
RAKYAT ACEH | SIMEULUE (RA) – Nelayan Tradisonal Darwis (68), Beton (57) dan Anto (36), tidak perna bermimpi bakal nyasar ke perairan laut negara Srilanka, setelah dihantam badai dan ombak dengan ketinggian 3 meter hingga 6 meter dan diseret arus laut, hingga keluar dari perairan laut Indonesia.
Peristiwa tragis yang nyaris merenggut nyawa, ketiga nelayan dan masih tercatat warga Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue itu, bermula dengan menggunakan dua unit perahu, dan dalam perjalanan hendak memancing serta tidak mengetahui kawasan perairan laut pulau Lasia, sedang dilanda cuaca ekstrim.
Kisah tragis dan menimbulkan trauma mendalam yang dialami oleh ketiga nelayan dan keluarganya itu, masih terlihat di wajah Darwi dan Beton, saat ditemui Harian Rakyat Aceh, Jumat (27/1), didampingi Achmad Rijal, Kadus meita, Desa Air Dingin, Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue.
Darwis dan Beton menceritakan peritwa tragis itu, sekitar pukul 08:00 WIB, Selasa (17/1) berangkat memancing dari salah satu pantai yang ada di Kecamatan Teupah Selatan, tujuan perairan laut pulau Lasia, salah satu pulau kecil yang masih dalam wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Simeulue.
Namun dalam perjalanan sekitar pukul 22:00 WIB, Selasa (17/1), tiba-tiba yang disertai hujan deras dan gelegar halilintar, kedua perahu yang digunakan ketiga nelayan itu, dengan sigap langsung saling mengikat tali penghubung ke sesama perahu, untuk antisipasi supaya tidak berpencar ditengah amukan cuaca ekstrim dan gelap gulita di lautan.
“Dua hari, dua malam kami dihantam badai, hujan deras dan arus laut yang sangat kencang, dan selama itu juga kami tidak melihat kapal melintas, tidak melihat pulau Simeulue dan pulau Sumatera. Sem”, kata Darwis.
Badai dari arah Barat Laut, dan arus kencang menyeret kedua perahu itu terseret arus kencang keluar laut ZEE Indonesia menuju laut zona bebas di Samudera Hindia, dan pada pukul 05:00 WIB, Selasa (17/1) menemukan satu unit kapal ikan ukuran besar, dengan lebar 10 meter dan 25 meter.
Badai dan hujan belum reda, Darwis, Beton dan Anto, berupaya mendekat ke kapal ikan yang tidak dikenal itu, untuk berlindung dan kedua perahu tradisional itu berupaya mengikat tali perahunya pada salah satu perahu kecil milik kapal ikan tersebut yang sedang parkir, serta melakukan komunikasi meminta ijin untuk berlindung.
Namun komunikasi dan bahasa dari ABK kapal ikan itu, tidak dapat dimengerti dan tidak perna didengar oleh ketiga nelayan tradisional itu, bahkan tiba-tiba kapal ikan yang sedang parkir itu, menarik tali yang terhubung ke perahu kecil milik kapal ikan misterius serta melepas ikatan tali yang dipasang oleh nelayan tradisional Simeulue untuk berlindung dari amukan badai, hujan dan halilintar yang belum juga reda.
Bahasa dan Teriakan ABK dari kapal ikan, tidak dimengerti oleh nelayan tradisional asal Simeulue itu, kembali dikagetkan tali perahunya telah dilepas oleh ABK kapal ikan yang diduga kapal ikan luar negeri, sementara kondisi lautan masih mengamuk dan hanya memandang kapal ikan itu yang melaju dengan kecepatan tinggi tanpa diketahui arah tujuannnya.
“Tiba-tiba kami dikagetkan ikatan perahu kami sudah dilepas oleh mereka, dan kapal ikan itu cepat sekali bergerak, padahal pada saat itu masih sedang berlangsung badai, hujan dan gelombang besar belum ada tanda-tanda berhenti, kami kembali terombang ambang di hajar cuaca ekstrim”, imbuh Beton, dengan wajah trauma.
Keduanya kembali menambahkan, hanya berpedoman pada petunjuk kompas Handphone tanpa signal, pada arah Barat laut dan Utara, mencoba melanjutkan perjalanan, dengan mengandalkan bahan bakar yang masih tersisa untuk mesin perahunya, nyaris seharian memacu perahunya mengikuti petunjuk kompas pada Handphone.
