HARIANRAKYATACEH.COM – Minat generasi Aceh Tamiang melanjutkan pendidikan kejenjang Perguruan Tinggi dinilai masih rendah. Jumlah penduduk yang memiliki ijazah diploma sampai dengan sarjana tidak sampai 10 persen.
Hal itu terungkap dalam kegiatan “Ngobrol Seru Bersama Legislator” yang digelar Diskominfo bersama DPRK Aceh Tamiang, Senin (29/8/2022). Acara ini juga dihadiri mahasiswa yang tengah menjalani praktek kerja lapangan (PKL) dilingkungan Pemkab Aceh Tamiang.
“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Tamiang dalam laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Tamiang 2021 menyebut jumlah penduduk yang memiliki ijazah diploma sampai dengan sarjana hanya sebanyak 9,22 persen,” kata anggota Komisi 1 DPRK Aceh Tamiang, Jayanti Sari di Karang Baru, Selasa (30/8/2022).
Dalam acara kolaborasi tersebut Jayanti Sari hadir sebagai dewan yang membidangi masalah pendidikan. Acara dipandu Kasi Bidang Data Diskominfo Atam, Dr Neni Sriwahyuni.
Berangkat dari persoalan tersebut maka Diskominfo dan DPRK Aceh Tamiang membuat acara tentang persoalan peningkatan minat melanjutkan studi di jenjang perguruan tinggi.
Jayanti mengatakan jika mengacu pada data BPS terdapat 29,72 persen penduduk Aceh Tamiang yang menyelesaikan pendidikannya di jenjang SMA dan SMK, tapi persentase yang menamatkan kuliah hanya 9,22 persen.
“Inikan timpang jika kita menelisik tidak sampai 3 persen anak tamiang yang menyelesaikan pendidikan sampai ke perguruan tinggi,” ujar politisi PKS ini.
Menurut Jayanti Sari banyak anak-anak yang tidak melanjutkan kuliah karena faktor rendahnya dukungan dari keluarga, ekonomi, dan lingkungan sekitar.
“Masih banyak kita lihat keluarga-keluarga khususnya di daerah pedalaman yang tidak mengutamakan pendidikan, namun lebih menyuruh anak-anak mereka bekerja selepas SMA/sederajat,” katanya.
Tentunya tambah Jayanti Sari dibutuhkan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan minat anak-anak Tamiang untuk melanjutkan ke perguruan tinggi demi terciptanya kualitas pendidikan dan hidup masyarakat Aceh Tamiang kedepan.
Salah satu audiens kegiatan Ngobrol Seru Bersama Legislator yang juga mahasiswa Antropologi asal Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Zulkarnaen mengatakan, di tempatnya tinggal wilayah Tenggulun banyak anak-anak yang hanya menamatkan sekolah jenjang SMA. Mereka, kata dia tidak melanjutkan kuliah karena sejumlah faktor mengelola kebun milik keluarga, disuruh menikah bagi yang perempuan dan memilih bekerja di perkebunan swasta.
“Anak-anak di perkebunan kelapa sawit seperti Tenggulun memiliki motivasi rendah untuk sekolah, jadi dikampung saya Adil Makmur bisa dihitung jari kurang lebih hanya lima orang yang kuliah dan tamat,” tutur Zulkarnaen. (ddh)