BELASAN ibu-ibu terlihat sedang sibuk dengan anyaman. Usia mereka rata-rata di atas 45-an. Hanya satu dua orang yang berusia belia.
Ada yang sedang merajut anyaman, memotong tumbuhan bili kering hingga menghaluskan rotan. Semua hal tadi adalah bahan baku untuk membuat anyaman berkualitas. Di sudut sebelah kiri, bahkan ada juga yang bekerja sambil mengayun cucu yang sedang tertidur dalam anyunan kain.
Mereka berbicara tanpa saling pandang. Sesekali terdengar suara tawa dari kejauhan. Tangan mereka terlihat begitu cekatan.
Di bawah dua rumah dengan berpondasi panggung di kawasan Lampanah Tunong, kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, kerajinan khas Aceh itu diproduksi. Beberapa ibu-ibu tersenyum saat melihat kami datang.
Aktivitas ibu-ibu ini terekam saat kami berkunjung ke sana, Kamis siang 26 Januari 2023. Salah seorang rombongan yang bertandang ke sana adalah Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA atau akrab disapa Syech Fadhil.
Kedatangan senator yang juga sahabat Ustadz Abdul Somad (UAS) ini berawal dari souvenir merek Bili Droe yang dibeli stafnya, Ustadz Ahmad Syukran, untuk para anggota DPD RI dari berbagai provinsi yang tergabung dalam Badan Akuntabilitas Publik (BAP).
Anggota BAP DPD RI ini berkunjung ke Aceh dalam rangka pertemuan dengan jajaran Kejati Aceh, Kamis pagi 26 Januari 2023. Mayoritas dari senator ini kembali ke Jakarta pada Kamis siang, dan mereka membawa pulang oleh oleh berupa kerajinan khas Aceh. Kerajinan tadi adalah produksi Bili Droe.
Hadiah souvenir kerajinan Bili Droe ini mendapat sambutan hangat dari para senator tadi. Kerajinannya dinilai berkualitas dan berkarakter Aceh. “Karena penasaran, kami datang ke sini,” ujarnya Syech Fadhil.
“Siapa sangka produksi Bili Droe berasal dari sini,” kata senator yang dekat dengan para ulama kharismatik di Aceh ini lagi.
Para perajin tadi tersenyum bangga mendengar penjelasan dari Syech Fadhil. Mewakil ibu-ibu perajin, seorang wanita muda menyambut kami dengan hangat. Ia kemudian menunjukan sejumlah kerajinan merek Bili Droe. Mulai dari tempat tisu, tempat buah, tas, serta sejumlah produk kerajinan lainnya.
Wanita muda tadi bernama Ulfa Fitriani
“Terimakasih telah berkunjung ke tempat kami ustadz,” katanya sambil memperlihatkan katalog kerajinan Bili Droe.
Menurut Ulfa, kerajinan anyaman Bili di Desa Lampanah Tunong, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, telah berlangsung selama puluhan tahun. Para ibu-ibu tadi tergabung dalam kelompok Bili Droe di bawah binaan Dekranasda Aceh Besar.
“Ini yang sedang dikerjakan pesanan BI,” ujar seorang ibu-ibu sambil terus bekerja.
“Kemarin ada pesanan BSI dan panglima (Kodam-red),” ujarnya lagi.
“Biasa, hasil kerajinan ini ditampung di Dekranasda Aceh Besar. Kalau sedang pesanan banyak, para perajin harus bekerja ekstra untuk menyelesaikan pesanan,” tambah Ulfa.
“Di sini ada sekitar 20 perajin. Rata-rata ibu-ibu,” ujarnya lagi.
Sri Mawarni, 55 tahun, salah seorang perajinan anyaman bili, mengaku telah bergelut dengan kerajinan ini sejak lulus SMP.
Kini ia merupakan salah seorang guru di madrasah negeri setempat. Sri bahkan kini telah berstatus nenek dari beberapa cucu. “Usai ngajar, kami membuat kerajinan ini. Tergantung pesanan. Kalau sedang banyak pesanan, ya harus bergadang hingga malam. Usai salat subuh lanjut lagi,” kata dia.
“Kalau sedang banyak pesanan, satu bulan bisa dapat satu jutaan. Kalau musim turun sawah, ya ke sawah dulu. Siang baru menganyam lagi,” ujar perajin lainnya.
Syech Fadhil sendiri berharap para perajin Bili di Lampanah Tunong untuk tetap mempertahankan kualitas. “Tentu juga kesehatan. Kalau ibu-ibu sakit, kasihan nantinya,” ujar Syech Fadhil.
Kami menghabiskan waktu hampir 1 jam di lokasi, sebelum akhirnya meminta izin pamit. Syech Fadhil dan tim juga memboyong beberapa kerajinan Bili Droe untuk dibawa pulang. Para ibu-ibu melepas kepergian kami dengan senyum sumbrigah. “Neujak saweu-saweu lom ustadz. Neuba Ustadz Somad keunoe,” kata Sri Mawarni. (ra)