Pada hari Rabu (18/1), sekitar pukul 12:00 WIB, menemukan satu unit Unjam atau Rumpon Laut tanpa nama untuk istrihat serta menjemur beras dan pakaian yang telah basah, kemudian sekitar pukul 17:00 WIB, kembali dilanjutkan perjalanan dan menemukan satu Unjam atau rumpon laot dengan bertulikskan ABI dan kembali istrahat.
Tengah malam jelang pergantian dari hari Rabu (18/1) ke hari Kamis (19/1), sekitar pukul 00:00 WIB kembali melanjutkan perjalanan dan sepanjang malam itu tidak menemukan cahaya lampu sebagai panduan untuk meminta pertolongan, hingga pukul 10:00 WIB, Kamis (19/1), kembali menemukan satu Unjam atau rumpon laut, bertuliskan 88 dengan diameter persegi sekitar 4 meter.
Setelah istrahat satu jam pada Unjam tersebut, kembali melanjutkan perjalanan dan sekitar pukul 16:00 WIB, menemukan Unjam lainnya bertuliskan CS 03. Dan pada Unjam tersebut kembali istrahat hingga jelang malam hari, dan dikejauhan terlihat cahaya lampu kapal, kemudian mengarahkan perahunya ke kapal itu.
Sekitar pukul 22:00 WIB, berhasil mendekati kapal ikan yang ukuran lebar sekitar lebih dari 8 meter dan panjang lebih dari 20 meter tersebut, dan ternyata ABK kapal itu berbahasa Indonesia, juga merupakan kapal ikan asal Sibolga, Sumatera Utara yang diketahui telah 46 hari melaut.
“Sujud syukur dan kami bertiga menangis, setelah kami ketahui itu kapal ikan Indonesia, dan kami diselamatkan. Kapten kapalnya pak Endi, asal Labuhan Haji, dari merekalah kami tau, bahwa unjam yang kami temukan itu, milik nelayan Srilanka dan itu berada di laut Negara Srilanka, berarti kami hanyut hingga ke laut Srilangka dan kapal ikan yang kami temukan pertama ini nelayan Srilanka, sehingga bahasa mereka kami tidak mengerti”, Ucap Darwis dan Beton bersamaan.
Dengan pertolongan dari kapal ikan asal Sibolga itu, dan pada subuh hari Jumat (20/1) diantar hingga mendekati perairan laut pulau Simeulue, yang membutuhkan waktu selama 7 jam perjalanan, juga diberikan perbekalan makanan serta BBM. “7 jam perjalanan kami diantar oleh kapal ikan asal sibolga itu, hingga mencapai perairan laut Simeulue. Kami diberikan bekal dan BBM”, imbuh Darwis dan Beton.
Dari titik batas diantar kapal ikan asal Sibolga itu, kedua perahu bermesin yang dikemudikan Darwis dan Beton, beriringan menuju pulau Simeulue dan jelang malam mendarat dengan selamat disalah satu pantai yang ada di Kecamatan Teupah Selatan, kemudian dilanjutkan perjalanan ke Kecamatan Simeulue Timur.
“Keluarga kami, tidak tau dan tidak curiga bahwa kami hanyut hingga ke laut Srilanka. Sebab biasanya kami memancing selalu bawa bekal untuk kebutuhan selama lima hari. Dan keluarga kami baru tau, setelah ada signal HP. Hingga saat ini jelas kami masih sangat trauma”, jelas kedua nelayan tradisional itu.
Sementara Achmad Rijal, Kadus Amitedia, Desa Air Dingin, juga membenarkan yang awalnya tidak mengetahui warganya yang berprofesi nelayan itu telah hanyut hingga kelaut Srilanka. “Awalnya kami tidak mengetahui warga kita ini telah dihantam cuaca ekstrim hingga hanyut ke perairan laut Srilanka. Alhamdulillah, warga saya selamat dan terima kasih kepada kapal ikan Sibolga”, kata Kadus Amitedia.
Dia juga berharap, supaya tidak terulang lagi kejadian tersebut kepada nelayan lainnya, diminta pihak Pemerintah untuk memberikan safety dan peralatan deteksi ikan dan deteksi cuaca, sehingga nantinya dapat diantasipasi hala-hal yang tidak terduga, seperti yang dialami warganya dan nyaris membahayakan keselamatan jiwa, karena nyasar hingga kelaut Srilanka. (Ahi).