Rehab Bendungan Krueng Pasee Telan Dana Rp 44,8 Miliar Kontraktor Lelet, Petani Ancam Demo

ARMIADI/ RAKYAT ACEH. AMBRUK- Jembatan darurat yang dibangun oleh pelaksana proyek rehabilitasi bendung Krueng Pasee di Kecamatan Meurah Mulia Aceh Utara ambruk belum lama, akibatnya jalur transportasi masyarakat terputus.

ACEH UTARA (RA) – Rehabilitasi Bendungan D.I. Krueng Pasee di Gampong Leubok Tuwe, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara dikerjakan oleh PT. Rudy Jaya asal Sidoarjo, Jawa Timur, dengan nilai kontrak sebesar Rp 44.800.000.000.

Sumber dana rehabilitasi bendungan itu dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun, hingga saat ini realisasi proyek tersebut masih jauh dari harapan dan pihak pelaksana proyek terkesan lelet.

Bahkan, jembatan darurat yang dibangun dengan menggunakan kayu dan pohon kelapa sebagai jalur penghubung masyarakat antara gampong dan kecamatan ambruk. Diduga akibat kualitas bangunan jembatan darurat yang tidak memadai dan tidak layak pakai.
Sebelumnya jalur itu adalah jalan yang dimanfaatkan untuk mobilitas masyarakat, sekarang sudah dikeruk dan diganti dengan jembatan darurat yang sudah ambruk tersebut.

“Yang menjadi persoalan saat ini akibat leletnya kontraktor pelaksana proyek, ribuan petani di sembilan kecamatan tidak dapat turun kesawah. Kalaupun turun kesawah menjadi gagal panen, karena tidak tersedianya air irigasi bersumber dari Bendung Krueng Pasee,”ungkap salah seorang petani Muslim bersama beberapa petani lainnya kepada Rakyat Aceh kemarin.

Ia mengatakan, proyek rehabilitasi bendungan Krueng Pasee itu menelan biaya yang tidak sedikit hingga mencapai Rp44 miliar lebih, tapi kondisi pelaksanaan dilapangan baru pada tahap mengeringkan sungai induk.

Kemudian, baru menyelesaikan penggalian parit untuk mengalihkan air sungai ke tempat lain. “Jadi kondisi irigasi saat ini sudah jauh yang berada di atas permukaan air setinggi tiga meter, makanya pihak pelaksana proyek jangan main-main dan harus cepat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak,”katanya.

Hal senada juga disampaikan petani lainnya Din Tino yang pernah menjabat sebagai Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Aceh Utara. Dirinya mengaku sangat kecewa dengan kinerja kontraktor pelaksana proyek rehabilitasi bendung Krueng Pasee yang sangat lamban bekerja.

“Pekerjaan proyek itu bukan membuat masyarakat menjadi senang, tapi sekarang menimbulkan persoalan baru yakni masyarakat tidak dapat turun kesawah dan jembatan darurat yang dibangun juga asal jadi sehingga kini sudah ambruk,”tegas Din Tino.
Menurut dia, kalau kontraktor tidak becus menangani proyek dan hanya menimbulkan kesengsaraan bagi ribuan petani dampak dari rehabilitasi bendung Krueng Pasee, maka siap-siap petani akan melakukan demo besar-besaran.

Apalagi, sebut dia, selama ini ribuan petani di delapan kecamatan di Aceh Utara dan satu kecamatan di Kota Lhokseumawe hanya menggantungkan hidupnya untuk bercocok tanam dari sumber air irigasi Bendungan Krueng Pasee yang dibangun saat penjajahan Belanda tempo dulu. Dengan luas areal sawah mencapai 9.822 hektar, dengan menggunakan air irigasi Krueng Pasee.

Sebelumnya, pada Senin (9/5) lalu, Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dari Dapil Aceh 2, H Ruslan M Daud (HRD), meninjau langsung kondisi Bendungan Krueng Pasee

“Awalnya, kami dapat laporan dari masyarakat, khususnya petani dan tokoh masyarakat di Aceh Utara, jika pekerjaan rehabilitasi Bendung Krueng Pase sangat lamban. Ternyata benar apa kata masyarakat dan petani, kontraktor yang merehab Bendung Krueng Pase sangat lamban,”ungkapnya.

Atas keterlambatannya, HRD mendesak Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera I selaku mitra kerja Komisi V DPR RI agar mengarahkan Kasatker dan PPK terkait untuk benar-benar mengawal kontraktor pelaksana proyek rehabilitasi bendung Krueng Pasee, supaya memacu pembangunannya. (arm/min)