33 Hari Terkatung di Laut Pengungsi Rohingya
RAKYAT ACEH | ACEH-UTARA – Ayam jantan baru saja berkokok. Sebagian besar warga Desa Meunasah Lhok, Krueng Mane, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, masih lelap tertidur, Selasa, 15 November 2022, sekitar pukul 03.25 WIB.
Hujan rintik-rintik semalaman pun masih membasahi jalan desa setempat. Tak ada yang tahu bila ada seratus ‘tamu’ telah singgah di desa pesisir itu.
Waktu salat Subuh pun mendekati. Sebagian warga sudah bersiap-siap hendak ke meunasah menunaikan kewajiban. Tiba-tiba suara anak kecil mendahului suara azan Subuh. Wajah pun berpaling mencari suara tagisan itu.
Ternyata, bukan anak kecil saja yang terlihat. Banyak kaum perempuan dan laki-laki sudah berada hampir di jalan aspal lintas Banda Aceh-Medan.
“Seorang warga saya, melihat sudah ramai pengungsi Rohingya mendekati jalan besar. Iya, langsung melapor ke saya,” kata Kepala Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Muara Batu, Iqbal, menjawab Rakyat Aceh.
Wajah lusuh bersamaan lapar dan dahaga menghiasi rona pengungsi. Langkah sigap kepala desa, Iqbal, setelah tiba melihat kondisi pengungsi sepakat dengan warga membawa ke Meunasah Lhok yang berjarak sekitar 1 km dari pantai.
“Setelah musyawarah singkat dengan warga kita sepakat membawa ke meunasah. Inipun kita memberikan waktu hanya sampai pukul 18.00 WIB hari ini. Selanjutnya, pemerintah daerah Aceh Utara, sudah ambil keputusan untuk dibawa kemana mereka. Atau ke lokasi pengungsi di Blang Ado,” kata Iqbal.
Berlayar Laut 33 Hari
Sementara itu, salah seorang pengungsi Rohingya, Amin yang mampu sedikit berbahasa Indonesia menjawab Rakyat Aceh, menyebutkan keberadaan mereka meninggalkan negeri asal tidak terlepas adanya eskalasi kekerasan di negara itu.
“Rumah saya juga sudah dibakar. Maka kami ramai-ramai mencari negeri yang dominan muslim untuk berlindung,” kata Amin.
Menurut dia, menggunakan boat selama sebulan tiga hari mengarungi laut. Makan seadanya. Bahkan minum pun sering memanfaatkan air hujan.
“Kami makan dibantu sama nelayan yang melihat dan memberi ikan cirik. Kalau minum, lebih banyak minum air hujan,” papar Amin.
UNHCR Apresiasi Pemerintah
Tibanya 110 pengungsi etnis Rohingya ke Aceh Utara, mendapat perhatian penuh oleh organisasi dibawah naungan PBB.
“UNHCR sangat menghargai Pemerintah Indonesia dalam hal ini Pemerintah Aceh dan pemerintah daerah Aceh Utara, yang sudah memberikan ijin pendaratan bagi 110 pengungsi,” kata Mitra Salima Suryono melalui pesan singkat kepada Rakyat Aceh, Selasa siang.
Menurut dia, UNHCR sudah berkomunikasi dengan Satuan Tugas Nasional, Kementerian Luar Negeri dan berbagai pihak otoritas local yang relevan. Termasuk penggiat kemanusiaan yang berada di lapangan.
“Mengkoordinasikan bantuan darurat bagi para pengungsi yang baru tiba,” pungkas Mitra.
Sebelumnya, Camat Muara Batu, Nawir menyebutkan 110 etnis Rohingya terdampar di pesisir pantai Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Muara Batu, Krueng Mane, Aceh Utara.
Saat ini, mereka sudah diamankan di Meunasah Lhok dan terus dipantau oleh tim Polsek, Koramil dan pak keuchik beserta perangkat gampong sekaligus memberikan bantuan makanan tanggap darurat.
Dirincikan, 72 orang jenis kelamin laki-laki, 32 perempuan. anak-anak 5 orang dan seorang balita.
Kronologisnya, kata Camat Muara Batu, Nawir, sekira pukul 03.25 WIB, terlihat boat sudah bersandar di desa Meunasah Baro. Ternyata berisi pengungsi Rohingya. Sehingga warga setempat dan beberapa nelayan sepakat untuk menghubungi perangkat desa.
“Warga Rohingnya sudah diamankan di meunasah oleh anggota Koramil 04 Muara Batu dan anggota Polsek Muara Batu yang di bantu oleh warga masyarakat desa,” kata camat. (ung)