Ramadan Sebagai Bulan Tarbiyyah

Prof DR Drs. Tgk. H. Gunawan Adnan, MA.,Ph.D

Oleh: Prof DR Drs. Tgk. H. Gunawan Adnan, MA.,Ph.D

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada kepada ummat sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertaqawa” (Albaqarah: 185).

Ramadan merupakan sebuah bulan yang penuh berkah, penuh rahmat, penuh ampunan, dan menjadi bulan yang memungkinkan seseorang yang berpuasa dibebaskan dari api neraka. Ia ibarat oase di tengah teriknya mentari di atas Padang Pasir yang panas membara. Alangkah beruntungnya seseorang ketika ia mendapatkan kesempatan bertemu dengan bulan Ramadhan dan ia kemudian dapat menunikan ibadah berpuasa dalam bulan mulia ini dengan penuh iman dan ikhlas kepada Allah swt.

Ramadhan memiliki banyak keistimewaan dan keutamaan bagi peningkatan kualitas hidup seorang hamba Allah, terutama dalam peningkatan kualitas akhlaq dan budi pekerti (inner beauty). Salah satu keitimewaan dari bulan ramadhan ialah menjadi madrasah tarbiyyah atau sarana pendidikan bagi umat Islam. Sungguh banyak nilai-nilai dan materi tarbiyyah yang akan tersaji di bulan Ramadhan ini.

Nilai dan materi tarbiyyah yang akan membentuk karakter ilmiah dan islamiyah bagi seorang muslim. Namun untuk menjadikan bulan ini menjadi sarana pendidikan, tentu saja dibutuhkan kesungguhan niat (‘azam) dan mujahadah dari orang yang melaksanakan ibadah puasa supaya nilai dan materi pendidikan yang terkandung dalam ibadah puasa tersebut betul-betul dapat diperoleh hasilnya. Diantara sekian banyak nilai dan materi tarbiyyah yang terkandung dalam tarbiyyah ramadhaniyyah, antara lain, sebagai berikut:

Sifat Syukur dan Sabar

Syukur dan sabar merupakan dua pasangan sifat/nilai/karakter yang tak terpisahkan. Keduanya ibarat kumbang dan kembang yang selalu saling membutuhkan yang dalam kamus ilmiah dikenal dengan istilah simbiosis mutualisme. Dua sifat ini sungguh luar biasa nilainya dimana sifat ini mampu meninggikan kualitas seseorang. Rasulullah telah mengungkapkan rasa kagumnya terhadap seseorang yang memiliki dua sifat/karakter ini sebagaimana yang termaktub dalam hadis beliau di bawah ini:

“Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin, karena segala urusannya sangat baik baginya, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang mukmin. Bila ia memperoleh kesenangan, ia bersyukur, yang demikian itu baik baginya. Dan bila ia tertimpa kesusahan ia juga bersabar, yang demikian itupun baik baginya.” (HR. Muslim).

Ada banyak alasan mengapa seorang muslim harus bersyukur dan bersabar dengan datangnya bulan Ramadhan, antara lain, Pertama, tentang syukur. Ketika seseorang telah berhasil menginjakkan kakinya di bulan Ramadhan itu artinya Allah telah memilih orang tersebut di antara berbagai jiwa yang Allah tidak ridhai untuk menikmati indah dan pentingnya Ramadhan.

Cobalah kita perhatikan, berapa banyak orang di sekitar kita yang di bulan Ramadhan yang lalu mereka masih dapat berpuasa, namun di bulan Ramadhan kali ini ternyata mereka tidak ditakdirkan untuk menjadi orang pilihan yang menghiasi hari-hari dengan amalan saleh di bulan Ramadhan ini. Maka hendaknya, orang pilihan Allah mesti dapat menujukkan kepada Allah bahwa ia layak untuk dipilih dan dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah tersebut.

