sarana untuk memperoleh buku pun masih sangat kurang, apalagi di kota-kota kecil. Kalau pun toko buku ada, harga buku terkadang masih terlalu mahal tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. “Negara disebut maju dan berkembang kalau penduduknya atau masyarakatnya mempunyai minat baca yang tinggi dengan dibuktikan dari jumlah buku yang diterbitkan dan jumlah perpustakaan yang ada di negeri tersebut.” Kalimat itu seakan menjadi pembenaran dengan keadaan di daerah kita sekarang. Bisa kita lihat buktinya di lapangan bahwa itu semua belum terselesaikan dengan baik di Indonesia khususnya di kota-kota kecil dan terpencil.
Ini menjadi semacam cambukan atau pekerjaan rumah bagi kita semua khususnya di kalangan pendidik, bagaimana kita bisa membuat peserta didik menggemari buku. Gemar membaca merupakan kemampuan untuk memahami dan mengerti isi teks tertulis serta menerapkan dalam praktek. Kita bisa saja mewajibkan peserta didik kita untuk membaca buku, kita mulai saja dari bacaan buku sastra. Karena jenis buku sastra bermacam-macam. Jadi peserta didik dapat memilih bacaan yang sesuai dengan keinginannya.
Membaca buku-buku sastra bisa menjadi awal untuk mempengaruhi peserta didik agar gemar membaca. Karena buku sastra seperti novel, antologi cerpen atau dongeng merupakan buku fiksi yang menarik dan tidak membosankan bagi peserta didik. Untuk semester awal kita bisa mencoba mewajibkan membaca dua buah buku sastra dan di akhir semester mereka harus membuat resume atau sinopsis buku sastra yang telah mereka baca.
Walaupun pada awalnya ada sebagian peserta didik mengikuti itu dengan berat hati tetapi karena memang diwajibkan jadi mau tidak mau peserta didik harus selesai membacanya. Pendidik harus terus mencari cara agar peserta didik mempunyai minat baca yang tinggi, karena dengan membaca dapat menambah pengetahuan mereka.
Baca buku buka dunia
Istilah baca buku buka dunia sudah sering kita dengar, dengan membaca sebuah buku kita bisa berada di mana saja. Kita tidak perlu ke luar kota atau ke luar negeri untuk mengetahui bagaimana keadaan di sana. Cukup dengan membuka dan membaca sebuah buku kita bisa mengetahui dan juga merasakan bagaimana keadaan sebenarnya di sana.
Wakil presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta pernah mengatakan “ Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas. “ Jadi istilah buku adalah jendela dunia tak ada salahnya, karena dengan membaca buku kita bisa menjelajahi seluruh dunia.
Buku dapat bermanfaat jika di baca. Bagaimana buku dapat bermanfaat jika minat baca pada anak kurang. Di Indonesia minat baca masyarakatnya sangat rendah. Dari catatan UNESCO indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,0001. Artinya dalam setiap seribu orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca. Ini merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Perlu diadakan segala upaya untuk menumbuhkan minat baca anak-anak Indonesia, dan juga dukungan dari semua aspek masyarakat.
Tidak ada buku yang tidak bermanfaat. Sebuah buku tidak bermanfaat hanya jika tidak dibaca. Di dalam sebuah buku terdapat banyak pengetahuan. Bukan hanya itu, buku juga bisa membentuk karakter anak. Dari usia dini anak harus kita perkenalkan dengan buku agar minat bacanya tumbuh.
Kita harus merubah pola pikir anak bahwa buku itu membosankan dan tidak menarik. Kita bisa memulai memperkenalkan buku-buku fiksi yang isinya ringan untuk dimengerti anak-anak usia dini. Dengan itu anak akan dekat dengan buku dan terbiasa membaca. Kita tidak akan tahu itu berhasil atau tidak, jika tidak mencoba. Jadi mari kita berusaha menumbuhkan minat baca pada anak sehingga anak bisa lebih mencintai buku. []
*Penulis adalah Guru SMPN 13 Banda Aceh