BANDA ACEH (RA) – Pemerintah Aceh bersama Tim Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (Kompak) menggelar pertemuan guna membahas hasil kajian dari lembaga program kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan Australia itu terhadap pemanfaatan dana otonomi khusus di Aceh, Selasa (24/5)
Kegiatan berlangsung di Aula Serba Guna Kantor Gubernur Aceh itu, dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, diikuti seluruh Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Pertemuan diselenggarakan untuk membacakan rekomendasi berdasarkan hasil kajian mereka terhadap peranan dana otonomi khusus pada pembagunan Aceh, yang mana dana tersebut akan mengalami penurunan 1 persen Dana Alokasi Umum (DAU) di tahun 2023 dan akan berakhir di tahun 2028 mendatang.
Sekda Taqwallah menerangkan, penurunan dana otsus akan menimbulkan berbagai persoalan bagi pemerintah Aceh. Salah satu yang paling terdampak adalah penganggaran dinas/badan di Aceh yang selama ini sangat tergantung kepada dana otsus. Tentunya hal itu akan berdampak kepada layanan dasar, kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, dipastikan bahwa anggaran belanja modal bidang tertentu (terutama infrastruktur) akan ikut terdampak.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi penurunan (dan berakhirnya) Dana Otsus Pemerintah Aceh melakukan beberapa langkah, yaitu pertama mengidentifikasi, kemungkinan sumber-sumber pendanaan baru bagi program-program bidang pendidikan dan kesehatan yang selama ini dibiayai oleh dana otsus.
“Untuk mengantisipasi penurunan dana bidang kesehatan, kami mengalokasikan share penerimaan cukai rokok yang diterima kabupaten/kota untuk dikelola provinsi dalam rangka mensupport JKA. Beberapa sumber pembiayaan lainnya yang juga bisa dioptimalkan adalah pembiayaan yang berasal dari social finance, seperti BMT, yang potensinya cukup besar,” ujarnya.
Kedua, Pemerintah Aceh perlu menyusun rencana transisi, untuk memastikan program-program bidang pendidikan dan kesehatan yang selama ini mendapat pembiayaan dana otsus tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Aceh. Untuk bidang kesehatan, salah satunya adalah dengan mengkonversi JKA menjadi JKN
Ketiga, Pemerintah Aceh juga perlu menyusun strategi komunikasi yang tepat ke masyarakat terkait dengan penurunan dana otsus yang dapat berdampak pada berkurangnya intensitas program-program pelayanan masyarakat. Hal ini penting untuk meminimalisir gejolak sosial yang mungkin muncul akibat penurunan tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, Teuku Ahmad Dadek, menuturkan kajian ini memberikan dukungan argumentasi terhadap gambaran utuh tentang capaiana dan dampak pemanfaatan dana otsus terhadap percepatan kesejahteraan dan pembangunan Aceh.
Dadek menyatakan, selama periode 2008-2022, jumlah dana otsus yang telah dialokasi pemerintah pusat ke aceh mencapai sekitar Rp95.9 triliun. Menurut UU Nomor 11 tahun 2006, Aceh masih akan menerima dana otsus hingga tahun 2027. namun jumlah yang akan diterima menurun menjadi 1 persen Dana Alokasi Umum (DAU) mulai tahun 2023, dan akan berakhir pada tahun 2028.
Sementara itu, Tim Ahli Kompak sekaligus akdemisi ekonomi, Dr. Hefrizal Handra M.Soc, Sc, menyimpulkan berdasarkan hasil analisis tim, penurunan dana Otsus berdampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, layanan dasar dan pelaksanaan keistimewaan Aceh.
Lebih lanjut, berkurangnya dana Otsus menjadi 1 persen DAU diperkirakan akan menurunkan belanja Pemerintah sebesar 2 persen PDRB di tahun 2023 dan 4 persen PDRB di tahun 2028. Secara fiskal, PAD dan Dana Transfer lainnya yang diterima Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) belum dapat mengkompensasi penurunan Dana Otsus tersebut.
Sementara itu, ia mengungkapkan berdasarkan kajian dan analisa tim Kompak selama ini melahirkan rekomendasi bagi pemerintah Aceh yaitu; Pemerintah Aceh harus melakukan revisi amandemen terhadap UU 11/2006 untuk mempertahankan jumlah dana otonomi khusus dalam rangka stabilitas belanja berbagai program di Aceh, dengan penekanan kepada proses perencanaan yang lebih baik, prioritas yang lebih tepat sasaran, untuk efisiensi penggunaan dana dalam berbagai aspek.
“Tepat sasaran yang dimaksud adalah penurunan kemiskinan, peningkatan iklim investasi/berusaha, peningkatan layanan dasar, efektifitas pelaksanaan keistimewaan Aceh.”
Lanjut, Periode mempertahankan kestabilan jumlah Dana Otsus, direkomendasikan paling tidak hingga 20 puluh tahun ke depan, namun perlu dikaitkan dengan upaya Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Aceh untuk optimalisasi sumber pendanaan dari PAD, ZIS, dan lainya
Kemudian, jika belum memungkinkan untuk melakukan revisi/amandemen terhadap UU 11/2006 karena keterbatasan waktu, perlu disediakan alternatif kebijakan untuk kompensasi penurunan Dana Otsus di tahun 2023 melalui mekanisme Undang-Undang APBN 2023. Dengan kata lain, sambil menunggu amandemen UU 11/2006, perlu disediakan format alternatif dalam mendukung kestabilan pendanaan bagi Pemerintah Aceh, antara lain melalui Affirmative Specific Grant (DAK Afirmasi), ataupun melalui peningkatan belanja Kementrian/Lembaga (K/L). Alternatif kompensasi melalui mekanisme peningkatan belanja K/L di Aceh dapat difokuskan untuk mendukung pembangunan infrastruktur pelayanan publik, serta untuk pemberdayaan perekonomian rakyat melalui penyediaan kredit usaha rakyat (bersubdisi) dan pendampingan bagi UMKM. (ril/ra)