BIREUEN (RA) – Sebagai wujud kepeduliaan dalam mengenang hari bersejarah bangsa Aceh, Keuchik Desa Tanjong Raya, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Tgk Mauliadi Sulaiman bersama warganya, berjanji akan menggelar kegiatan pada peringatan perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia (RI) atau dikenal dengan sebutan MoU Helsinki ke-17, yang jatuh pada 15 Agustus 2022 mendatang.
Kepastian ini disampaikan oleh Tgk Mauliadi kepada Harian Rakyat Aceh, Kamis (21/7).
Ia mengaku, gelaran peringatan hari besar bangsa Aceh akan dilakukan masyarakat Tanjong Raya setiap tahun, sebagai wujud komitmen dalam menjaga dan mengawal kekhususan Aceh.
“Kami masyarakat Desa Tanjong Raya berjanji akan menggelar kegiatan hari peringatan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2022 mendatang. Untuk agenda kegiatan, pihak gampong masih harus melakukan musyawarah kembali,” ujarnya.
Ia berharap, semoga niat baik masyarakat dalam mengenang hari besar rakyat Aceh dapat terealisasi dengan baik.
Saat ditanyai media ini terkait akankah dinaikkan bendera bulan bintang pada 15 Agustus mendatang, sapaan Tgk Mauliadi ini mengaku belum dapat memastikannya. Ia menyerahkan semua keputusan kepada warga Tanjong Raya.
“Bendera bulan bintang bukan hal yang tabu bagi masyarakat Aceh. tapi secara pemerintahan, saya sangat menghormati perdamaian. Jika tidak diizinkan, tak mungkin saya melawan aturan. Namun jika butir-butir MoU dari perdamaian 17 tahun silam sudah tertuang terkait bendera dan lambang, saya juga akan mengikuti aturan damai tersebut,” pungkasnya.
Namun, sebut Tgk Mauli, terkait kegiatan yang akan dilaksanakan, semua keputusan diserahkan kepada masyarakat di Tanjong Raya.
“Terkait bendera dan butir-butir kekhususan Aceh, anggota DPRA sudah menjumpai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk mengusulkan supaya bendera Aceh bisa dikibarkan setiap tanggal 15 Agustus. Tapi nyatanya, realitas politik yang kita hadapi saat ini berbanding terbalik dengan butir-butir yang sudah tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh,” pungkasnya.
Hari ini, sebutnya tegas, kita belum sepenuhnya merdeka atas perdamaian tersebut, karena masyarakat belum bisa menaikkan bendera Aceh dalam peringatan MoU Helsinki. Padahal, semua kekhususan Aceh termasuk pengibaran bendera, sudah diatur dalam buti-butir Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Namun pihak DPRA masih bernegosiasi dengan pusat dalam memperjuangkan bendera dan lambang.
Dirinya berharap, Pemerintah Aceh melalui Pj Gubernur yang baru dilantik, supaya dapat mendesak Pemerintah Pusat untuk segera merealisasikan seluruh butir-butir MoU Helsinki demi keutuhan perdamaian di bumi Aceh. (akh)