Adapun sifat sabar yang bagi sebagian salaf diibaratkan sebagai kuda yang tak pernah letih, pedang yang tak pernah tumpul, pasukan perang yang tak terkalahkan, dan benteng yang tak pernah tertaklukkan. Cobalah bayangkan, bagaimana seorang muslim harus bergelut memerangi dan bertempur dengan nafsunya tatkala ia sedang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Maka Ramadhan menjadi tempahan bagi seorang muslim untuk selalu bersabar dalam keadaannya sebagai seorang yang berpuasa, menahan lapar dan dahaga, diam dalam ucapan sia-sia dan dausa, tunduk dari pandangan yang tak membawa berkah, menahan diri dari melakukan hal-hal yang tidak disenangi Allah, bahkan sampai pada tataran berprasangka yang hanya baik-baik saja. Bila sifat syukur dan sabar dimulai dari puasa di bulan Ramadhan maka dengan sendirinya Insya Allah akan muncul rasa syukur dan sabar pada seseorang di dalam aspek kehidupan yang lain.

Sifat Jujur dan Amanah

Jujur dan amanah merupakan mata uang yang laku dan bernilai tinggi dimanapun. Ia bagaikan emas dan permata yang dicari dan diminati oleh semua manusia yang sehat dan normal. Ramadhan menjadi sarana pendidikan untuk menumbuhkan kedua sifat tersebut. Bayangkan, yang mengetahui seseorang berpuasa ialah hanya Allah dan dirinya orang yang berpuasa saja. Walaupun seorang berada dalam kesempatan yang memungkinkan ia untuk menikmati makanan atau minuman, dll, namun karena ia menyadari bahwa ia sedang berpuasa, maka ia berusaha menahan diri untuk tidak melakukannya.

Mengapa? Karena dilihat orang ataupun tidak, ia akan tetap menahan diri atau berpuasa (imsak) karena Allah dan mengharap ridhaNya semata. Maka, dengan sendirinya sifat amanah dan jujur dalam bingkai muraqabatullaah akan tumbuh jika seseorang benar-benar menyadari bahwa segala perbuatan, perkataan, dan prasangka akan dilihat dan diketahui oleh Allah swt.

Sifat Zuhud terhadap Dunia

Latihan-latihan dalam ibadah puasa Ramadhan juga sangat strategis dan mumpuni dalam mendidik pribadi seorang manusia untuk zuhud terhadap kehidupan dunia. Ramadhan mengajarkan bahwa seseorang hendaklah mengambil apa-apa yang ada di dunia secukupnya saja dan tidak boleh berlebihan. Bagi ulama salaf, dunia ibarat sebongkah batu es yang diletakkan di bawah terik matahari. Ia akan terus meleleh sampai akhirnya hilang tak berbekas. Sedangkan akhirat itu bagaikan batu permata yang tak akan hilang ditelan masa. Tak akan lekang oleh pergantian waktu dan perubahan zaman.

Hal ini sejalan dengan banyak ayat Allah dalam al-Qur’an, antara lain dalam ayat berikut ini:“Tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17).

Sudah menjadi pemandangan dan fenomena umum bahwa di bulan Ramadhan, begitu banyak orang-orang yang berusaha keras untuk mendekatkan kepada Allah. Berbagai macam ibadah wajib dan sunnah (tathawwu’) dikerjakan. Sungguh pemandangan seperti ini jarang sekali bisa kita temukan di luar bulan Ramadhan.

Menumbuhkan Sikap Disiplin dalam Penggunaan Waktu

Sebagai agama yang paripurna, Islam memandang waktu sebagai sesuatu yang begitu berharga dan penting yang sangat berkaitan dan modal dasar dalam semua aktifitas manusia, baik menyangkut dengan masalah ibadah (akhirat) maupun dengan urusan keduniaan. Sangking pentingnya waktu, Allah swt banyak sekali bersumpah dalam al-Qur’an dengan menggunakan waktu seperti wal’ashri, wallaili, dll.

Selanjutnya mayoritas ibadah yang Allah perintahkan selalu berkaitan dan tergantung kepada waktu, termasuk ibadah puasa Ramadhan. Ramadhan benar-benar dapat menjadi madrasah tarbiyyah yang dapat mendidik seseorang dalam mengatur dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, untuk urusan sahur dan berbuka, kedua-duanya harus dilakukan sesuai dengan waktunya.

Ketika seseorang sadar bahwa Ramadhan adalah waktu yang terbatas maka ia akan disiplin dalam waktunya dan menjadikannya maksimal dalam penggunaannya. Orang itu akan senantiasa mengisi waktu dengan melakukan amal kebajikan seperti shalat tepat pada waktunya untuk mendapatkan pahala yang lebih besar, zikir sehingga terhindar dari perkataan sia-sia apatah lagi dosa, membaca dan metadabburi Alquran sebagai penguat hati, membaca kisah Nabi saw dan para sahabatnya yang penuh suri teladan, dan amalan salih lainnya.

Dengan sendirinya, seseorang akan memaksimalkan waktu dan disiplin dalam penggunaannya serta menerapkannya pada aspek kehidupan lainnya di luar bulan Ramadhan.

Menumbuhkan Kasih Sayang dan Empati kepada Fakir Miskin

RAsulullah merupakan sosok yang sangat dermawan. Namun di bulan Ramadhan beliau lebih dermawan lagi. Rasulullah di bulan Ramadhan lebih hebat dari kencangnya hembusan angin. Beliau begitu mengasihi orang-orang fakir dan miskin apatah lagi di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Beliau tak segan untuk mengeluarkan harta yang dimilikinya untuk membantu mereka. Kasih sayang beliau ibarat air terjun yang jatuh tanpa bisa terbendung. Bahkan kebaikannya tak juga dikalahkan angin yang berhembus.

Sebagaimana terlukiskan dalam hadith berikut ini:
“Nabi saw adalah orang yang amat dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan padanya Alquran. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadan, lalu membacakan padanya Alquran. Rasulullah saw ketika ditemui jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” (HR. Bukhari & Muslim).

Oleh karena itu, kita melihat di bulan Ramadhan, begitu banyak orang-orang dermawan yang mengikuti jejak beliau. Lihatlah, ketika waktu berbuka di masjid, begitu banyak menu berbuka puasa dari para dermawan untuk orang-orang yang berbuka yang sebagian besarnya adalah orang miskin. Belum lagi sedekah untuk kaum fakir dan anak yatim. Maka benarlah bulan ini adalah bulan yang mendidik (mentarbiyahi) manusia menjadi lebih penyayang dan punya empati terhadap sesamanya. Dengan berpuasa Allaah ingin semua hambaNya dapat merasakan bagaimana susah dan pedihnya ketidak-adaan, kemiskinan dan kefaqiran.

Meskipun kita punya makan dan minuman yang halal dan milik kita sendiri, namun kita diminta oleh Allaah untuk tidak memakan dan meminumnya pada waktu berpuasa. Ini merupakan salah satu latihan dan gemblengan kepada jiwa dan pribadi kita untuk dapat merasakan derita oarng lain yang memang betul-betul tidak makan dan minum karena memang mareka tidak memiliki makanan dan minuman, dll yang dapat dinikmatinya.

Sungguh banyak nilai dan materi pendidikan (tarbiyah) aplikatif dan realistis yang dapat kita peroleh di Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Pertanyaan kemudian yang perlu kita pertanyakan pada diri kita masing-masing “Akankah nilai-nilai luhur yang lahir dari gemblengan materi tarbiyyah ramadhaniyyah ini terus kita aplikasikan di bulan Ramadhan ataukah akan sirna dengan berlalunya Ramadhan? Akankah kita akan membiarkan timba itu tergeletak tak berdaya ataukah kita mengambilnya dan menurunkannya ke dalam sumur ilmu untuk kita sirami Ramadhan dengan amalan-amalan yang diridhai Allah?.

Akankah kita ingin untuk sedikit mengerahkan tenaga, mengencangkan ikatan pinggang kita, dan menggulung lengan baju ini untuk memaksimalkan segala potensi yang ada di bulan Ramadhan, ataukah kita akan lebih memilih untuk lebih banyak tidur dalam kamar berAC atau leih mengutamakan asyiknya bercerita dengan teman tanpa makna, dan menikmati indahnya cerita sinetron bersambung dilayar kaca, dan seterusnya?.

Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Namun satu hal harus diingat, bahwa Ramadhan itu dapat memberi syafaat kepada orang yang berpuasa dan memuliakannya dengan berbagai macam kebaikan serta ingatlah bahwa Ramadhan itu setiap tahunnya berbeda. Semoga bermanfaat adanya, aamiin YRA.

Penulis adalah Guru Besar dan Wakil Rektor I UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Artikel ini bekerjasama dengan Dinas Syariat Islam Aceh.

Editor: Rusmadi